"Bisakah kita berjalan perlahan dan menikmati keindahan tempat ini."
Suara Zen terdengar begitu lemah dengan nafas yang terputus putus.
"Baiklah kita beristirahat sejenak."
Arnius menghentikan perjalanan rombongannya.
"Kenapa selalu saja dirimu pak tua."
Genta mendengus kesal.
"ya maaf. Aku minta maaf selalu menghambat kalian."
Zen sudah merebahkan tubuhnya di atas tanah datar.
"Hei sudahlah, ini minumlah. Dengan senang hati aku akan menggendong tubuh tuamu. Kita harus segera menyusul rombongan pangeran Yosi."
Genta menyerahkan sebuah tempat air kepada Zen.
"Sekali lagi terimakasih anak muda."
Zen meminum setengah dari air yang sudah berada di tangannya.
"Pangeran dimana putri Azumi? aku kira tuan putri tadi berjalan bersama anda pangeran."
Arnius mengedarkan pandangannya.
"Dimana gadis ikan itu?"
Zora ikut memperhatikan kawan-kawanya.
"Genta bagaimana kau bisa kehilangan mereka? apa yang sedang kau pikirkan."
Arnius mendengus pelan.
"Kabut, kabut itu mengacaukan pikiranku."
Genta yang merasa kecolongan hanya bisa mengumpat dan mengusap kasar kepalanya.
"Jangan hanya melamun saja, dasar naga besar."
Keiko mengumpat kesal kemudian duduk bersila dan mulai memusatkan pikirannya.
"Kabut itu membawa mereka berdua ke sana, kabut itu mampu mempengaruhi pikiran seseorang."
Keiko kembali berucap setelah membuka kembali kedua matanya.
"Kalian tetap disini, aktifkan segel pelindung. Kin kau jaga mereka."
Tanpa menunggu jawaban, Arnius melesat meninggalkan rombongan menuju tempat yang sudah di tunjuk oleh Keiko, disusul oleh Genta.
Diantara bebatuan besar, Arnius dan Genta berhenti. Mereka berdua berdiri saling beradu punggung, saat kabut tebal mulai menutupi tempat mereka berdiri.
"Ryu kogane bakar tempat ini."
Tanpa menunggu lama, tubuh Genta sudah berubah menjadi naga emas dan menyemburkan api ke berbagai tempat. Asap mengepul di berbagai sudut, dalam sekejap kabut itupun menghilang. Bebatuan yang tadinya putih kini berubah warna menjadi hitam, bahkan ada bebatuan yang hancur karena semburan api naga emas.
"Uhuk .. uhuk ... Kami disini tuan muda."
Terdengar suara Sayuri yang terbatuk-batuk akibat terlalu banyak asap di sekitar mereka.
Arnius dan Genta bergegas mendatangi tempat mereka. Tubuh Sayuri dan Azumi terlilit akar pohon, mereka terikat pada sebuah batu besar yang menyerupai pohon. Azumi terlihat tertunduk lemas tidak sadarkan diri.
"Bagaimana kalian bisa berada di tempat ini?"
Arnius berniat melangkahkan kakinya mendekati dua perempuan yang terikat di hadapannya.
"Berhenti tuan."
Sayuri sedikit berteriak, namun terlambat. Batu besar tempat mereka diikat tiba-tiba bergerak, Arnius dan Genta segera melompat menjauh.
"Benda apa itu?"
Genta bergumam pelan sambil terus memperhatikan batu besar yang kini berubah menyerupai seekor hewan berkaki empat.
Tubuh Sayuri dan Azumi kini terikat di atas punggung hewan yang sudah berdiri di atas ke empat kakinya. Bunyi gemeratak bebatuan yang saling bersinggungan, menarik perhatian Eiji dan kawan-kawan. Kini mereka semua berkumpul tidak jauh dari Arnius dan Genta.
Suara Geraman terdengar setelah salah satu bagian tubuh batu itu bergeser kearah Arnius dan Genta.
"Itu terlihat seperti kepalanya, hewan apa itu?"
Genta kembali bergumam.
"Nona, bagaimana keadaan tuan putri?"
Arnius bertanya dengan sedikit berteriak dan mulai melayang di atas hewan besar itu.
"Tadi ada beberapa bebatuan menimpa tubuhnya saat hewan ini bergerak, hingga membuat tuan putri tidak sadarkan diri sampai saat ini."
"Genta buat hewan ini berhenti bergerak, aku akan mencoba melepaskan mereka."
"Kau pikir aku pawang hewan, tapi baiklah akan aku buat dia tertidur."
Genta mulai melancarkan aksinya, kini dia terbang di hadapan hewan yang berukuran sangat besar sambil bersiul ringan. Ditangannya terdapat sebuah apel merah yang menggiurkan. Genta terus bersiul perlahan dan mendekatkan apel merah di tangannya ke hadapan hewan besar tersebut.
