Chapter 11~ Menyelidiki Kehidupan...

Pelajaran hari ini telah berakhir tepat pukul 4 sore. Beban berat pelajaran nyaris menyihir siswa- siswa menjadi mayat hidup yang menyeramkan. Wajah-wajah kuyu, pucat pasi karena kurang asupan nutrisi dan stress akut, dan lingkaran hitam di sekeliling mata, akan ada di seluruh kelas tingkat akhir.

Tekanan mental pasca ujian nasional begitu terasa. Pihak sekolah berupaya membantu anak didiknya mengatasi ketakutan dan kecemasan yang selalu hadir menjelang ujian Nasional. Kata- kata UN seakan menjadi momok mematikan bagi siswa kelas tingkat akhir.

Di kelas, sudah seminggu berjalan, pemandangan kepala menyatu dengan meja sudah menjadi kebiasaan baru sebagian besar penghuninya. Kebiasaan baru ini terjadi berbarengan dengan kelas tambahan yang berlangsung usai sekolah.

Dengan langkah gontai Gendis memasuki ruang kelasnya. Bersirobok pandang dengan Sasa yang tengah asyik mendengarkan musik lewat headsetnya. Alis tebal sahabatnya itu terangkat tinggi-tinggi, dan bibirnya melempar seulas senyum pemberi semangat. Bibir tipis Gendis melebar, membalasnya.

Sebelum Gendis tiba di kursinya, ia melewati kursi Rasya, wakil kelasnya. Ia berhenti sejenak, " Rasya." Panggilnya pelan.

Remaja laki laki itu bertubuh mungil dan berkaca mata. Ia adalah penghuni tetap kursi nomor dua dari depan. Sewaktu Gendis memanggilnya, ia setengah tertidur di meja akibat lelah belajar. Kepalanya terangkat dari meja. Pipinya basah, kemungkinan besar itu adalah liur yang ia hasilkan kala tertidur.

" Kau ngiler sewaktu tidur seperti bayi. Cepat bersihkan."

" O,..." Dengan wajah memerah malu, Rasya membersihkan liur di wajah dengan punggung tangannya. " Gendis, apakah kau sudah mau pulang?"

Gendis mengangguk, " Iya." Katanya," Aku sudah menyerahkan tugas sejarah ke Ibu Teta, hasilnya akan dibacakan besok. Kelas tambahan hari ini adalah sejarah, yang wajib ikut ada 15 orang, termasuk kamu."

Lalu Gendis menyerahkan file merah yang dibawanya dari wali kelasnya, lalu diserahkan kepada Rasya. " Tolong absen teman- teman yang ikut kelas tambahan nanti sore. Ada kupon makan di kantin untuk kalian. Isi perut dulu sebelum belajar, biar tidak sakit."

" Baiklah. Terima kasih untuk kupon kantin gratisnya, Gen. Kau sudah berusaha keras untuk mendapatkannya Setiap hari."

" Sudah kewajibanku, Rasya. Aku pulang dulu ya. Semangat!"

" Semangat!" Balas temannya itu.

Setelah pendelegasian selesai, Gendis berjalan menuju kursinya. Tas miliknya sudah nangkring di atas meja. Sepertinya Sasa telah berbaik hati merapikan buku- buku dan peralatan belajarnya.

" Kita pulang sekarang?" Tanya Sasa melepas headset dari telinganya, dilipat rapi, lalu diselipkan ke dalam tas hitamnya. Ia mengeluarkan susu kotak dari laci meja, disodorkan ke arah Gendis yang langsung diterima dengan antusias sahabatnya itu.

" Kau baik sekali Sasa!" Seru Gendis, langsung mencabut sedotan dan menusuk ke kotak susunya. Sembari menghisap susu kotak, matanya melirik ke arah belakang ke tempat Kaneka. Remaja laki-laki itu tengah menatapnya bosan sambil menopang dagu.

" Ayo kita pulang sekarang." Kata Gendis kemudian. Ia meraih tas miliknya, diikuti Sasa yang bangkit dari duduknya, juga Kaneka. " Ken, ayo!" Ajaknya.

