Setelah menunggu beberapa saat di atas Classic pearl, terdengar suara benturan disertai ledakan yang menyebabkan air pantai bergelombang dan memercik ke berbagai penjuru menyita perhatian Eiji.
"Iko tunggu di sini."
Tanpa menunggu balasan dari adiknya, Eiji melesat cepat ke tepian pantai.
Seekor elang besar terlihat sedang bertarung dengan seekor ular laut yang juga berukuran besar serta panjang. Eiji memperhatikan pertarungan itu dari jarak aman, mata Eiji menyapu seluruh daerah tepi pantai yang terdapat banyak terumbu karang serta pepohonan.
Pandangan Eiji berhenti pada beberapa kulit telur berukuran besar yang berserakan di satu tempat, terlihat juga beberapa elang yang berukuran lebih kecil sedang mengambil beberapa telur yang masih utuh serta tidak sedikit elang yang terluka dan juga ada yang telah menjadi mayat.
BAAAAM
Kembali ledakan tenaga dalam terdengar dan membuat tanah pasir di sekitar pantai itu berguncang. Beberapa bekas cakaran terlihat di tubuh ular laut, bulu-bulu elang yang terlepas mengambang di atas permukaan air laut. Bagian dada burung elang terlihat robek karena gigitan dan lilitan ular.
"Ular siluman kau benar-benar biadab."
Gumam Eiji setelah menyadari ular laut yang telah mengobrak-abrik beberapa sarang burung dan memangsa telur-telur itu, tidak sedikit elang yang terluka dan mati.
"Ular bodoh, aku bersusah payah merawat mereka dan sekarang kau memangsa mereka. Aku akan membunuhmu."
Teriakkan Ciyome yang keras terdengar jelas oleh Eiji walau jarak mereka masih begitu jauh.
"Hei nona berhenti kau bisa terluka, kau bantu saja elang yang masih selamat. Aku akan mengurus ular itu."
Eiji menyentuh pundak Ciyome dan menghentikannya.
"Jika anda ingin mengurus ular itu kenapa masih saja berdiri dan melihat dari tempat ini."
Ciyome mendengus kesal.
Eiji menarik pundak Ciyome dan membawanya terbang menjauhi tempat itu, saat semburan bisa ular laut hampir mengenai tubuh mereka. Elang besar itupun terlihat gesit menghindari setiap semburan bisa ular yang mematikan.
Eiji mengayunkan tangannya seketika tekanan udara yang besar menerpa tubuh ular dan membuatnya terlempar cukup jauh.
"Aku lihat tubuhmu sudah di penuhi luka, bolehkah aku menggantikan mu menghabisi monster itu?"
Eiji menatap mata elang meminta persetujuannya.
Luka di dada elang masih saja mengeluarkan darah. Belum lagi sayap nya yang sudah tidak bisa berfungsi dengan baik, serta kakinya yang terluka cukup sulit untuk menopang tubuhnya. Hal itu membuat elang besar tersebut terduduk di tanah dan sedikit mengangguk seolah mengiyakan permintaan Eiji.
Eiji kembali mengibaskan tangannya membuat beberapa pisau angin terbang menebas tubuh ular yang sudah kembali berdiri. Dengan sedikit tenaga yang masih tersisa, monster ular berusaha menghindari pisau angin yang terbang kearahnya.
Tubuh ular kembali menyemburkan bisa dan berusaha melilit tubuh Eiji. Setelah ular itu berhenti menyemburkan bisa, Eiji memadatkan udara di sekitar mereka dan membuat gerak ular itu terhenti. Seketika puluhan pisau angin menyayat sekujur tubuh siluman ular dan membuatnya terpotong menjadi beberapa bagian.
"Maaf aku terlambat menolong, banyak temanmu yang terluka dan terbunuh."
Eiji menunduk di hadapan Elang besar itu.
"Washita, namanya Washita. Dia pemimpin dari kawanan elang di sini."
Ucap Ciyome yang sudah membersihkan luka-luka di tubuh elang besar itu.
"Washita baru saja kembali dari sebuah misi beberapa hari yang lalu dan ia kembali dengan beberapa luka dalam. Tubuhnya belum sepenuhnya pulih sehingga wajar dia kalah saat ini."
Ciyome kembali berkata tanpa menghentikan kegiatannya membersihkan luka-luka itu.
"Biar aku bantu menghentikan pendarahan luka itu nona."
Ucap Keiko yang sudah ikut berjongkok di samping Washita. Keiko membekukan beberapa luka di tubuh Washita kemudian menyalurkan energinya untuk mengurangi rasa sakit serta menyembuhkan luka dalam burung besar itu.
