Diskusi singkat Gendis bersama tim berakhir dengan menyatukan tangan bersama-sama, saling memberikan pesan tersirat lewat tatapan mata, dan anggukan semua kepala anggota tim-nya. Mereka bukanlah tim yang diunggulkan, tapi mereka juga bukan tim yang bisa dianggap remeh.
Mr John meniup Pluit sebagai isyarat permainan akan segera dimulai. Arus penonton terus berdatangan, membuat tribun penonton yang sudah padat kian bertambah padat. Tepuk tangan riuh menggema, takala kedua tim memasuki lapangan satu demi satu untuk mempersiapkan diri.
Sebagai kapten tim, sosok Pamela terlihat lebih menonjol dan mengesankan. Postur tubuhnya menjulang tinggi, jauh melebihi rekan- rekan satu tim-nya. Aura bertarungnya begitu mendominasi, membuat siapapun yang menjadi lawannya bersiaga penuh terhadapnya.
Ya, Pamela adalah pemain basket terbaik di sekolah mereka. Dengan skill, kekuatan fisik, kemampuan membaca medan, ia selalu dapat menguasai permainan. Banyak piala kejuaraan yang memenuhi lemari- lemari kaca di sekolah, semua di bawah kepemimpinannya.
Dengan predikat itu, seharusnya Gendis merasa takut, bukan?
Ada sebuah rahasia, di mana tidak seorang pun mengetahui hal ini. Rahasia itu berhubungan dengan Gendis dan Pamela. Bagaimana keduanya menjaga jarak satu sama lain, dan bagaimana tak ada yang dapat 'menyentuh' Gendis, untuk mencari masalah dengannya.
Kedua cewek itu berdiri saling berhadap- hadapan. Seketika itu juga suasana berubah sunyi secara tiba- tiba. Dalam keheningan yang membekukan tulang, semua mata menatap ke arah kapten tim di tengah lapangan.
Ketua klub basket dan juga kapten tim basket menatap tanpa kedip ketua klub melukis dan juga kapten tim yang menjadi lawannya, Gendis. Pihak lain, seperti halnya dirinya, tidak menggoyangkan kelopak matanya sedikit pun. Perang telah mereka mulai, dan di sana kobaran api telah membesar.
Saling mengenal tanpa komunikasi sama sekali telah terjadi begitu lama. Satu pihak menghindari pihak yang lain karena suatu sebab. Hubungan keduanya bukan sahabat tapi juga bukanlah musuh. Mungkin baik bagi mereka untuk menjaga jarak dan tidak mencampuri urusan satu sama lain.
Meski tiada emosi dalam tatapan Gendis, tapi Pamela tahu, jika cewek itu tidak takut dengannya, sedikit pun.
Cewek dengan seribu topeng, itulah julukan darinya untuk Gendis. Tanpa perlu untuk melihat, ia tahu begitu banyak orang yang mengilai Gendis. Ketenangan yang ia tampilkan, sikap percaya dirinya yang begitu besar. Bahkan mereka berpikir, sungguh sangat menyedihkan jika cewek sejelita Gendis harus menderita kekalahan nanti dengannya.
Hei, cuci kembali mata kalian baik- baik! Lima menit pertama kesan cewek itu sudah menipu kalian semua!
Kalian semua akan terkejut jika mengetahui seperti apa Gendis sebenarnya. Jadi, jangan menjadi buta karena wajah jelitanya!!!
Pihak lain mengamati ekspresi Pamela yang penuh warna. Sudut bibir Gendis naik sedikit. Ia tahu jika ia telah memenangkan perang mental dengan Pamela.
Bertindak sebagai wasit, Mr. John, berdiri di antara Pamela dan Gendis. Kepalanya berpaling ke arah dua kapten tim, Pamela dan Gendis, memastikan kesiapan keduanya.
" Kalian sudah siap?" Ia bertanya, dengan suara mengatisipasi.
" Ya!/ Kami sudah siap!" Pamela dan Gendis menjawab secara bersama- sama.
Kemudian, seiring tarikan napas panjang, Mr. John melakukan jump ball, lemparan permulaan pertandingan untuk kuarter pertama.
Bola terlepas dari tangan Mr. John, melambung ke atas. Kedua kapten tim sama-sama melompat dengan bersemangat dan agresif, mengarahkan tangan mereka siap memukul bola itu keras- keras...
*** Monolog Pamela ***
Sial!