" Hei, apa maksudmu mengajak anak itu?" Sasa terlihat tidak suka Kaneka ikut bersama mereka pulang. Tatapannya tajam ke arah Kaneka, membuatnya terdiam di tempat.

" Dia akan ikut kita pulang. " Kata Gendis santai, tidak mengubris ketidaksukaan Sasa. " Kau bawa mobil kan hari ini?"

" Iya, aku bawa mobil. Tapi,.."

" Sejak kapan kau jadi begit pelit, Sasa?" Gendis berdecak, sembari menggeleng-gelengkan kepala. " Rumah Ken searah dengan rumahku. Tidak ada salahnya dia ikut, bukan."

Sasa tidak membuka mulut, ingin mengatakan sesuatu, namun tidak jadi. Akhirnya mulutnya tertutup rapat.

Mereka keluar meninggalkan kelas bersama- sama. Kaneka dua langkah mengikuti dari belakang.

" Sejak kapan kau akrab dengan Ken, Gendis?" Di ruang loker, Sasa tidak tahan untuk membuka mulutnya kembali. Loker mereka bersebelahan. Kaneka sedang membuka lokernya juga di seberang mereka.

" Sejak kelas tambahan, seminggu ini." Jawab Gendis singkat. Ia mengambil ponsel yang tersimpan di dalam loker seharian ini, dan melihat beberapa pesan dan telepon masuk di sana.

15 pesan masuk, lima panggilan masuk tak terjawab...

Gendis,... Ini Aran. Kau masih ingat aku? Sepertinya kotak sepatu kita tertukar. Bisa kau telpon aku, secepatnya? Penting! Terima kasih!

🐘🐘🐘

Coklat batangan lezat itu lenyap tak bersisa, meninggalkan kertas pembungkusnya saja, itu pun segera terusir masuk ke keranjang sampah. Gadis cantik dengan rambut panjang sepunggung, kali ini dikuncir kuda, tengah asyik mengunyah coklat terakhir miliknya.

Kenikmatan tiada tara baginya adalah menikmati coklat kesukaannya tanpa gangguan. Dan ia sedang merasakan itu sekarang. Si pengganggu, yang biasanya usil, terlihat gelisah di depannya. Ia biasanya akan merecoki gadis itu dengan merebut coklat darinya, dan menghabiskannya sendiri.

Benar- benar sebuah keajaiban.

" Bisakah kau duduk tenang, Aran? Sudah satu jam kau mondar mandir seperti orang gila. Kau membuatku pusing, tahu tidak!" Franda mengomeli sahabatnya, Narayan, karena kelakuan 'tak biasanya' . Semenjak bocah itu menerima telpon dari Gendis, satu jam yang lalu, bocah itu tidak bisa duduk diam. Mirip cacing kepanasan.

" Aku mendadak gugup." Kata Narayan terus terang, membuat siapa pun yang mendengarnya pasti akan terkena serangan jantung!

Tapi, Franda hanya tertegun sesaat. Detik berikutnya tawanya pecah.

" Ckckck,... kau pikir ini lucu, ya!" Sewot, Narayan terlihat tidak senang mendengar Franda menertawakannya.

" Kau tahu,..." Franda yang masih tertawa terpingkal-pingkal berusaha berbicara," Bertahun-tahun aku mengenalmu, baru sekali ini kulihat kau begitu gugup. Sungguh lucu, dan mengemaskan!"

Apa yang dikatakan Franda sepenuhnya benar. Remaja tampan itu terkenal dengan sikap dinginnya. Suara, senyuman, apalagi tertawa, adalah sesuatu yang berharga baginya, yang tidak pernah ia bagi kepada dunia luar.

Sangat sulit bagi Franda awalnya, untuk menjadi dekat dengan Narayan. Tahun- tahun pertama, Narayan tidak memandangnya sama sekali. intovert akut. Manusia Goa. Itu julukan Franda kepadanya waktu itu.

Entah kenapa, meskipun Narayan tidak peduli kepadanya, dia tetep menempel tidak tahu malu. Pasang muka tebal jikalau Narayan merasa risih dengan kehadirannya yang menganggu.