"Washita maaf aku datang terlambat, biarkan kami membantu kawanan mu."
Sandayu yang juga mendengar suara pertarungan sebelumnya, kini sudah berdiri tidak jauh dari Washita.
Setelah semua yang dilakukan Keiko, membuat tubuh Washita bisa berdiri kembali. Elang besar itu kemudian mendekati Eiji dan sedikit membungkukkan tubuh di hadapannya. Eiji membalas dengan membungkukkan tubuhnya lebih dalam.
"Terimakasih atas pertolongan anda tuan, silahkan bergabung dengan yang lainnya. Kami yang akan mengurus semuanya di sini."
Sandayu sedikit membungkuk di hadapan Eiji.
"Tidak perlu seperti itu senior, saya hanya kebetulan berada di sini dan sudah sewajarnya kita saling membantu."
Ucap Eiji dengan sedikit membungkuk kemudian pergi meninggalkan tempat itu bersama yang lainnya.
Usai perjamuan Sandayu meninggalkan Naoki beserta anggotanya yang tengah duduk beristirahat di salah satu bangunan miliknya. Naoki memilih untuk tidur di dalam kamar yang telah di sediakan.
Sementara Azumi dan Keiko memilih untuk berendam air panas menghilangkan lelah sesaat. Tersisa Arnius, Eiji serta Genta yang hanya duduk dan berbincang di teras karena yang lainnya memilih untuk kembali ke atas Classic pearl mempersiapkan semua hal untuk perjalanan berikutnya.
"Ayah, pemuda itu memilikinya, aku merasakannya."
Ucap seorang pemuda yang berdiri di samping Sandayu, di sebuah ruangan.
"Tidak ayah, aku tidak ingin adik pergi."
Ciyome berlutut di hadapan Sandayu, air mata mulai menetes dari sudut matanya.
"Kita sudah membahas hal ini bahkan sebelum ibu kalian meninggal. Suatu saat hal seperti ini pasti terjadi, jadi Yome kau harus melepaskan adikmu. Kalian masih bisa bertemu bukan."
Suara Sandayu mulai bergetar menahan sesak di dada.
"Dia harus menunjukkan liontin itu, baru aku bisa yakin bahwa dia benar-benar memilikinya."
Ciyome yang semakin terisak mencoba mengatur kembali nafasnya serta menghapus sisa air mata di wajahnya.
"Aku akan menemuinya dan membawanya ke tebing tinggi, tunggu aku di sana Kin."
Ciyome pergi meninggalkan ruangan itu.
"Kin ingatlah, seberapa jauh kau pergi. Kau masih punya tempat kembali. Ini adalah rumah mu. Walau begitu banyak orang menghujat dan menyakiti dirimu, kami disini akan selalu menyayangimu. Meskipun kau bukan darah daging ku tapi kau tetap putraku. Kami merawat mu tanpa meminta imbalan apapun, karena aku dan ibumu tulus menyayangi dirimu. Pergilah ke tebing tinggi temui dia, aku akan menyusul."
Sandayu menepuk pelan pundak putranya. Kin membungkuk hormat sebelum pergi meninggalkan Sandayu.
Ciyome sudah berdiri di teras, matanya menatap tajam ketiga pemuda yang sedang duduk bersama.
"Maaf mengganggu waktu istirahat anda sekalian, Washita ingin menunjukkan sesuatu kepada anda. Jika anda berkenan tolong ikuti aku ke tebing tinggi."
Ucap Ciyome yang sudah berdiri tidak jauh dari mereka.
"Baiklah aku akan mengikuti mu."
Sahut Eiji pelan.
"Apakah anda tidak keberatan jika aku ikut serta? Aku kakaknya, dan aku bertanggung jawab atas dirinya."
Arnius berucap pelan.
"Silahkan."
Jawab Ciyome singkat. Suara siulan terdengar nyaring dari bibir Ciyome, seketika turun seekor elang hitam tepat di tengah halaman. Ciyome menaiki punggung elang hitam itu dan membawanya terbang diikuti Eiji, Arnius dan Genta.
Mereka turun di sebuah tebing batu yang luas, yang terlihat seperti tempat latihan. Terlihat Washita bersama beberapa kawanannya bertengger di atas bebatuan. Seketika pandangan Genta tertuju pada sosok pria muda seumurannya yang selalu berada tidak jauh dari Ciyome sejak ia dan kawan-kawan nya tiba di tempat itu. Bagi Genta ada sesuatu dalam diri pria tersebut yang menarik perhatiannya.
"Bukan Washita yang ingin bertemu dengan adikmu Ar."