Ia menangkap smirk sekilas Gendis sebelum tangannya memukul bola ke arah Maria. Apa yang ada di kepala Gendis? Sikap tenang Gendis, membiarkan tim-nya menguasai permainan di sepuluh menit pertama sungguh mencurigakan.
Gendis hanya mengamati bagaimana lalisa membawa bola, melewati dengan mudah Cloe, melompat tinggi dan melakukan shooting dengan dua tangan ke arah keranjang, dan masuk.
Permainan berlanjut,
Takala Citra berhasil mematahkan lemparan bola Maria dari atas kepala, hingga bola itu gagal tertangkap Lalisa, malah jatuh ke tangan Cloe. Secara mengejutkan remaja mungil itu menembak dari samping kanannya dengan satu tangan, mengelabui penjagaan Lalisa yang berdiri di depannya.
Bola itu melambung tinggi ke arah ring, menimbulkan suara yang cukup nyaring kala membentur papan ring lalu terguling-guling sesaat sebelum akhirnya masuk ke dalam keranjang.
Angka pertama tim Gendis tercipta!
Sorak Sorai pecah di tribun penonton. Gaung kegembiraan memekakan telinga.
Untuk sedetik Pamela beserta tim tertegun. Tak ada satupun dari mereka mempercayai apa yang baru saja terjadi di depan mata mereka.
Cloe, si kutu buku yang selalu menghabiskan waktu di perpustakaan, melahirkan bola pertama dengan mudahnya. Sungguh tidak dapat dipercaya!
Bagaimana bisa?!
Tangan Pamela dan tim-nya terkepal kuat- kuat. Cloe telah mempermalukan Lalisa yang Notebane-nya penyerang tim tepat di depan hidungnya! Pamela melirik untuk kesekian kali ke arah si kutu buku Cloe, dan mendapat kesempatan sekian detik untuk melihat bocah itu melempar lirikan ke arah belakang. Kening Pamela berkedut dua kali.
Gendis Brengs*k!
Bodohnya dia! Cloe hanya menjalankan intruksi seseorang yang berada jauh di belakang, yaitu kapten timnya, dan ia berhasil. Gendis, playmaker, dialah kunci permainan tim-nya!
Monolog Pamela berakhir
*** Monolog Gendis, ***
Membiarkan tim Pamela memimpin di sepuluh menit pertama, menghasilkan angka-angka dari permainan keempat anggota-nya, adalah cara Gendis mengamati teknik dan gaya permainan mereka.
Pengaturan pemain, posisi di mana mereka ditempatkan, berdasarkan hasil pengamatan selama mereka latihan kemarin, ia sudah memikirkannya masak- masak.
Cloe bertugas sebagai center (C), Sasa bertugas sebagai power Forward (PF), Anissa bertugas sebagai small forward (SF), Citra bertugas sebagai Shooting Guard (SG), dan ia sendiri sebagai point Guard (PG).
Pengalaman minim, teknik dan gaya permainan pas- pasan, kekuatan fisik yang meragukan, bahkan mental bermain yang jauh dari kata siap, membuat Gendis mengandalkan keberuntungan dalam pertandingan ini. Memiliki strategi dan siasat permainan berdasarkan kelebihan dan kelemahan anggota timnya. Mencari celah secepat mungkin dari tim lawan.
Bahkan, tim tanpa harapan yang dipimpinnya, bisa menjadi kuda hitam yang mengejutkan dunia perbasketan. We'll see!
Monolog Gendis berakhir.
Bagi tim Pamela, sosok Sasa dan Citra lah yang terlihat mengancam dan perlu diwaspadai. Keduanya memiliki postur tubuh yang hampir sama tinggi dan terlihat kuat. Ekspresi mereka sama- sama mengesankan lawan, meskipun kemampuan mereka belum terbukti sama sekali. Terlihat agresif, pantang menyerah, dan terlihat penuh kepercayaan diri. Mereka adalah prajurit yang akan berjuang hingga tetes darah penghabisan.
Berbanding terbalik dengan Sasa dan Citra, yang memiliki kesan mematikan dari penampilan pertama mereka. Tiga anggota lainnya, termasuk kapten tim, tidak ubahnya seperti kupu- kupu yang sedang bermain- main di taman bunga. Sikap tenang, halus dan lembut, dan sedikit gemulai, seakan salah tempat. Kehadiran mereka di lapangan basket sebagai pemain sama sekali tidak mengancam tim lawan.
Justru di sanalah kalian tertipu,..
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 71 Episodes
Comments