Tidak seperti biasanya diriku yang dapat bergaul dengan siapapun dengan normal. Namun kali ini tidak seperti demikian. Rasa canggung hadir di antara kami berdua. Aku yang bingung harus berkata apa terus berpikir mencari topic pembicaraan. Sedangkan Cassie masih saja menunduk dengan buku tersebut dipelukannya.
“Kau suka matematika?” tanyaku malu kepadanya. Aku seperti orang bodoh yang tidak tahu harus berkata apa.
“Iya…” jawabnya lemah lembut. Aku menjadi penasaran dengan perkataanya barusan. “Kau tidak ikut klub matematika?” tanyaku lagi. Tidak ada kontak mata di antara kami. Tatapan kosong ke gerbang sekolah, itulah yang kami lihat bersama. Lalu ia membalas pertanyaanku dengan menganggukkan kepalanya.
“Kenapa?” Nada suaraku tidak seperti biasanya. Tanpa sadar aku berbicara dengan sangat pelan dan sopan kepadanya. Mungkin saja ini adalah reflekku karena aku seperti berbicara dengan orang yang benar-benar asing. Jauh berbeda tidak seperti ketika aku berbicara dengan Hart dan Freda.
“Aku tidak memiliki teman…” ucapnya pelan dan sedih. Aku menjadi merasa tidak enak kepadanya. Lantas aku mengajaknya untuk berteman denganku.
“Kalau begitu, maukah kau berteman denganku?”
“K—Ka—Kau yakin? tanya Cassie kepadaku dengan gugup dan matanya yang berkaca-kaca. “Iya.” jawabku tersenyum kepadanya. Aku tidak mengerti mengapa iya menanyakan seperti itu. Kemudian pertanyaan terbenak di kepalaku.
“Apa tidak ada yang mengajaknya berteman sama sekali?” Kemudian Cassie membalasku.
“Baiklah, teman.” ucapnya dengan senang dan tersenyum bahagia kepadaku.
Ekspresinya yang tidak terduga membuatku terkejut sekaligus senang. Tetapi tidak lama kemudian ia menundukkan kepalanya lagi dan bermurung sedih. Sontak membuatku terkejut dan merasa bersalah.
“Tapi aku tidak bisa banyak berkata ketika ramai.” tuturnya halus.
“Tidak apa. Bicaralah kepadaku di saat kau ingin melakukannya.” balasku tersenyum menenangkannya. “Kau sering ke perpustakaan, kan? Kau bisa bicara denganku di sana.” tambahku gugup.
“Iya.” jawabnya dan wajahnya kembali senang. Tetapi rasa penasaranku tiba-tiba membayangi benakku.
“Apa kau benar-benar tidak punya teman satu pun?” tanyaku kepadanya. Seketika ia menjadi terdiam dan murung kembali. Aku lagi-lagi merasa bersalah dan berusaha menenangkannya kembali.
“Bu—Bukan begitu maksudku. M—Maaf ucapanku lantang.” lanjutku. Kemudian Cassie menarik napas dan menjawab pertanyaanku dengan tersenyum.
“Iya. Aku selalu menyendiri sedari kecil.” jawabnya sedikit malu. Sontak aku pun terkejut mendengarnya. Aku tidak bisa berkutik sedikit pun. Aku tidak ingin menyinggung perasaannya lagi. Hari sudah semakin larut dan langit sudah berwarna jingga kemerahan. Lalu aku berpisah dengannya.
“Sampai jumpa.” ucapnya halus sambil tersenyum.
Aku membalasnya juga demikian. Aku yang masih berada di pintu gedung sekolah melihatnya berjalan sembari pandanganku yang semakin samar dibutakan oleh jarak. Aku masih memikirkan kejadian yang tidak terduga ini. Sepertinya aku bisa membantunya untuk mulai membaur dengan orang lain dengan perlahan-lahan.
“Ekhem.” Suara yang tidak asing itu terdengar dari belakangku.
“Freda?” ucapku sambil terkejut.
“Sudah mulai akrab, ya?” sindir Freda sambil cengengesan. Kali ini aku terkejut bukan main.
“K—Kau melihatnya?” tanyaku gugup kepadanya. Ia hanya menanggapinya dengan tersenyum senang. Saat itu juga aku menjadi malu dengannya.
“Tidak perlu dipikirkan. Yah… gelombang anak muda, tidak bisa dihindari.” lontarnya berlagak bijak.
“B—Baiklah…” jawabku berusaha tenang.
Namun tidak semudah itu aku menghilangkan rasa malu itu. Di saat yang sama aku cemas dengan mulutnya yang selalu berciut. Aku takut kejadian barusan dijadikan bahan omongannya. Aku hanya bisa berharap dalam hati agar Freda tidak membicarakan yang aneh-aneh tentangku dan Cassie.
“Semoga mulutnya tidak bertingkah.”
Bersambung~
Sekiranya jika cerita ini seru dan menarik, mohon berkenan untuk setia mendukung dan sebar luaskan ke pembaca lainnya :)
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 200 Episodes
Comments