Rasa tenang dan nyaman membuatku betah di sini. Sekarang aku mengerti mengapa Cassie selalu pergi ke tempat ini setiap jam istirahat. Tempat yang sunyi tanpa kebisingan serta dikelilingi oleh orang yang juga berniat sama, menjadi nilai tambah dari perpustakaan itu tersendiri.
Setelah otak terisi dengan rumus-rumus dan materi pelajaran, kami pun saling mengobrol mencairkan suasana.
“Kau pernah ikut olimpiade sebelumnya?” tanyaku. “Iya. Aku pernah melihat wajahmu sebelum kita saling bertemu di kelas yang sama.” jawabnya. “Aku juga melihatmu waktu itu. Sekarang kita mengikuti olimpiade ini lagi, ya…” ucapku sambil tersenyum kepadanya. Kemudian aku bertanya kembali kepadanya.
“Kau suka sekali dengan fisika?” tanyaku penasaran. “Tentu.” jawabnya dengan senyuman manis di bibirnya.
“Sayang sekali di sini belum ada klub sains.” ucapku pelan. Lalu Cassie menjadi tersentuh dan menundukkan kepalanya. Aku yang melihatnya menjadi kelabakan dan merasa bersalah atas ucapanku barusan.
“Tapi tidak apa. Apakah kau mau bergabung dengan klubku?” ajakku sambil menenangkannya. “Tapi aku tidak pandai berbaur.” tuturnya pelan dan rasa gundah terlukis jelas di wajahnya.
“Tak masalah. Kami juga sangat fokus saat belajar. Jadi tidak ada yang terlalu memperhatikan.” jelasku kepadanya dengan tenang. Dia hanya terdiam memikirkannya. Lantas aku mengajaknya kembali dengan sungguh-sungguh.
“Jadi, apakah kau ingin bergabung klub matematika?”
“Akan kupikirkan dulu. Terima kasih atas ajakanmu.” jawabnya tersenyum. Aku membalasnya serupa.
“Tidak kusangka kau akan seakrab ini.” cetusku cengengesan kepadanya. Lantas ia tertawa kecil sambil menutupi mulutnya dengan tangan.
“Jelas. Karena kita teman, kan?” ucapnya tersenyum canda kepadaku. “Aku hanya malu jika berbicara dengan orang yang menurutku asing.” tambahnya.
“Tapi itu hanya sifat dan sifat itu dapat diubah, kan?” cakapku kepadanya.
“Iya. Kalau begitu mohon bantuannya, ya!” ucapnya semangat. Aku pun membalasnya dengan menganggukkan kepalaku seraya terseyum.
Aku melihat jam dinding dan ternyata jam istirahat akan segera berakhir. Lalu aku mengajaknya untuk kembali ke kelas. Setelah menaruh kembali buku-buku tersebut ke tempatnya, kami berjalan keluar dari perpustakaan.
Selama kami melangkahkan kaki di lorong yang cukup ramai ini, Cassie hanya terdiam dan kepalanya sedikit tertunduk dengan buku-buku tulisnya yang berada di pelukannya. Aku yang mengikutinya dari belakang melihatnya seperti menggunakan topeng. Keadaan berubah seratus delapan puluh derajat.
“Lebih baik aku ikuti saja alurnya.” ucapku dalam hati.
Aku lebih memilih diam daripada berusaha untuk berbicara dengannya. Sepertinya ia melakukan ini supaya tidak mencuri perhatian banyak orang. Aku juga tidak mau keakraban kami menjadi sebuah kesalahpahaman yang dibesar-besarkan. Saat kami berada di depan kelas aku membiarkannya masuk terlebih dahulu lalu baru disusul denganku beberapa saat kemudian.
“Aku tidak mau menjadi bahan pembicaraan dua kecoak itu.”
Tak lama kemudian bel pelajaran pun berbunyi. Freda dan Hart yang masih kebingungan dan penasaran lantas datang menghampiriku.
“Kau darimana saja?” tanya Freda cemas. “Kukira kau kembali ke ruang angkasa.” sindir Hart. Aku yang sedikit panik dan keringat dingin tidak tahu bagaimana menjawabnya. Sementara itu Cassie dengan tenangnya duduk di bangkunya seolah-olah tidak mengetahui apa-apa.
“A—Aku hanya…” ucapku gugup.
“Hmm… Mencurigakan.” tutur Freda sambil memelototi diriku.
“Aku dari pe—”
Perkataanku terpotong ketika guru kami memasuki kelas. Kami pun kembali ke tempat duduk masing-masing. Namun rasa penasaran yang kuat masih membayang-bayangi diri mereka.
Bersambung~
Sekiranya jika cerita ini seru dan menarik, mohon berkenan untuk setia mendukung dan sebar luaskan ke pembaca lainnya:)
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 200 Episodes
Comments