Dan, pada akhirnya Aran menyerah kepadanya. Ia tidak lagi protes saat Franda membuntutinya. Membiarkan gadis bawel itu menemani hari-harinya. Meskipun Aran masih pelit Dengan suara, senyum dan tawa. Paling tidak, ia sudah mau menerima orang lain hadir di hidupnya.

Sedikit kisah awal perjalanan pertemanan Franda dan Aran.

" Aku tidak bisa berhenti memikirkan Gendis." Tukas Aran, mengakui perasaannya," Hampir gila rasanya."

Tawa Franda sudah surut beberapa detik yang lalu. Ia sedang menyeruput coklat panas dari Mug pandanya.

" Kenapa aku merasa, kau seperti menyimpan perasaan lain di hatimu terhadap bocah ini, Aran?" Seperti bergumam, namun perkataannya jelas terdengar di telinga Aran. Remaja laki- laki itu berhenti berjalan mondar mandir dan menolehkan kepala, menatapnya.

" Apa maksud perkataanmu barusan, Franda?"

Bahu Franda terangkat santai, " Entahlah. Aku hanya mengatakan apa yang aku rasakan saja." Lalu ia melemparkan senyuman manisnya kepada Aran, " Kau kan tahu, betapa aku sangat memperhatikanmu."

Mungkin karena kebaikan hati Franda begitu terlihat di mata Aran, ia akhirnya menerima gadis itu dalam hidupnya. Franda begitu sensitif dan sangat peka perasaannya. Di balik sikap manja, muka tembok, dan kepala batunya, hatinya begitu tulus. Dengan Franda, ia dapat bercerita apa saja, tanpa takut dikhianati.

Aran melangkah mendekati Franda, kemudian duduk di kursi kayu di samping gadis itu. Ia meraih Mug panda lain yang berada di atas meja. Coklat panas, persis seperti yang diminum gadis itu. Ia meneguknya tanpa meniupnya terlebih dahulu. Membiarkan rasa panas membakar lidah dan tenggorokannya.

" Aku merasa jika Gendis adalah Aya." Suara Aran sarat dengan kenangan masa lalu yang menyakitkan." Apakah kau pikir aku gila Karena mengatakan itu?"

" Tidak." Kata Franda pelan." Kau pasti punya alasan sendiri kenapa kau berpikir seperti itu, dan bersikeras dengan itu. Tapi,..." Franda terdiam, ia seperti memikirkan sesuatu," Benar atau tidak apa yang kau rasakan, semuanya harus dibuktikan. Memasuki kehidupan orang lain dengan alasan tersembunyi itu tidak dibenarkan. Itu jahat."

" Aku tidak berniat buruk, Franda, jika itu yang kau pikirkan."

" Kau bahkan sudah tersinggung, sebelum aku menjelaskannya." Tukas gadis itu cemberut. Mereka saling pandang dalam diam, mencoba menebak jalan pikiran masing-masing.

" Teruskan,..." Kata Aran, akhirnya.

" Jahat yang aku maksud di sini, karena kau tidak tulus berteman dengannya. Kau memiliki maksud tersembunyi. Untuk menyelidiki kehidupannya. Katakan, apa kalimatku barusan salah, Aran?"

Kepala Aran tertunduk lesu, mengakui perkataan itu, " Sepertinya kau benar."

