Gendis merasa sudah menjadi anak baik selama ini. Selalu mematuhi semua perkataan ayah dan neneknya, tidak sekali pun melawan. Berbuat baik kepada siapa pun, tidak nakal, apalagi membuat kekacauan. Ia selalu berdoa, semoga dirinya selalu terlindungi,
Makhluk menyeramkan itu memandang Gendis dengan sorot matanya yang tajam, mengirimkan sinyal balas dendam. Aura negatif yang bersimpangan arti dengan sosoknya yang berbulu putih bersih. Tanpa sadar Gendis menyentuh dada tempat jantungnya berada, dan merasakan benda itu berdetak lebih kencang dari biasanya. Raut wajah Gendis memucat dengan cepat. Tubuhnya langsung menegang, kaku seperti Batang pohon. Keringat dingin mulai bermunculan.
"Guk, guk, guk!"
Gendis mengerjap. Kesadarannya kembali pulih, menariknya dari jurang yang dalam. Ada yang menarik- narik ujung celananya. Kepala Gendis bergerak, menatap ke bawah, dan mendapati sepasang mata hitam berkaki empat tengah mendongak ke arahnya.
Katanya kau kelaparan, tapi kenapa kau malah berdiri mematung? Ayo, kita pulang. Aku juga kelaparan!
Manik abu- abu Gendis sedikit menajam, mengirim isyarat yang hanya bisa dimengerti PIE, sahabat setianya yang berada di sebelahnya.
Apa kau tidak lihat, siapa yang menghalangi jalanku, Pie? Begitu kira-kira perkataan Gendis kepada Pie, bagaimana aku bisa pulang, jika DIA berdiri di sana!
Sahabat setia Gendis itu adalah seekor anjing jenis Rottweiler berbulu hitam pekat bercampur coklat yang memiliki tampang cukup sangar bernama Pie. Kedengarannya aneh di telinga bukan? Bagaimana mungkin hewan berpenampilan sangar dan menakutkan itu memiliki nama Pie, sejenis kue kering manis?
Pie menjulurkan lidahnya keluar, mendengus keras. Ia melihat ke arah yang ditunjuk Gendis, yang membuat bocah itu membeku ketakutan. Dua ratus meter di hadapan mereka, berdiri dengan sombongnya hewan berbulu putih berkaki dua dengan paruh yang tajam.
Andai Pie memiliki alis di antara bulu- bulu hitamnya yang lebat, barangkali alisnya akan terangkat tinggi-tinggi. Ia melongo. Serius, Pie langsung gagu tiba- tiba dengan dengan apa yang terpampang nyata di hadapannya.
Apa yang membuat bocah berusia 7 tahun itu berkeringat dingin adalah sekor,... AYAM!!!
Pie meledak dalam tawa ( coba dibayangkan bagaimana seekor anjing tertawa keras dalam imajinasi kalian!) Ya, ampun! Kau sungguh memalukan! Itu hanya seekor ayam, Gendis!
" Dia bukan ayam biasa, asal kau tau, Pie," Sahut Gendis sedikit kesal karena Pie menertawakannya." Kau lihat matanya, Pie. Dia adalah ayam yang penuh dendam. Dia itu berniat membunuhku, kau tau!"
Pie belum menghentikan kekehannya, dan kembali mengejek, " Bahkan dia tidak memiliki taring dan gigi tajam sepertiku. Apa yang kau takutkan?"
" Jangan menganggapnya remeh meski dia hanya seekor ayam!" Seru Gendis geram, " Apa kau tidak lihat paruh tajamnya itu? Dia sudah menunggu kesempatan untuk mematukku hingga aku kehabisan darah dan mati perlahan-lahan!"
" Dasar gila!" Pie memutar kedua matanya.
" Kau harus menolongku. Jauhkan dia dariku, Pie. Aku takut."
" Kau mau menjatuhkan harga diriku, ya?" Kini Pie tak lagi tertawa, ekspresinya malah jengkel karena permintaan Gendis." aku akan menjadi olok- olok kaumku, mereka akan menertawakanku, mencapku tidak lebih baik dari kecoa busuk karena melawan makhluk berkaki dua lemah seperti dia?"
Gendis menatap Pie yang mengangkat dagunya tinggi-tinggi dengan tidak percaya.
" Kau mengaku sahabat sejatiku, Pie." Gendis sangat terluka dengan sikap Pie yang menolak membantunya," Kau hanya akan menonton makhluk itu menghabisiku demi harga diri yang sangat kau bangga- banggakan itu? Kau ternyata sangat jahat!"
Pie sama sekali tidak bergeming apalagi tersentuh dengan wajah memelas Gendis.
Aku makhluk Tuhan yang memiliki hak untuk memilih, bukan? Apakah karena aku seekor anjing, aku tidak memiliki hak asasi? Kebebasan untuk mengambil keputusan? Tanya Pie dengan sungguh- sungguh, Aku hanya tidak ingin melawannya, karena ia bukan lawan yang setara denganku. Bahkan mungkin juga kau, Gendis.
Gendis mengigit bibir bawahnya, kebiasaannya jika sedang cemas atau ketakutan. " Tapi aku takut, Pie." Katanya lirih, nyaris tak terdengar. Matanya mulai berkaca-kaca, " Aku takut dengan paruh tajamnya."
Seakan tahu jika Gendis gemetar ketakutan, sang ayam yang penuh dendam itu perlahan melangkah mendekatinya, memperpendek jarak di antara mereka. Setiap kakinya maju satu langkah, Gendis akan mundur satu langkah ke belakang. Begitu seterusnya. Semakin si Paruh tajam mendekat, Gendis akan semakin mundur menjauh.
Pie yang berdiri disisi jalan terserang bosan melihat aksi maju mundur keduanya. Pertempuran harusnya sudah terjadi sekarang, mengingat nafsu balas dendam si Paruh tajam kepada Gendis. Perutnya sudah kelaparan, minta segera diisi.
Sebenarnya Pie bisa saja langsung berlari pulang ke rumah, dan langsung makan siang, tapi ia bukanlah raja tega. Pie tidak mungkin meninggalkan Gendis sendirian bertarung, mempertaruhkan hidup dan matinya. Meskipun ia tak akan repot- repot turun tangan untuk membantu bocah itu. Ia hanya tidak ingin Gendis benar-benar tewas di tangan si Paruh tajam.
Bagaimana mungkin aku bisa sayang dengan bocah berhati lembek seperti dia,...
🌻🌻🌻
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 71 Episodes
Comments
Candu_21
lanjut.
2021-03-13
0
smithswift
hai thor,ceritanya keren,like meluncur untukmu thor🤗
yuk kakak-kakak onlineku jangan lupa mampir juga dikaryaku ya kak
"sesakit inikah mencintaimu"
langsung klik profil aja ya kak😉
terima kasih. .
2021-02-09
0
Linggarini
menarik alurnya...bikin penasaran
2021-02-09
0