Jessy terbangun dengan mata masih mengantuk. Ia menatap sekeliling ruangan. Ia butuh waktu untuk mengingat apa yang terjadi hari ini. Ah.. ia ingat sekarang. Tadi pagi ia baru saja dari tempat ini untuk mengambil pakaian kotor. Kini ia berada disana karena bekerjasama untuk sesuatu yang dianggapnya konyol. Kenapa ia bisa ada di kamar pria itu?
Ia memukul kepalanya. Sifatnya sudah keterlaluan kali ini. Bagaimana bisa ia tidak mengingat apapun ketika tertidur tadi? Ia kembali melihat sekeliliing. Sebuah kamar biasa saja untuk seorang sutradara terkenal seperti Dean. Ia tidak menyangka akan berurusan dengan orang nomor satu dibalik suksesnya film Death. Ia berpikir sejenak. Ia tidak bisa menerima uang dari Dean. Ia hanya ingin kebebasan. Kebebasan dari Dean dan orang yang memusuhinya. Ia ingin hidup normal.
Jessy pun turun dari tempat tidur paling nyaman yang pernah ia tempati. Seandainya saja ia memiliki ranjang senyaman itu. Ia menyentuh sprey dan selimut perlahan. Ia yakin pria itu tidak akan mempermasalahkan berapapun harganya. Ia merapikan gaunnya sejenak. Ia harus segera mengganti pakaiannya. Tapi, dimana pakaiannya yang ia pakai tadi siang? Terlalu banyak berfikir membuat otaknya lemah. Ia mengendap-endap keluar dari kamar itu. Langkahnya sedikit terhuyung. Gelap. Ia tidak bisa melihat apapun. Ia berjalan perlahan menuju pintu keluar.
"Kenapa kau bangun?" Tanya Dean membuat Jessy terkejut.
Jessy berbalik dan melihat pria itu telah membuka jasnya. Kancing kemejanya telah dilepaskan hingga setengah sehingga ia bisa melihat kulit halus dibaliknya. Sedangkan tangan kanannya sedang memegang sebuah gelas berisi minuman dingin. Ia menutup matanya. Godaan malam ini bukan saja dari pesona pria itu, suaranya yang sedikit serakpun karena minuman itu membuat Jessy kaku. Ia tidak pernah bersama dengan seorang pria selama ini. Apalagi kali ini ia harus berhubungan dengan pria itu selama satu hari penuh. Ia menggelengkan kepalanya. Ia masih dapat merasakan bagaimana panasnya tamparan wanita itu di pipinya. Ia menyentuhnya pelan sambil menatap pria didepannya dengan perasaan benci yang sangat besar.
"Aku harus pulang." ucapnya cepat.
Dean menyimpan minumannya dan menghampiri Jessy. "Beristirahatlah didalam. Ayolah Jessy, aku merasa bersalah telah membawamu pada masalahku."
"Aku sudah tertidur selama..." ucapnya sambil melihat jam dinding. Ia sedikit terkejut melihat jam dinding itu menunjukkan pukul 1 pagi. Ia sudah tertidur selama tiga jam. Ia tidak menyadarinya.
"Tiga jam. Kau cukup kuat ternyata.." goda Dean sambil tersenyum.
"Aku tidak peduli berapa jam aku tertidur. Aku harus pulang sekarang." jawab Jessy cepat.
Dean memegang lengan Jessy. "Jangan lakukan itu, Jessy. Aku merasa bersalah karena kejadian malam ini. Aku ingin membiarkanmu beristirahat disini sebentar. Aku ingin mengobati lukamu."
Jessy menatap Dean dan melepaskan tangannya "Oke, tapi aku akan beristirahat disini." ucap Jessy sambil menunjuk sofa didepannya.
"Baiklah. Kau duduk disofa sementara aku membawa alat p3k." jawab Dean senang.
Jessy duduk di sofa sambil menatap keseluruh ruangan. Ketika Dean menghampirinya sambil membawakan kotak p3k, ia langsung merebutnya.
"Aku akan membantumu." Dean duduk disamping Jessy.
Jessy sedikit menjauh. "Tidak terimakasih."
Deanpun langsung berdiri dari duduknya dan kembali ke kamar. Ia kembali sambil membawa alat tulis. Kemudian ia duduk dan menulis sesuatu. Sesaat Jessy tidak sadar. Lalu Dean menyimpan sebuah kertas tepat didepannya.
"Apa ini?" tanya Jessy bingung.
