Chapter 15~ Sama- sama menyukai susu coklat (2)

Narayan teringat di satu masa di mana ia kebinggungan menghabiskan kotak susu bekalnya. Ada tiga kotak susu di dalam tas tanselnya. Dua putih dan satu coklat.

Mamalah yang selalu menyediakan bekal makan untuk ia bawa ke sekolah. Satu kotak makanan, satu atau dua kotak susu, dan sebotol air mineral.

" Ma, susunya satu saja. Aku tidak suka minum susu." Sebenarnya Narayan tidak terlalu suka minum susu, baik susu putih ataupun susu coklat. Dia lebih suka air mineral saja. Tapi sepertinya mama tidak mengerti, atau mengabaikan protesnya, karena setiap hari susu kotak selalu ada bersama bekal makannya.

" Ma, cukup satu saja susu kotaknya." Untuk kesekian kali Narayan protes dengan susu kotak yang ada di dalam tas ranselnya. Ketika ia melihat, Mama Malah menambahkan jumlahnya dari dua menjadi tiga kotak.

" Aran sedang dalam masa pertumbuhan. Susu sangat baik untuk tubuh." Mama selalu memberikan alasan yang sama.

" Tapi satu saja sudah cukup, Ma." Dengan segala daya upaya, Narayan selalu berjuang demi pengurangan susu kotaknya." Tiga kotak terlalu banyak, Ma. Setiap hari aku hanya sanggup menghabiskan satu. Bukankah dua lainnya menjadi sia- sia jika aku bawa."

Mama Selalu tertawa mendengar argumentasi bocah berusia 5 tahun kesayangannya itu. Narayan kecil terkenal keras kepala dan suka melawan. Tapi jika menyangkut mamanya, dia selalu menyerah. Narayan bukan tandingan sang mama dalam hal memaksakan kehendak.

Jadi, meskipun ia protes keras mengenai jumlah susu kotaknya ia selalu tak berdaya dan menyerah.

" Jika kau tidak bisa menghabiskan semua kotak susu yang kau bawa, kau bisa memberikan itu kepada temanmu. Kalian bisa menghabiskan susu kotak bersama- sama. Bukankah itu lebih menyenangkan."

Dan seperti biasa, jika menyangkut masalah teman, Narayan langsung cemberut dan memasang tampang sedih, " Aku tidak punya teman, mama,..."

Mama bukannya prihatin mendengar keluhan puteranya melainkan tertawa, " Wah,...Anak mama yang ganteng tidak punya teman? Aduh, kasihan sekali."

" Mama!" Narayan meraung marah kala sang mama mengejeknya.

" Aran mama begitu menyenangkan, baik hati dan juga lucu. Bukankah sangat aneh jika tidak ada seorang pun yang ingin berteman dengannya?"

" Aku hanya baik hati dan menyenangkan jika bersama dengan mama." Narayan berkata, " Tapi, aku tidak lucu, sama sekali."

Mama terdiam sejenak, tidak lama setelah mendengarnya.

Wanita itu diam- diam mengakui sedikit kebenaran dalam kalimat puteranya. Keadaan lingkungan mereka membatasi ruang gerak Narayan dalam berinteraksi dengan orang lain. Status keluarga dan nama besar sang papa menjadikan mereka berhati- hati dalam menjaga Narayan.

Masa kecil Narayan banyak dihabiskan di rumah. Ia hanya memiliki mama dan beberapa pelayan sebagai teman dekatnya. Dalam hal pendidikan, semua dilakukan di rumah.

Karena desakan mama kepada papa akhirnya Narayan mendapat izin untuk bersekolah di umum. Pemilihan tempat, riwayat guru pengajar dan sejumlah karyawan yang bekerja di sana sudah melewati pemeriksaan teliti oleh sang papa.

Seraya menghela napas, mama mengelus-elus rambut Narayan dan mencium keningnya. " Aran mau tau caranya agar memiliki teman? Paling tidak satu saja?"

Narayan menyeringai lebar, " Mau, ma, mau!"

" Berikan susu kotak yang paling Aran suka kepada anak yang pertama kali Aran lihat di sekolah. Setelah itu, mama jamin, Aran akan secepatnya memiliki banyak teman."

" Benarkah, ma?" Narayan menatap sang mama tak percaya.

Mama mengangguk. " Iya, benar."

Paginya, begitu Narayan menginjakkan kaki di sekolah, kepalanya celinggak celinggak melihat sekeliling sekolah barunya. Tidak satu pun anak yang tertangkap matanya. Narayan tidak tahu jika ia datang lebih cepat ke sekolah.

