Suasana ramai orang-orang dengan gelak tawa dan obrolan menghangatkan atmosfer kelas. Aku yang baru saja membereskan tempat makan dan teringat siapa pemiliknya menjadi kebingungan. Tak lama kemudian salah satu temanku datang menghampiri kami.
“Hart, ini titipanmu.” ucapnya sambil memberikan roti isi kepada Hart. “Terima kasih, Freda.” balasnya. Kemudian Freda menceritakan kejadian saat dirinya berada di kantin tadi.
“Oh iya. Apakah kau tahu? Tadi saat aku berada di kantin sepertinya ada kejadian sesuatu, tapi aku tidak sempat melihatnya.” cetusnya kepada kami sambil kebingungan. Aku yang sedang duduk di bangkuku hanya menyimaknya dan berpura-pura tidak tahu.
“Sejak kapan kau punya tempat makan perempu—” tanyanya dengan penuh penasaran dan seketika aku menjadi malu setelah mendengarnya. Sontak mulutnya tersenyum licik melihat tempat makan berwarna merah muda itu di tanganku.
“Walah-walah. Sepertinya aku mengerti sekarang.” celetuk Freda dengan bibirnya tersenyum sindir kepadaku. Aku pun lelah dengan tingkah mereka yang selalu menyayung diriku.
“Sudahlah, jangan diungkit terus!” tegasku kepadanya. Lantas Freda sedikit terkejut setelah melihat tempat makan yang ku gunakan barusan.
“Eh? Sepertinya aku tahu tempat makan itu.” ucap Freda kepadaku. Lalu aku menjadi penasaran. “Kau tahu ini milik siapa?” tanyaku. “Kalau tidak salah itu punya Aracelly Emery, anak kelas 11C.” tuturnya sambil menggaruk-garuk kepalanya.
“Kau mengenalinya?” tanyaku penasaran. Sontak Freda menjadi geregetan melihat tingkahku yang amat polos.
“Apa saja yang selama ini kau lakukan di sekolah sampai tidak tahu apa-apa?” balas Freda bertanya kembali kepadaku dengan menaikkan nada suaranya. Hart masih sibuk dengan roti isi yang sedang ia santap. “Hart bantu aku menjelaskannya.” ujar Freda sedikit kesal.
“Dwia iwtu adwalah anyak eskwul klyub drawm—” Suara Hart yang berbicara sambil mengunyah tidak dapat ku mengerti sama sekali. “Telan dulu makananmu, Bos!” tuturku kepadanya dengan nada kesal. Setalah ia menelan makanannya lalu ia melanjutkan penjelasannya.
“Dia adalah anak klub drama. Banyaknya prestasi yang ia raih selama bersekolah di sini membuatnya di kenal orang-orang. Ditambah lagi saat kenaikan kelas kemarin ia mendapat peringkat satu di kelasnya.” jelasnya dengan penuh keyakinan kepadaku.
“Yang pastinya cantik dan seksi. Hah… Aku hanya bisa membayangkannya. Impian para lelaki…” cetusnya sambil berhalusinasi lagi. “Sudah cukup hentikan!” bentakku kepadanya. Namun sepertinya halusinasi itu tetap terbayang dibenaknya. Tidak ada respon melainkan ekspresinya yang penuh dengan nafsu dengan kepalanya yang mendangak ke atas.
Ada hal yang mengganjal dibenakku. Rasa penasaran dan bingung ini membuatku menjadi tidak tenang. “Kenapa ia memberikan bekalnya kepadaku?” tanyaku kepada mereka berdua. Hart dan Freda tak habis pikir dengan kepolosanku yang melebihi anak kecil.
“Haduh polosnya…” ucap Freda sambil menghela napasnya. “Peringkat tiga besar di kelas, memenangkan olimpiade matematika nasional, bersikap baik kepada semua orang dan suka membantu. Apakah kau tidak menyadarinya di kepalamu sendiri?” tutur Freda yang nampak geregetan sekali kepadaku.
“Apalagi kau tampan dan ideal. Ingin rasanya menjadi pacarmu.” tambahnya dengan sangat cepat sampai aku tidak mendengar apa yang dikatakannya barusan. “Hah?” tanyaku bingung. “Tidak. Bukan apa-apa.” balasnya. Penjelasannya membuatku semakin bingung dan bertanya-tanya di kepalaku.
“Jadi, aku anak populer di sekolah?” lanjut tanyaku kembali.
“Haduh… Butuh berapa menit sampai kau sadar.” sahur Hart menggeleng-gelengkan kepalanya. “Hah? Ayolah… aku jarang berinteraksi dengan orang-orang. Aku tidak seperti itu.” jawabku cengar-cengir tidak percaya.
“Iya, kau terkenal!” bentak mereka berdua bersamaan. Sontak aku hanya terkejut menutup mulutku dan terkatup diam.
Bersambung~
Sekiranya jika cerita ini seru dan menarik, mohon berkenan untuk setia mendukung dan sebar luaskan ke pembaca lainnya :)
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 200 Episodes
Comments