Semangat para murid sudah telihat dan terdengar jelas dari gerbang sekolah. Aku segera bergegas menuju kelas sebelum bel berbunyi. Kejadian tadi membuatku berangkat sedikit terlambat dari biasanya. Tak lama kemudian bel masuk berbunyi. Untungnya aku masih sempat masuk ke dalam kelas terlebih dahulu.
Jam pelajaran yang pertama adalah matematika. Liburan musim panas selama sebulan kemarin membuatku belum dapat berkonsentrasi penuh terhadap materi yang diajarkan. Suasana ceria saat liburan masih menghantui diriku. Mungkin hal yang sama juga dirasakan oleh teman-temanku. Lantas aku mendengar suara mendengkur dari belakangku.
“Sudah kuduga.” gumamku dalam hati saat menoleh ke belakang dan terlihat Hart yang sedang tertidur pulas.
Tidak lama kemudian guruku melihatnya. Lantas ia menghampiri Hart sembari membawa penggaris papan tulis di genggamannya. Semua orang menjadi tertuju kepadanya. Seketika situasi menjadi hening ditambah lagi dengan guruku yang sedang gusar menambah ketakutan kami.
“Oi! Masih pagi udah tidur aja.” tegas guruku menghadap Hart.
Seketika Hart terbangun dan mengelap mulutnya yang dipenuhi dengan air liur. “Untuk kali ini kumaafkan.” tambah guruku. Kemudian ia pergi ke depan kelas dan melanjutkan pembelajaran
Materi pertama di tahun ajaran baru ini adalah persamaan lingkaran. Otak kami yang masih santai dan belum “dipanaskan” membuat satu kelas menjadi kebingungan dan pusing melihatnya. Terlihat teman-temanku kebanyakan yang tidak memperhatikan dan sibuk sendiri dengan dunianya masing-masing.
“Baiklah ada yang ingin ditanyakan?” tanya guruku setelah menjelaskan panjang lebar. Kelas kami menjadi hening seketika. “Baiklah kalau tidak ada. Tugas hari ini kerjakan latihan satu halaman tujuh.” ujarnya kepada kami.
“Baik, Pak.” balas kami semua serentak.
“Sekarang Bapak ada urusan. Harap kumpulkan nanti sebelum jam istirahat selesai.” tutur guruku. “Harap tenang sampai jam pelajaran selesai, ya.” tambahnya sambil berjalan menuju pintu kelas.
Setelah suara langkah guruku menghilang tiba-tiba suasana kelas menjadi keruh dan ribut karena tidak ada yang mengerti. Namun tidak begitu dengan Cassie yang sepertinya sudah mengerjakan dari tadi. Kemudian datanglah seorang temanku menghampiri Cassie dan berucap gugup.
“Cassie, bolehkah aku…” tanya teman sekelasku dengan pelan dan ketakutan. “Apa?” balas Cassie datar dan menatapnya balik. “Ti—Tidak jadi.” jawab temanku itu dengan penuh ketakutan dan pergi kembali ke tempat duduknya. Kemudian Cassie melanjutkan mengerjakan tugasnya.
“Seseram itukah perempuan itu?” tanyaku heran kepada Hart dengan sangat pelan.
“Iya. Karena ia selalu menyendiri sehingga banyak orang yang tidak berani berbicara kepadanya.” jelas Hart kepadaku dengan tangannya yang menutup sebelah agar tidak terdengar oleh Cassie yang sedang fokus. Aku menjadi heran dengan anggapan mereka.
“Padahal waktu itu kulihat ia sangat baik.” desisku dalam hati.
“Adelard, tolong bantu aku mengerjakannya.” pinta Hart memohon kepadaku.
“Ish! Kau kerjakanlah sendiri.” balasku risih sembari memahami materi itu kembali. Namun Hart terus saja memaksaku.
“Ayolah, Adelard. Tidak baik kau gunakan otakmu untuk diri sendiri. Ajarilah aku.” bujuknya serius sambil mendorong-dorong bahuku. Aku yang tidak tahan dengan perangainya akhirnya pasrah dengannya.
“Baiklah, baiklah…” sahutku kepadanya
“Nah begitu dong…” seloroh Hart kemudian bercanda. Aku hanya bisa menghela napas melihat tingkahnya yang seperti anak kecil.
Akhirnya aku membantunya dan mengerjakan bersama-sama. Saat itu juga beberapa temanku datang menghampiri kami dan ingin mengerjakan tugas bersama. Lantas aku terkejut melihat mereka yang berbondong-bondong datang kemari. Aku yang sedikit terkejut lagi-lagi hanya bisa pasrah daripada mencoba mengelak yang justru malah memperkeruh suasana.
“Huft… Kok jadi rame?” tanyaku pelan sambil menghela napas.
Bersambung~
Sekiranya jika cerita ini seru dan menarik, mohon berkenan untuk setia mendukung dan sebar luaskan ke pembaca lainnya :)
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 200 Episodes
Comments