Langit gelap mengambang di langit tepat saat bel pulang berbunyi. Tak lama kemudian hujan turun dengan derasnya. Tak disangka hari yang awalnya sangat cerah tiba-tiba berubah drastis menjadi gelap hanya dalam hitungan menit. Untung saja hari ini aku membawa payung di dalam tasku.
Saat aku pergi menuju pintu depan gedung sekolah, aku melihat Cassie sedang berdiri termenung diam dengan kepalanya yang mengarah ke langit melihat awan-awan yang bergemuruh. Sepertinya ia tidak membawa payung. Aku pun datang menghampirinya.
“Cassie, kau tidak bawa payung?” tanyaku kepadanya. Kemudian ia menundukkan kepalanya dan mengangguk kepadaku. Ekspresinya yang tersipu malu terpampang jelas di wajahnya. Namun tidak ada sepatah kata pun keluar dari mulutnya. Aku yang merasa tidak enak kemudian meminjamkan payungku kepadanya.
“Ini… Ku pinjamkan payungku.” ucapku sambil memberi payung kepadanya. Saat itu juga wajahnya terangkat dan memandangiku. Wajahnya yang polos membuatku sedikit malu untuk terus menatapnya. Saling bertatapan wajah cukup lama membuat suasana menjadi sangat canggung. Lantas aku berucap agar situasi tidak dingin sepenuhnya.
“T—Tidak masalah. Aku masih ada urusan di sini. Kuyakin sebentar lagi hujannya akan reda.” tuturku pelan kepadanya. Kemudian Cassie membalasku dengan tersenyum.
“Terima kasih.”
Sontak aku langsung terkejut mendengarnya. Suaranya yang sopan dan halus membuat yang mendengarnya merasakan kehangatan dari tiap huruf demi huruf yang ia katakan. Alunan tuturnya dengan sopan masuk ke telingaku. Aku masih syok tidak percaya. Baru pertama kalinya aku mendengar suaranya yang halus seperti seorang biduan ayu. Lalu aku membalasnya pula dengan tersenyum kepadanya.
Setelah itu Cassie pergi meninggalkanku dengan payung yang aku pinjamkan. Langkahnya yang anggun dengan payung digenggamannya membuatku selalu memandanginya langkah demi langkah. Aku hanya bisa terduduk diam di pelataran koridor sekolah seraya menunggu hujan reda. Tiba-tiba terdengar suara perempuan mengagetkanku dari belakang.
“Apa yang kau lakukan di sini, Adelard?” tanya seseorang dari belakangku yang ternyata adalah Freda. “Menunggu hujan reda.” jawabku sambil melihat tetesan air yang menggoyangkan dedaunan pohon yang berada jauh di depanku. “Kau sendiri sedang apa?” lanjutku bertanya.
“Aku baru saja selesai mengerjakan tugas tambahan di ruang guru.” balasnya sambil menadahkan tangannya ke air yang menetes dari atap gedung. “Kau tidak bawa payung?” tanya Freda kepadaku. “Aku meminjamkannya kepada Cassie.” jawabku tenang. Kami menghabiskan waktu dengan mengobrol bersama.
“Aku iri dengannya…” cetusnya pelan. Aku tidak paham dengan perkataan yang baru saja ia katakan.
“Iri? Kenapa?” tanyaku bingung.
“Ti—Tidak. Bukan apa-apa.” jawabnya. “Kau selalu berkata begitu sejak pagi.” balasku yang merasa ada sesuatu yang aneh dengan dirinya.
“Ayolah. Suatu saat kau akan mengerti.” tuturnya tersenyum cengengesan.
“Terserah kau sajalah…” Aku tidak ingin melanjutkannya karena membuatku pusing.
“Oh iya, lain kali kau pinjamkan aku payung juga, ya.” cetus Freda bercanda kepadaku. “Untuk apa?” tanyaku heran kepadanya. “Adelard…” sahutnya mendorong-dorong bahuku sembari merengek seperti anak kecil. Dorongannya semakin kuat dan membuat kepalaku pusing.
“Hen—tikan. Kep—Kepalaku pusing…” ucapku dengan pandangan buyar berkeliling.
Tak lama kemudian cuaca mulai reda. Akhirnya kami berpisah dan pulang menuju rumah masing-masing.
“Wah, sudah reda. Aku duluan, ya!” cakapnya semangat kemudian berlarian girang meninggalkanku.
“Sampai jumpa!” lontarku. Aku kehabisan akal dibuatnya. Entah apa yang terjadi padanya aku tidak paham sama sekali. Lantas terlontar satu pertanyaan dibenakku mendadak heran.
“Dia tidak sedang kesurupan, kan?”
Bersambung~
Sekiranya jika cerita ini seru dan menarik, mohon berkenan untuk setia mendukung dan sebar luaskan ke pembaca lainnya :)
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 200 Episodes
Comments