"Ini bayaranmu yang telah aku janjikan." jawab Dean
Jessy semakin tidak nyaman berada disana. Ia mengambil kertas itu dan melihatnya sebentar. Dua ratus ribu dollar?
"Aku minta maaf untuk kejadian hari ini." ucap Dean.
Jessy bangkit dari duduknya sebelum mengobati lukanya. Ia membenci segala sesuatu yang dimulai dari uang. Permintaan maaf pria didepannya sebatas cek bernilai dua ratus ribu dollar. Sedangkan kehidupan pribadinya mulai esok pagi sudah mulai tersebar. Dimana harga dirinya? "Aku harus pulang, Dean. Maafkan aku." ucapnya serius
Dean menarik lengan Jessy. "Kalau kau memaksa untuk pulang, biarkan aku mengantarmu." Desak Dean.
Sambil menghela nafas, Jessy bergumam. "Tidak.."
"Kenapa?" Tanya Dean kecewa
Jessy mendesah. "Kenapa? Tentu saja karena aku tidak mau kehidupan pribadiku diketahui olehmu. Aku membencimu, Dean! Kehidupanku tidak akan sama lagi. Aku tidak tahu dimana otakmu disimpan? Kau sengaja membawaku pada masalahmu. Aku tidak mengenalmu sebelumnya. Dan aku tidak ingin mengenalmu lagi. Aku tidak ingin bertemu denganmu lagi. Jadi aku mohon jangan mencariku untuk membantu rencana busukmu itu!" seru Jessy sambil berjalan keluar. Ia menutup pintu dengan kencang.
"Jess...." bisik Dean.
***
Suasana set pemotretan untuk sebuah tema majalah ternama di Paris tampak begitu ramai. Para model bergaya secantik mungkin didepan kamera. Tidak salah Paris mengeluarkan banyak model berbakat. Pusat fashion didunia terdapat di paris.
Isabella Jonas. Seorang wanita yang berusia sedikit tua namun tetap cantik mempesona itu tampak menikmati pemotretan itu. Sedangkan photographernya tak lain adalah suaminya sendiri. Jonas Jr. Tidak ada yang tidak mengetahui setiap langkah mereka berdua. Keduanya telah dikenal luas. Hampir separuh hidup mereka dilakukan pada bisnis ini. Apresiasi besar bukan saja dari pelaku hiburan, masyarakat dunia pun telah mengetahui langkah hebat mereka. Setiap jepretan Jonas dihargai fantastis. Bukan saja gaya foto yang disukai, tapi nilai artistik selalu terasa di setiap foto Jonas.
Isabella membuka surat kabar yang baru dibelinya. Ia melihat koran berbahasa inggris itu dengan seksama. Itu koran tepat seminggu yang lalu. Ia membaca tiap halaman. Ketika ia melihat kolom gosip, ia tersenyum melihat pasangan baru orang yang ia kenal. Ia baru pertama kali melihatnya ketika ia akan membuat kolom tentang sutradara muda.
"Ada apa sayang?" tanya Jonas ketika melihat istrinya tersenyum sendiri.
"Lihatlah. Pria muda ini memiliki pasangan baru. Kita sudah lama sekali tidak bertemu dengannya." Jawab Isabella. Jonas meliriknya sekilas.
"Terakhir kali kau mewawancarainya bukan? Mana aku lihat. Apakah wanita itu seorang model atau aktris?"
Isabella menyerahkan koran pada suaminya.
Jonas mengerutkan keningnya. "Rasanya aku pernah melihat gadis ini." Isabella menatap suaminya. "Benarkah? Apakah seorang model?"
"Aku tidak yakin."jawab Jonas.
"Apakah anak itu masih mengingat kita?"tanya Isabella
"Aku tidak tahu."
Beberapa tahun silam, Jonas dan Isabella bertemu dengan Dean untuk sebuah majalah. Jonas bertindak sebagai photographer dan Isabella sebagai reporter majalah itu. Hubungan mereka sangat baik karena saat itu Dean belum menjadi sutradara terkenal seperti sekarang. Dulu ia diwawancarai karena menjadi sutradara termuda yang mendapatkan atensi di Eropa. Ia telah membuat sebuah film pendek namun penuh makna yang terkandung didalamnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 168 Episodes
Comments
Neti Jalia
datang membawa boom like🤗🙏
2021-06-11
0
Ran_kudo
siapakah pasangan Jonas ini??
kok sepertinya kenal Jessy??🤔
2021-05-16
5
Kadek Pinkponk
semangat jessy...💪
2021-03-24
2