Dengan kecewa, bocah tampan itu menundukkan kepalanya. Ia tiba- tiba saja sedih. Andai mamanya ada di sini untuk menemaninya. Ia tidak mungkin sendirian.

BRUUUKKK!

Suara benda jatuh mengejutkan Narayan, berasal dari tempat yang tak jauh darinya. Narayan mengangkat kepala, dan melihat ke arah datangnya suara,...

Area pejalan kaki sebelumnya kosong melompong, namun bocah kecil tiba- tiba muncul entah dari mana. Bocah *kecil itu menggunakan gaun selutut berwarna kuning cerah dengan sulaman bunga tersebar di seluruh gaunnya. Rambutnya sebahu tertutup topi lebar juga berwarna kuning.

Suara benda jatuh itu sepertinya berasal darinya. Bocah kecil itu meringgis kesakitan karena lututnya lecet- lecet tergesek batu. Tapi walau begitu ia tidak menangis. Sambil menahan nyeri, ia berusaha bangun*.

Sungguh bocah kecil yang pemberani.

Sosok bocah kecil bergaun kuning itu menarik perhatian Narayan. Jika aku yang terjatuh dan terdarah, kemungkinan besar aku akan menangis dengan keras. Sungguh, keberanian bocah kecil itu lebih besar dari penampilannya.

Apakah aku harus memberinya susu kotak, seperti kata mama?

" Berikan susu kotak ini pada anak yang pertama kali kau lihat di sekolah. Setelah itu, mama jamin, kau akan segera memiliki teman yang banyak."

*Kata- kata mama kembali terngiang- ngiang di telinga Narayan. ' Anak yang pertama kali kau lihat', bukankah itu sangat jelas? Bocah kecil itu adalah yang dimaksud mama. Narayan melihatnya pertama kali hari ini.

Dengan bertekad, Narayan akhirnya memutuskan untuk bocah kecil itu.

Bocah kecil itu sibuk menepuk- nepuk gaun kuningnya yang sedikit kotor oleh debu. Menatap lama ke arah dua lututnya yang lecet dan memerah. Matanya berkaca- kaca karena rasa nyeri yang menyakitkan. Dengan lengan kurusnya ia menyeka kedua matanya, menyingkirkan air mata yang hampir keluar.

Ia harus menahannya. Jika sampai ia menangis, mereka akan membawanya kembali ke rumah. ia tidak mau*.

" *Lututmu lecet. Kau harus segera memberinya obat merah." Sebuah suara mengejutkan bocah kecil itu. Perhatiannya segera teralihkan dari lutut leceknya ke pemilik suara yang berdiri di depannya.

Anak laki- laki tampan menatapnya dengan ekspresi prihatin. Bocah kecil itu benggong melihatnya.

" Kau melihatku jatuh?" Ada sedikit kecemasan di dalam suaranya.

Narayan mengangguk, " Ya, aku melihatnya. Kenapa kau tidak hati- hati. Pasti jatuhnya sakit sekali, bukan? Lihat, lututmu sampai lecet."

" Tidak sakit sama sekali!" Dengan cepat bocah kecil itu membantah pernyataan Narayan. lebih baik ia menahan nyeri, daripada dia harus kembali ke rumah.

Narayan menatapnya takjub, " Benarkah? Kau jatuh dan lecet. Itu tidak terasa sakit? Tapi, bagaimana bisa? Kalau aku jadi kau, aku pasti sudah menangis,..."

" Aku berani, tentu saja aku tidak menangis."

" Kau sangat hebat!" Puji Narayan, dengan tulus. Memang benar. Dia merasa kalah berani dari bocah perempuan kecil itu. Lalu Narayan mengeluarkan susu kotak yang ia sembunyikan di balik punggungnya," Kau mau susu kotak?"

Bocah perempuan itu tingginya hanya sedada Narayan. Ia harus mendonggakkan kepalanya agar dapat melihat wajah anak laki- laki itu. Saat ini matanya tertuju pada kotak kecil berwarna coklat yang terulur kepadanya.

" Benarkah, susu coklat ini untukku?" Katanya, tidak percaya. Bergantian melirik Narayan dan ke kotak susu, berkali- kali.

Narayan mengangguk, " Iya, ini untukmu. Rasa coklat. Apakah kau suka rasa coklat?"

Kotak susu itu berpindah tangan, " Aku suka susu coklat."