Genta berucap pelan dan mulai berjalan mendekati Kin.
"Siapa kau? tunjukan wujud aslimu. Jangan macam-macam dengan adik tuanku."
Ucap Genta ketus.
"Aku akan menunjukkan wujud asliku jika tuanku menginginkan diriku."
Kin menjawab dengan santai.
"Nona apa yang kau inginkan?"
Eiji memandang kearah Ciyome.
"Apa kau benar memiliki liontin itu?"
Tanya Ciyome singkat.
Eiji tidak mengerti apa yang dimaksud oleh gadis itu, ia kembali memandang Arnius dan Genta bergantian.
"Aku memiliki Hijiriishi, batu suci. Dan kau memiliki..."
Arnius tidak melanjutkan ucapannya saat Eiji mulai mengerti apa maksud ucapannya.
"Sukaijeido, Giok langit."
Eiji berucap pelan.
"Tunjukan." Ciyome sedikit berteriak.
Eiji memejamkan matanya, cahaya terang menyelimuti lehernya dan menampilkan sebuah kalung perak berhiaskan batu biru terang.
"Kin Raiden memberi hormat."
Kin terlihat membungkuk di hadapan Eiji, tubuhnya mulai di tumbuhi bulu-bulu berwarna merah dengan sedikit warna emas di atas kepala serta sayapnya. Tubuh Kin berubah menjadi seekor Phoenix seutuhnya.
Washita dan kawanannya yang tadinya hanya berdiri kini ikut membungkuk di hadapan Eiji.
"Tidaaaak."
Teriakkan Ciyome memecahkan kesunyian di tempat itu. Ciyome jatuh terduduk dan hanya menangis terisak.
"Tolong kembali ke wujud mu semula."
Pinta Eiji.
Seketika tubuh Phoenix besar itu kembali menjadi seorang pemuda yang masih dalam posisi membungkuk.
"Berdirilah, dan tolong tenangkan kakakmu."
Eiji kembali berucap.
Ciyome memeluk tubuh adiknya, suara Isak tangisnya semakin menjadi.
"Kau kin adikku, bukan Raiden si pembawa petir."
"Yome tenanglah, kau harus menerima kenyataan ini."
Ucap Sandayu yang baru saja menapakkan kakinya.
"Dia putraku, adik Ciyome. Dia memang bukan darah dagingku, namun kami sangat menyayanginya seperti halnya Ciyome. Aku tahu saat seperti ini memang pasti terjadi, namun aku harap kau tidak menyakitinya."
Sandayu membungkuk di hadapan Eiji.
"Tidak perlu seperti itu Master, kami akan berteman dan saling menjaga."
Ucap Eiji yang membalas dengan membungkuk lebih dalam.
Kin berjalan mendekati Eiji kemudian menyayat telapak tangannya hingga mengeluarkan darah.
"Berikan tangan mu." Kin menyodorkan tangannya yang berdarah.
"Untuk apa?"
Eiji sedikit kebingungan.
"Kau tidak menginginkan diriku? tidak ingin terikat dengan ku?"
Tanya Kin keheranan.
"Perjanjian darah, jika pemilik liontin arwah tidak melakukan perjanjian berarti mereka tidak saling terikat hidup dan mati. Namun bagi kami binatang ilahi jika sudah bertemu dengan pemilik liontin arwah, maka kekuatan dan masa hidup kami akan berkurang secara terus menerus hingga mati mengenaskan karena tidak di inginkan."
Ucap Genta menjelaskan.
"Ryu kogane, kau tidak menjelaskan hal itu kepadaku."
Arnius geram dan berteriak lantang setelah mendengar penjelasan Genta.
"Ryu kogane memberi hormat."
Seketika suara Genta terdengar berat saat bersimpuh di hadapan Arnius.
"Berikan tanganmu."
Tanpa menunggu Arnius menyambar tangan Genta dan membuat sayatan begitupun di tangannya, kemudian ia menyatukan kedua telapak tangan mereka. Genta mulai menyalurkan energinya hingga darahnya tercampur kedalam tubuh Arnius. Arnius berteriak saat hawa panas mulai menyelimuti seluruh tubuhnya.
Eiji melihat semua yang dilakukan kakaknya, dan menoleh kearah Kin yang masih mengulurkan tangannya yang penuh darah. Eiji menyayat tangannya dan menempelkan pada tangan Kin.
"Lakukan."
Ucap Eiji pelan. Seketika tubuh Eiji terguncang saat puluhan atau bahkan ratusan petir terasa menyambar tubuhnya setelah Kin menyalurkan energinya disertai penyatuan darah mereka.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 180 Episodes
Comments