" Ah,...leganya!"
Akhirnya remaja bermata kucing itu dapat mengakhiri penderitaannya, rasa melilit pada perutnya karena makanan pedas yang dikonsumsinya beberapa saat yang lalu. Ia melirik air yang menguyur kotorannya pergi jauh. Tangannya hanya melambai, mengucapkan selamat jalan dengan penuh sukacita, sebelum kotoran itu benar-benar menghilang dari depan matanya.
Sasa menghela napas lega lalu mendorong pintu bilik hanya untuk mendapati tiga orang gadis remaja seusianya sedang berdiri di depan cermin. Dua dari mereka sedang mecuci tangan sembari ngobrol, sementara satu orang lainnya sedang mengutak- Atik jerawat di depan cermin.
Teringat Gendis sedang menunggunya di luar, Sasa bergegas menuju wastafel. Ia ingin segera menyusul gadis itu sebelum menjadi kesal karena menunggu terlalu lama.
" Hai!" Sapa gadis yang berada di sisi kirinya dengan ramah. Sasa melirik cermin di depannya, dan mendapati jika gadis berambut keriting sebahu itu sedang memandangnya di sana. Sasa mendengus, tidak berminat untuk mengubrisnya. Tidak ada waktu.
" Gue bukan drakula yang akan mengigit, Sasa. Ramahlah sedikit." Sikap judes Sasa terlalu terlihat jelas di mata gadis itu. Seakan sudah terbiasa dengan hal itu, gadis itu sama sekali tidak kesal, malahan ia tersenyum manis.
" GUE NGGA ADA URUSAN SAMA LU, SALWA! JANGAN BERSIKAP KITA ADALAH TEMAN BAIK! BRENGSEK!"
Ledakan emosi Sasa seperti dinamit, mengejutkan semua orang yang Ada di sana, termasuk gadis bernama Salwa tersebut. Suasana jatuh dalam keheningan mencekam. Suara- suara percakapan terhenti, hanya menyisakan suara aliran air dari wastafel.
Setiap kepala menghentikan aktivitas mereka, dan menajamkan mata ke arah Sasa.
Tubuh remaja itu sedikit gemetar karena menahan emosi. Tangannya terkepal di samping tubuhnya. Ia terdiam sejenak, mencoba untuk mengendalikan diri. Lalu, setelah dua tarikan napas, tanpa berkata-kata Sasa memutar tubuhnya lalu melayang cepat menuju pintu keluar.
Salwa menundukkan kepalanya. Suasana hatinya berubah suram sepeninggal Sasa. Gadis itu, Sasa, benar- benar telah berubah, menjadi lebih pemarah dan mudah sekali tersinggung.
Apakah gadis itu menjadi pendendam karena kejadian di antara mereka dulu? Permintaan maaf yang ia lakukan, apakah itu tidak ada artinya bagi Sasa? Belum cukupkah ia merendahkan dirinya demi mendapatkan maaf dari Sasa?
Ck. Semua yang terjadi dulu memang salahnya. Harusnya ia tidak melakukan itu. Dasar bodoh! Ia hanya mencari kematian dengan membuat Sasa marah dan benci sampai mati kepadanya.
Nasi sudah menjadi bubur,...
Sementara itu, Sasa yang masih menahan sebal berderap dengan langkah terhentak- hentak. Sungguh sial.Orang yang tidak pernah ia harapkan muncul di depan hidungnya tahu- tahu ada. Siapa yang tahu jika mereka akan bertemu di sana.
Dunia sangat sempit. Moodnya segera menjadi buruk karena kejadian tadi.
Kurang dari 100 meter di depannya, Sasa menemukan punggung berkaos pink milik Sahabatnya, Gendis. Ia berdecak tidak suka melihat gadis itu berjalan santai dan asyik berbicara dengan seseorang di ponselnya tanpa melihat sekeliling.
Apa dia tidak bisa berbicara tanpa menggerakkan kakinya? Sulit sekali memintanya diam barang sebentar saja. Bagaimana kalau seseorang menabraknya saat ia sedang asyik berbicara di ponsel?"
Bahwa kata- kata itu hanya terlintas di otaknya saja, tidak berdoa atau berkeinginan hal itu menjadi kenyataan. Semoga yang ia takutkan tidak terjadi.
Tapi jika Tuhan sudah berkehendak, apa saja bisa terjadi. Bahkan, untuk lintasan pikiran buruk pun, jika memang sudah kehendak Tuhan terjadi, maka terjadilah.
Gendis sudah mau mencapai ujung, sebelum dua langkah lagi mendekati persimpangan jalan ke kiri dan ke kanan. Saat itu suasana nampak lenggang, karena semua pengunjung lebih banyak berpusat di lantai dasar yang sedang melangsungkan acara.
Tiba- tiba saja seorang remaja Laki- Laki muncul dari belokan sebelah kiri. Seperti halnya Gendis yang tidak menyadari bahaya akan menimpanya sebentar lagi, remaja itu pun sama. Jika Gendis asyik dengan ponselnya, remaja itu tidak sedang memegang ponsel. Hanya saja kepala remaja itu tidak menghadap ke jalan di depannya, melainkan fokus melihat ke arah lain.