Manik mata hewan yang tadinya hanya berwarna putih, kini berubah menjadi biru muda. Mulutnya sedikit terbuka seakan terlihat sedang tersenyum, lidahnya terjulur dan melahap apel yang ada di tangan Genta. Setelah ia menelan apel kecil yang hanya berukuran seperti biji bola matanya, hewan itu menguap lebar dan kini lehernya berada tepat di atas Genta.
"Ooh hewan baik, kau mengantuk bukan. Sekarang duduk dan tidurlah."
Genta yang sudah sekian lama hidup bersama para hewan di bukit konotori, mengerti apa yang diinginkan hewan besar tersebut. Genta mengusap leher hingga ke kepala, membuat hewan itu nyaman dan mulai kembali menurunkan tubuhnya ke tanah dan tertidur.
"Cepatlah obatku tidak akan berdampak lama untuk hewan sebesar ini."
Genta memberikan peringatan kepada Arnius yang masih berusaha melepaskan lilitan yang mengikat tubuh Sayuri dan Azumi.
"Aku sedang berusaha."
Arnius menjawab singkat. Eiji dan kin Raiden juga ikut membantu melepaskan ikatan tersebut, kemudian mengangkat tubuh Azumi yang masih tidak sadarkan diri menjauh dari tempat tersebut dan diikuti oleh rekannya yang lain.
"Tuan muda, bukan hewan itu yang membawa kami. Melainkan sosok iblis yang berada di dalam kabut. Dia mengikat kami di atas punggungnya hingga menyebabkan hewan itu terbangun kemudian bergerak dan beberapa reruntuhan batu menimpa kami."
Sayuri sedikit memberikan penjelasan.
"Aku akan memeriksa tuan putri."
Zora bergegas mendekat dan memeriksa tubuh Azumi.
"Hei hewan besar bagaimana tidurmu."
Genta masih mengusap punggung hewan besar itu supaya kembali tenang.
"Rupanya setiap hewan sangat suka di usap, baiklah aku akan melakukannya sesekali pada naga emas ku."
Arnius tersenyum kecil dengan melipat kedua tangannya di depan dada, ia memperhatikan setiap gerakan Genta.
"Kau ..."
Genta mendengus perlahan, namun ia hanya bisa menunduk karena memang setiap hewan sangat suka di usap, apalagi oleh tuannya.
Suara gemuruh bebatuan kembali terdengar saat hewan itu membalikkan tubuhnya dan berusaha mendekatkan kepalanya pada tubuh Arnius.
"Kau ingin aku mengusap tubuhmu juga? baiklah tapi kenapa kau bertubuh batu, seharusnya kau memiliki tubuh yang lebih lembut tidak keras seperti ini."
Tangan Arnius bergerak mengusap kepala hewan tersebut.
Tangan Arnius berhenti mengusap saat ia merasakan sesuatu yang begitu lembut. Ia kembali memeriksa setiap bagian tubuh hewan batu yang diusapnya, setiap bagian yang disentuhnya telah berubah menjadi lebih lembut dan sedikit berbulu.
"Genta kau merasakannya? tubuhnya berubah."
Arnius kembali memeriksa setiap bagian tubuh hewan besar itu.
"Ya. Lihat saja."
Arnius dan Genta bergegas menyingkir dari tempatnya semula, saat hewan besar itu mulai berdiri. Tak lama kemudian terdengar suara ringkik kuda, semua mata yang melihat kejadian itu seakan tak percaya. Hewan besar bertubuh batu kini berubah menjadi seekor kuda putih yang cantik dengan sedikit bulu pada kepalanya, serta terdapat tanduk kecil tepat di tengahnya. Ekornya yang lentik, mulai mengibas perlahan.
"Minori memberi hormat tuanku."
Seekor kuda besar berwarna putih terlihat sedikit menundukkan kepalanya di hadapan Arnius.
"Hei, aku yang mengusap mu terlebih dulu tapi kenapa kau memilih memanggilnya tuan dan bukan diriku."
Genta mendengus kesal.
"Bukankah kau juga mengabdi padanya, lagi pula dia lebih tampan daripada dirimu. Terimakasih sudah membangunkan tidur panjang ku tuan .... "
Suara lembut Minori kembali terdengar.
"Panggil aku Arnius."
"Aku lebih suka memanggilmu tuan tampan, bolehkan?"
"Terserah padamu."
Arnius bergegas pergi dari hadapan Minori untuk melihat keadaan Azumi.
"Bagaimana keadaannya?"
"Beberapa tulang tangannya mengalami keretakan, aku sudah memberinya obat dan membalut tangannya. Putri hanya perlu beristirahat."
Zora sedikit memberi penjelasan kepada Arnius. Selain pandai meracik bahan peledak, Zora adalah orang yang paling mengerti tentang obat dan racun diantara mereka semua.
"Baiklah kita beristirahat sebentar disini, siapkan tandu juga untuk tuan putri."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 180 Episodes
Comments