🐉🐉🐉

Episodes
1 Prolog
2 Chapter 01~ Salah Sasaran
3 Chapter 02~ Dendam si Paruh Tajam
4 Chapter 03~ Makan Malam Terakhir
5 Chapter 04~ Ulang Tahun si Kembar
6 Chapter 05~ Perjumpaan yang Menyakitkan (1)
7 Chapter 06~ Perjumpaan yang Menyakitkan (2)
8 Chapter 07~ Menawarkan Diri Menjadi Teman
9 Chapter 08~ Ini Adalah Takdir
10 Chapter 09~ Hukuman untuk Gendis
11 Chapter 10~Tugas Sang Ketua Kelas
12 Chapter 11~ Menyelidiki Kehidupan...
13 Chapter 12~ Menyambangi rumah Franda
14 Chapter 13~ Menerima Perbedaan, Itulah Teman
15 Chapter 14~ Sama- sama menyukai susu coklat (1)
16 Chapter 15~ Sama- sama menyukai susu coklat (2)
17 Chapter 16~ Bos mencarimu, Ken!
18 Chapter 17~ Tanpa Alas Kaki
19 Chapter 18~ Tim Pamela vc Tim Gendis
20 Chapter 19~ Pertumpahan Darah (1)
21 Chapter 20: Pertumpahan Darah (2)
22 Chapter 21~ Hujan air mata
23 Chapter 22~ Membawa Gendis ke rumah sakit
24 Chapter 23~ Sepuluh menit yang berharga
25 Chapter 24~ Kebersamaan yang membuat iri
26 Chapter 25~ Mengupas kulit bawang, selapis demi selapis
27 Chapter 26~ Nemenin mama reuni
28 Chapter 27~ Dua orang yang menyebalkan
29 Chapter 28~ Keputusan Bastian
30 Chapter 29 Warna yang identik
31 Chapter 30 Dunia,... begitu sempit
32 Chapter 31 Bahkan kami tidak saling mengenal, sampai,...
33 Chapter 32 Kami tidak pacaran!
34 Chapter 33 Bara yang kian menyala
35 Chapter 34 Berita terpanas!
36 Chapter 35 Membungkam mulut semua anak
37 Chapter 36 Karena kau sahabatku,...
38 Chapter 37 Menyelamatkan Morin
39 Chapter 38 Rival (1)
40 Chapter 39 Rival (2)
41 Chapter 40 Merah, Kuning, Hijau,...
42 Chapter 41 Menyelesaikan Masalah
43 Chapter 42 Satu di Antara Dua
44 Chapter 43 Dukungan untuk Morin
45 Chapter 44 Pemikiran Sederhana Gendis
46 Chapter 45 Sisi Paranoid Sasa
47 Chapter 46 Morin dan Kisah Hidupnya
48 Chapter 47 Meringkusnya
49 Chapter 48 Aku Menolongmu Karena,...
50 Chapter 49 Dia yang Bernama Gendis
51 Chapter 50 Penyelidikan Identitas Diri (1)
52 Chapter 51 Penyelidikan Identitas Diri (2)
53 Chapter 52 Penyelidikan Identitas Diri (3)
54 Chapter 53 Awal Persahabatan
55 Chapter 54 Berbagi Kebahagiaan Kecil
56 Chapter 55 Gigitan Terakhir
57 Chapter 56 Satu Rahasia Banyak Kisah (1)
58 Chapter 57 Satu Rahasia Banyak Kisah (2)
59 Chapter 58 Berjumpa Narayan
60 Chapter 59 Menangislah, bahu ini tersedia untukmu
61 Chapter 60 Pertengkaran Pertama Mereka
62 Chapter 61 Mimpi versus Realita
63 Chapter 62 Cuka di Wajah Gema
64 Chapter 63 Kesimpulan yang Keliru
65 Chapter 64 Meluruskan Simpul (1)
66 Chapter 65 Meluruskan Simpul (2)
67 Chapter 66 Mengambil Sikap
68 Chapter 67 Kegelisahan Gendis
69 Chapter 68 Si Kembar yang Menjengkelkan
70 Chapter 69 Mengumpulkan Sampel (1)
71 Chapter 70 Mengumpulkan Sampel (2)
Episodes

Updated 71 Episodes

1
Prolog
2
Chapter 01~ Salah Sasaran
3
Chapter 02~ Dendam si Paruh Tajam
4
Chapter 03~ Makan Malam Terakhir
5
Chapter 04~ Ulang Tahun si Kembar
6
Chapter 05~ Perjumpaan yang Menyakitkan (1)
7
Chapter 06~ Perjumpaan yang Menyakitkan (2)
8
Chapter 07~ Menawarkan Diri Menjadi Teman
9
Chapter 08~ Ini Adalah Takdir
10
Chapter 09~ Hukuman untuk Gendis
11
Chapter 10~Tugas Sang Ketua Kelas
12
Chapter 11~ Menyelidiki Kehidupan...
13
Chapter 12~ Menyambangi rumah Franda
14
Chapter 13~ Menerima Perbedaan, