Suasana ramai di lorong mengiringi langkah kakiku menuju perpustakaan. Selama perjalanan aku masih memikirkan kejadian yang baru saja terjadi. Padahal tidak lama lagi aku juga harus mengikuti olimpiade matematika, tetapi apa boleh buat. Aku tidak tega melihatnya.
Sesampainya di perpustakaan aku menghampiri penjaga perpustakaan dan bertanya letak buku-buku matematika. Setelah itu aku pergi menuju tempat yang dimaksud. Nampak Cassie yang sedang konsentrasi duduk belajar di meja perpustakaan sendiri. Saat aku meraih buku-buku tersebut pikiranku kosong dan tidak sengaja menjatuhkan buku. Untung saja tidak orang ada yang mengalihkan pandangan kepadaku.
Aku pun mengambil buku tersebut. Saat aku melihat Cassie dari kejauhan, ternyata ia juga sedang memandangaiku. Seketika suasana menjadi canggung dengan mata kami yang saling bertatapan. Lantas kami saling memalingkan kepala tersipu malu. Sebuah lampu terang seketika terlintas di kepalaku.
“Lebih baik aku belajar di sini saja.” gumamku dalam hati. Kurasa belajar di sini cukup nyaman apalagi tidak ada dua serangga penggangu yang dapat menggangguku kapan saja. Aku pun pergi menghampiri Cassie yang sibuk belajar sambil membawa beberapa buku.
“Apa boleh aku duduk di sini?” tanyaku sungkan.
“I—Iya. Silahkan.” jawabnya gugup.
Aku pun duduk berhadapan dengan Cassie. Salam senyum tak luput kucurahkan kepadanya. Namun suasana seketika menjadi kikuk dan tidak ada topik pembicaraan yang ingin kubicarakan. Lebih baik aku juga fokus belajar dan tidak mengganggunya. Tetapi aku lupa bahwa aku tidak membawa alat tulis dan buku tulis sama sekali, sehingga aku tidak dapat mencatatnya.
Aku yang ingin meminjam pulpen menjadi salah tingkah. Aku tidak tahu harus berkata seperti apa. Untungnya Cassie mengerti maksudku meskipun perangaiku sedikit memalukan.
“K—Kau… butuh pulpen?” tanya Cassie dengan nada pelan dan gugup.
“Iya. Boleh kupinjam?”
“Silahkan…”
Setelah mengambil pulpen pemberiannya aku pun menulis beberapa rumus penting yang tidak terdapat di buku pelajaran biasa. Aku menulisnya di telapak tanganku. Lagi-lagi Cassie yang melihatku begitu langsung meminjamkan buku tulisnya. Padahal aku tidak ada bermaksud seperti itu.
“Maaf… Ini aku pinjamkan buku tulis.” tuturnya halus sambil memberikan buku tersebut kepadaku.
“Terima kasih, nanti akan ku kembalikan setelah kusalin.” ucapku.
Kemudian kami belajar untuk persiapan olimpiade sesuai mata pelajaran kami masing-masing. Buku-buku tebal berisikan rumus fisika menjadi santapan Cassie saat ini. Tidak jarang juga kami saling membantu satu sama lain dan membahas soal bersama-sama. Tanpa kami sadari suasana kami menjadi cair dan tidak ada rasa canggung yang menghantui.
Sementara itu Freda, Hart, dan Milard masih berada di kantin.
“Ah… Akhirnya kenyang…” ucap Freda mengusap-usap perutnya dan diikuti dengan sendawa setelahnya. “Ayo kita kembali ke kelas!” ajak Hart kepada mereka. Sedangkan waktu istirahat masih cukup lama. Milard berusaha untuk mengulur waktu agar mereka tidak kembali ke kelas. “Bagaimana kalau kita mengobrol di sini dulu?”
“Ayolah aku ingin kembali ke kelas.” cakap Freda memaksa. Akhirnya mereka pun berjalan menuju kelas. “Maafkan aku, Adelard.” gumam Milard sambil menghela napas.
“Ada apa, Milard?” tanya Hart penasaran.
“Bukan apa-apa.”
Sesampainya di kelas mereka bertiga terkejut ketika melihat bangkuku yang kosong dan hanya ada buku-buku dan alat tulis yang berantakan di atas meja. Sontak mereka menjadi kebingungan. Sepatah kata terlontarkan dari mulut Hart.
“Loh kok ilang?”
Bersambung~
Sekiranya jika cerita ini seru dan menarik, mohon berkenan untuk setia mendukung dan sebar luaskan ke pembaca lainnya :)
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 200 Episodes
Comments