Keduanya yang sembrono dan tidak memperhatikan jalan memang ditakdirkan untuk mengalami kecelakaan bersama.
" Aw,..." Sasa yang melihat dari jauh mencoba memperingati keduanya, namun sepertinya usahanya sia- sia. Sasa terlambat.
Hal yang ditakuti benar- benar terjadi. Tabrakan antara dua orang manusia tidak dapat terhindarkan. Bunyi gedebuk keras dua benda bertabrakan terdengar nyaring.
Mata Sasa terbelalak kaget. Ia melihat dengan ngeri bagaimana tubuh Gendis terpantul kembali ke belakang setelah bertabrakan dengan remaja Laki- Laki itu. Tubuh kurusnya terjengkang mencium lantai nan padat dan keras dengan pantat mendarat terlebih dahulu.
" Aduuuuhhh,..."
Sembari memaki kebodohan Gendis, Sasa mempercepat langkah menuju Gendis terjatuh.
" Gendis, lu ngga apa-apa?" Dalam empat langkah besar, Sasa sudah mendarat di samping sahabatnya. Ia berjongkok, memegangi pundak dan punggung gadis itu, membantunya untuk duduk.
" Sakit,..." Gendis meringis kesakitan sembari memegangi kepala dengan kedua tangannya.
" Kepala lu sakit, Gen?" Ia bertanya kembali, semakin cemas dan mulai ketakutan.
" BRENGSEK!" Melihat kondisi Gendis yang tak merespon pertanyaan, sepertinya sesuatu yang buruk terjadi padanya. Melihat lebih seksama kondisi sahabatnya, Sasa merutuk dengan keras.
Dua tas plastik berisi kotak- kotak kado dan juga ponsel pink milik Gendis tergeletak berantakan di sekitar mereka. Mengingat senangnya gadis itu dengan kado yang baru saja ia beli untuk kedua kakaknya, dan bagaimana ia menjaga kedua barang itu dengan sangat hati- hati sepanjang perjalanan, membuat Sasa memaki geram.
Belum cukup kesialan yang menimpa Gendis, hal lain yang menambah level kemarahan Sasa adalah begitu melihat kondisi Gendis berantakan, benar- benar berantakan. Kaos pink kesayangan yang membungkus tubuh kurusnya itu kini basah oleh cairan berwarna coklat. Dapat dipastikan bahwa itu berasal dari minuman yang tadi Gendis beli.
Musibah yang menimpa Gendis membuat emosi Sasa tersulut. Wajahnya merah padam,...
Gerakan Sasa begitu cepat dan mengagetkan. Ia bangkit dari posisi jongkok, membalikkan badannya menghadap si sumber kekacauan. Mata kucingnya begitu menakutkan. Hanya dengan dua langkah saja, ia sudah berada di hadapan remaja laki- laki itu.
"DASAR BRENGSEK! APA LU PIKIR INI JALANAN NENEK MOYANG LU! DI MANA LU SIMPAN MATA LU, HAH?!"
Nada yang mengelegar bagaikan petir mengejutkan Narayan. Remaja tampan itu membeku di tempat untuk beberapa saat lamanya.
Sasa maju dan mencengkram kerah kemeja Narayan, menariknya kuat- kuat.Tubuhnya gemetar menahan emosi.
" LIHAT APA YANG LU PERBUAT, BRENGSEK! BELUM PERNAH KENA PUKUL RUPANYA,..."
" Sasa,... tenanglah." Di tengah emosi Sasa yang sudah di ubun- ubun, sebuah suara menegurnya dengan tenang. Baik Sasa maupun Narayan terkesiap kaget." Gue ngga apa-apa."
Hanya kepala Sasa yang memutar ke arah sahabatnya yang masih duduk di lantai, " Lu yakin tidak apa-apa, Gendis? Gue akan memberi bocah berandal ini pelajaran karena sudah menyebabkan orang lain celaka."
Terdengar helaan napas sebelum Gendis menaikkan rahangnya, dan melempar tatapan penuh isyarat ke arah sahabatnya. " Jangan cari masalah, Sasa." Katanya, pelan namun tegas, " Kendalikan emosi lu. Gue beneran ngga apa-apa."
" Lu yakin,...?"
" Amat sangat yakin."
Akhirnya, kata- kata terakhir Gendis mampu meredam amarah Sasa yang memuncak, nyaris meledak tak terkendali. Dengan kekesalan yang tersisa, Sasa melepaskan cengkraman tangannya pada kerah kemeja Narayan dan mendorong bocah itu dengan kasar.
" Pakai mata lu lain kali! Awas lu ya!" Sembur Sasa kepadanya.
🌺🌺🌺
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 71 Episodes
Comments
Dia amanah
semangat kak
Jangan lupa baca novel aku judulnya "Thanks"
Aku harap kita bisa saling support
Makasih kak
2021-02-14
0