Satu bulan setelah hari pertamaku masuk sekolah, orang-orang sangat bersemangat dan waktu latihan diutamakan bagi mereka yang akan mengikuti lomba. Hampir semua klub akan mengikuti lomba baik tingkat kota, nasional maupun dunia. Aku yang akan mengikuti olimpiade matematika kembali tahun ini menggunakan waktuku untuk belajar.
Tetapi aku kebingungan ketika aku memasuki kelas. Hart tak kunjung datang sekolah, padahal bel masuk akan berdering sebentar lagi.
“Kenapa hari ini dia tak masuk?” tanyaku bingung sekaligus penasaran dalam hati.
Tak lama kemudian bel masuk pun berdering. Dan benar saja, tempat duduk Hart kosong. Jam pelajaran pertama telah dimulai. Selama pelajaran aku memikirkannya. Seperti ada sesuatu yang aneh padanya. Hampir tidak pernah ia tidak masuk sekolah. Namun tidak dengan hari ini.
Saat jam istirahat Freda datang menghampiriku yang sedang belajar matematika di kelas.
“Fokus sekali belajarnya.” sindirnya di sampingku. “Bisakah kau tidak menggangguku selama satu pekan saja.” ucapku jengkel kepadanya. “Tidak bisa.” jawabnya singkat dan aku menghela napas setelah mendengarnya.
“Kau tidak ingin menjenguk sahabatmu?” tanya Freda dengan penasaran.
“Eh? Hart sedang sakit?” tanyaku kembali sambil terkejut.
“Iya. Lebih baik kau segera menjenguknya.” jawabnya dan memberi saran kepaku. Baru kali ini mendengarnya sedang sakit. Kupikir orang yang selalu olahraga sepertinya hampir mustahil terkena penyakit.
“Sayang sekali…” tutur Freda sambil menghela napas. “Ada apa?” tanyaku bingung. “Sepertinya ia akan membicarakan sesuatu yang penting padamu.” jawabnya yang juga berpikir kebingungan.
“Baiklah, besok aku akan menjenguknya.”
“Kalau begitu aku titip salam, ya.”
“Loh? Kau tidak ikut?” tanyaku terkejut bingung.
“Tidak. Aku bisa menjenguknya kapan saja.” jawabnya tersenyum senang kepadaku. “Lagi pula aku tidak ingin mengganggu waktu kalian berdua.” imbuhnya menyindir lagi padaku.
“Kau pikir kami itu apa?” tegasku jengkel kepadanya. Sedangkan ia hanya tertawa cengengesan saja.
“Baiklah kalau begitu. Aku juga tidak ingin mengganggu waktu kalian berdua.” selorohku kepadanya. Seketika Freda terdiam malu dan sebal kepadaku.
“Ya sudah! Terserah kau saja!” ujarnya marah namun pipinya memerah.
Sepulang sekolah aku pergi meninggalkan kelas. Aku pulang lebih cepat dari biasanya. Saat aku menghapadap ke lapangan terlihat klub basket sedang berlatih di sana. “Bukannya mereka akan mengkuti lomba tidak lama lagi?” gumamku bingung dalam hati. Sebelum menuju rumah aku mampir membeli obat untuk Hart.
Keesokan harinya setelah pulang sekolah aku pergi menuju rumahnya sendirian. Rumahku tidak jauh dengan rumahnya. Aku berjalan kaki sambil menjinjing plastik berisikan obat-obatan ringan di tanganku. Obat yang kubeli tidak lebih dari obat pusing, pereda batuk dan demam.
Sesampainya di rumah Hart aku menekan bel rumahnya. Namun tidak ada respon. Rumah ini terlihat sepi dari luar. Aku pun menelponnya.
“Masuk saja, hanya ada aku sendiri.” ucapnya sambil batuk-batuk. Aku membuka pintu dan masuk ke dalam. Tidak ada orang di sini. Lantas aku pergi menaiki tangga menuju kamarnya.
“Kau demam?” tanyaku kepada Hart yang sedang terbaring lesu di kasurnya. “Mungkin.” balasnya pelan. “Sepertinya kau kelelahan, istirahatlah.” ucapku kepadanya. “Hmm.” balasnya pelan sambil memejamkan mata, namun belum tertidur.
Setelah itu aku membuatkan teh hangat dan bubur. Selepas Hart meminum obatnya, ia mengatakan sesuatu kepadaku.
“Bolehkah aku meminta sesuatu?” tanya Hart dengan lemas.
“Ada apa?” balasku. “Maukah kau menggantikanku saat lomba nanti?” pintanya dengan sungguh kepadaku. “E—Eh? Aku tidak pandai bermain basket.” ucapku terbata-bata saking terkejutnya. “Kami kekurangan orang. Aku percaya denganmu.” tutur Hart memohon kepadaku.
“Baiklah. Kapan?” tanyaku bingung.
“Besok.”
“A—Apa? B—B—Besok?” tanyaku terkejut bukan main.
Bersambung~
Sekiranya jika cerita ini seru dan menarik, mohon berkenan untuk setia mendukung dan sebar luaskan ke pembaca lainnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 200 Episodes
Comments