" Aku juga suka susu coklat." Narayan mengangguk senang. " Karena kau sudah menerima susu kotak ku, sekarang kita adalah teman. Oke?!"

Senyum lebar menghiasi wajah bocah perempuan itu. Sepasang manik abu- abu miliknya bersinar- sinar gembira. Mata bocah itu mengajak Narayan untuk bergembira bersama. Tanpa sadar Narayan tersenyum lebar.

" Matamu indah. Siapa namamu?"

Sembari menyedot susu coklat bocah itu menjawab, " Aya. Aku,... Aya."

Note Author:

Garis miring mengartikan jika itu kejadian flasback Narayan.

🐉🐉🐉

Episodes
1 Prolog
2 Chapter 01~ Salah Sasaran
3 Chapter 02~ Dendam si Paruh Tajam
4 Chapter 03~ Makan Malam Terakhir
5 Chapter 04~ Ulang Tahun si Kembar
6 Chapter 05~ Perjumpaan yang Menyakitkan (1)
7 Chapter 06~ Perjumpaan yang Menyakitkan (2)
8 Chapter 07~ Menawarkan Diri Menjadi Teman
9 Chapter 08~ Ini Adalah Takdir
10 Chapter 09~ Hukuman untuk Gendis
11 Chapter 10~Tugas Sang Ketua Kelas
12 Chapter 11~ Menyelidiki Kehidupan...
13 Chapter 12~ Menyambangi rumah Franda
14 Chapter 13~ Menerima Perbedaan, Itulah Teman
15 Chapter 14~ Sama- sama menyukai susu coklat (1)
16 Chapter 15~ Sama- sama menyukai susu coklat (2)
17 Chapter 16~ Bos mencarimu, Ken!
18 Chapter 17~ Tanpa Alas Kaki
19 Chapter 18~ Tim Pamela vc Tim Gendis
20 Chapter 19~ Pertumpahan Darah (1)
21 Chapter 20: Pertumpahan Darah (2)
22 Chapter 21~ Hujan air mata
23 Chapter 22~ Membawa Gendis ke rumah sakit
24 Chapter 23~ Sepuluh menit yang berharga
25 Chapter 24~ Kebersamaan yang membuat iri
26 Chapter 25~ Mengupas kulit bawang, selapis demi selapis
27 Chapter 26~ Nemenin mama reuni
28 Chapter 27~ Dua orang yang menyebalkan
29 Chapter 28~ Keputusan Bastian
30 Chapter 29 Warna yang identik
31 Chapter 30 Dunia,... begitu sempit
32 Chapter 31 Bahkan kami tidak saling mengenal, sampai,...
33 Chapter 32 Kami tidak pacaran!
34 Chapter 33 Bara yang kian menyala
35 Chapter 34 Berita terpanas!
36 Chapter 35 Membungkam mulut semua anak
37 Chapter 36 Karena kau sahabatku,...
38 Chapter 37 Menyelamatkan Morin
39 Chapter 38 Rival (1)
40 Chapter 39 Rival (2)
41 Chapter 40 Merah, Kuning, Hijau,...
42 Chapter 41 Menyelesaikan Masalah
43 Chapter 42 Satu di Antara Dua
44 Chapter 43 Dukungan untuk Morin
45 Chapter 44 Pemikiran Sederhana Gendis
46 Chapter 45 Sisi Paranoid Sasa
47 Chapter 46 Morin dan Kisah Hidupnya
48 Chapter 47 Meringkusnya
49 Chapter 48 Aku Menolongmu Karena,...
50 Chapter 49 Dia yang Bernama Gendis
51 Chapter 50 Penyelidikan Identitas Diri (1)
52 Chapter 51 Penyelidikan Identitas Diri (2)
53 Chapter 52 Penyelidikan Identitas Diri (3)
54 Chapter 53 Awal Persahabatan
55 Chapter 54 Berbagi Kebahagiaan Kecil
56 Chapter 55 Gigitan Terakhir
57 Chapter 56 Satu Rahasia Banyak Kisah (1)
58 Chapter 57 Satu Rahasia Banyak Kisah (2)
59 Chapter 58 Berjumpa Narayan
60 Chapter 59 Menangislah, bahu ini tersedia untukmu
61 Chapter 60 Pertengkaran Pertama Mereka
62 Chapter 61 Mimpi versus Realita
63 Chapter 62 Cuka di Wajah Gema
64 Chapter 63 Kesimpulan yang Keliru
65 Chapter 64 Meluruskan Simpul (1)
66 Chapter 65 Meluruskan Simpul (2)
67 Chapter 66 Mengambil Sikap
68 Chapter 67 Kegelisahan Gendis
69 Chapter 68 Si Kembar yang Menjengkelkan
70 Chapter 69 Mengumpulkan Sampel (1)
71 Chapter 70 Mengumpulkan Sampel (2)
Episodes

