Napasnya memburu, peluh bertumpuk, bahkan jantung nyaris meledak. Ia kelelahan. Tenaganya sudah melewati batas maksimal. Sudah cukup!
Kala otak dan anggota tubuh kehilangan kontrol, dan melupakan takdir mereka untuk saling bekerja sama, bersiaplah untuk bencana!
Hal yang sama terjadi dengan Gendis, lebih tepatnya, ia kehilangan kekuatan untuk mengontrol anggota tubuhnya. Sepasang kaki itu menolak perintahnya untuk berhenti berlari. Mereka begitu ketakutan, amat sangat ketakutan. Tak peduli perintah sang pemilik, seakan tertutup oleh gelapnya rasa takut.
GUK, GUK, GUK!!!
Gendis,....berhenti! Mau sampai kapan kita berlari seperti dikejar hantu begini, Hah? Aku lelah. Aku tidak kuat lagi. Gendis,... BERHENTI KATAKUUUU!
Teriakan protes itu terdengar cukup keras, hanya saja suaranya timbul tengelam di telinga bocah perempuan tujuh tahun itu. Ia begitu diliputi ketakutan, dan ingin melarikan diri sejauh- jauhnya.
Kondisi bocah perempuan itu cukup menyedihkan. Seragam sekolahnya kotor oleh bercak- bercak kecoklatan, karena ia berkali- kali jatuh mencium tanah. Kedua lututnya lecet dan berwarna merah karena darah.Tas miliknya hilang, entah terjatuh di mana. Dan sepatunya,.. bocah perempuan itu hanya menggenakan sepatu sebelah saja sementara yang sebelah lagi tanpa alas kaki.
Ya, bocah tujuh tahun itu kehilangan tas dan juga kehilangan sebelah sepatunya...
Rasa sakit tiba- tiba mencengkram ****** kecilnya, membuat Gendis berteriak histeris,
Aaaaaaaaakkkkhhhhh!
BRUUUKKK!!
Bocah itu kembali terpelanting jatuh menghantam tanah untuk kesekian kalinya.
" PIEEEEE,...KAU MENGIGIT PANT*TKU?!"
Yup, benar sekali. Hewan berkaki empat itu melepaskan taringnya dari tubuh berdaging Gendis. Lidah merahnya menjulur keluar dan dengan tanpa rasa bersalah mendekati yang masih tengkurap di tanah.
Aku terpaksa melakukannya, karena kau tidak mau berhenti berlari. Mata coklat Pie menatap Gendis lekat- lekat, memberitahunya alasan ia menggigit bocah itu.
" Tapi, mereka akan membunuh kita kalo kita tidak berlari sekencang-kencangnya, Pie. Kita harus menyelamatkan diri."
Pie, anjing berbulu hitam dan coklat nan gagah perkasa mendengus keras- keras lalu menundukkan lehernya serendah mungkin. Rasanya ia mau bunuh diri saja saling malunya memiliki soulmate berhati tempe seperti Gendis.
' Mereka' yang dimaksud si bocah lembek itu adalah induk ayam beserta anak-anaknya yang penuh nafsu mengejarnya sebagai aksi balas dendam!
Si induk ayam mengira jika Gendis yang mengambil salah satu anaknya, tapi sebenarnya bukan dia. Gendis hanya dijebak temannya, dengan memasukan anak ayam itu ke dalam ransel miliknya!
Dan 'kita',... Lebih tepatnya 'mereka' mengejar Gendis, bukan dirinya. Dia hanya terpaksa ikut lari, karena bocah itu lari sekencang-kencangnya tanpa peduli apapun.
" Gendis, ...hei, bangun!"
Gendis mencengkram kedua kuping panjang Pie, mendekatkan wajah mereka hingga menempel, " Pie, harusnya kau mengigit ayam- ayam itu, bukan mengigit pan*tku!"
" Ya, ampun, Gendis, bangun! Woiiiiiiiii, Gendiiiiisssssss!"
Teriakan itu menjebol gendang telinga Gendis, menimbulkan suara ngggggggggg panjang di kepalanya. Gendis bergerak mundur seketika, menjauhkan pekikan tajam itu, dan tanpa sadar melepaskan tangannya dari kuping panjang Pie.
Kelopak mata Gendis berkedut sekali, mengerjap- ngerjap beberapa detik, hingga akhirnya terbuka lebar. Sesaat dia terpaku. Pemandangan di depannya untuk sekian detik nampak buram.
Setelah perlahan-lahan mulai jelas, kedua mata Gendis membesar,...
Di depannya, nyaris bersentuhan hidung, sepasang mata milik Sasa menatapnya garang. Wajahnya sudah merah, semerah- merahnya karena emosi. Dan penyebabnya adalah kedua tangan Gendis yang berada di samping kepalanya, atau lebih tepatnya telinga kiri dan kanan.
Tangan Gendis terlihat menarik kencang, bahkan mencengkram kuat kedua telinga Sasa.
" AKAN AKU BUNUH KAU, GENDIS! LEPAS TELINGAKU SEKARANG JUGA!"
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 71 Episodes
Comments