Updated 71 Episodes

1
Prolog
2
Chapter 01~ Salah Sasaran
3
Chapter 02~ Dendam si Paruh Tajam
4
Chapter 03~ Makan Malam Terakhir
5
Chapter 04~ Ulang Tahun si Kembar
6
Chapter 05~ Perjumpaan yang Menyakitkan (1)
7
Chapter 06~ Perjumpaan yang Menyakitkan (2)
8
Chapter 07~ Menawarkan Diri Menjadi Teman
9
Chapter 08~ Ini Adalah Takdir
10
Chapter 09~ Hukuman untuk Gendis
11
Chapter 10~Tugas Sang Ketua Kelas
12
Chapter 11~ Menyelidiki Kehidupan...
13
Chapter 12~ Menyambangi rumah Franda
14
Chapter 13~ Menerima Perbedaan, Itulah Teman
15
Chapter 14~ Sama- sama menyukai susu coklat (1)
16
Chapter 15~ Sama- sama menyukai susu coklat (2)
17
Chapter 16~ Bos mencarimu, Ken!
18
Chapter 17~ Tanpa Alas Kaki
19
Chapter 18~ Tim Pamela vc Tim Gendis
20
Chapter 19~ Pertumpahan Darah (1)
21
Chapter 20: Pertumpahan Darah (2)
22
Chapter 21~ Hujan air mata
23
Chapter 22~ Membawa Gendis ke rumah sakit
24
Chapter 23~ Sepuluh menit yang berharga
25
Chapter 24~ Kebersamaan yang membuat iri
26
Chapter 25~ Mengupas kulit bawang, selapis demi selapis
27
Chapter 26~ Nemenin mama reuni
28
Chapter 27~ Dua orang yang menyebalkan
29
Chapter 28~ Keputusan Bastian
30
Chapter 29 Warna yang identik
31
Chapter 30 Dunia,... begitu sempit
32
Chapter 31 Bahkan kami tidak saling mengenal, sampai,...
33
Chapter 32 Kami tidak pacaran!
34
Chapter 33 Bara yang kian menyala
35
Chapter 34 Berita terpanas!
36
Chapter 35 Membungkam mulut semua anak
37
Chapter 36 Karena kau sahabatku,...
38
Chapter 37 Menyelamatkan Morin
39
Chapter 38 Rival (1)
40
Chapter 39 Rival (2)
41
Chapter 40 Merah, Kuning, Hijau,...
42
Chapter 41 Menyelesaikan Masalah
43
Chapter 42 Satu di Antara Dua
44
Chapter 43 Dukungan untuk Morin
45
Chapter 44 Pemikiran Sederhana Gendis
46
Chapter 45 Sisi Paranoid Sasa
47
Chapter 46 Morin dan Kisah Hidupnya
48
Chapter 47 Meringkusnya
49
Chapter 48 Aku Menolongmu Karena,...
50
Chapter 49 Dia yang Bernama Gendis
51
Chapter 50 Penyelidikan Identitas Diri (1)
52
Chapter 51 Penyelidikan Identitas Diri (2)
53
Chapter 52 Penyelidikan Identitas Diri (3)
54
Chapter 53 Awal Persahabatan
55
Chapter 54 Berbagi Kebahagiaan Kecil
56
Chapter 55 Gigitan Terakhir
57
Chapter 56 Satu Rahasia Banyak Kisah (1)
58
Chapter 57 Satu Rahasia Banyak Kisah (2)
59
Chapter 58 Berjumpa Narayan
60
Chapter 59 Menangislah, bahu ini tersedia untukmu
61
Chapter 60 Pertengkaran Pertama Mereka
62
Chapter 61 Mimpi versus Realita
63
Chapter 62 Cuka di Wajah Gema
64
Chapter 63 Kesimpulan yang Keliru
65
Chapter 64 Meluruskan Simpul (1)
66
Chapter 65 Meluruskan Simpul (2)
67
Chapter 66 Mengambil Sikap
68
Chapter 67 Kegelisahan Gendis
69
Chapter 68 Si Kembar yang Menjengkelkan
70
Chapter 69 Mengumpulkan Sampel (1)
71
Chapter 70 Mengumpulkan Sampel (2)

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!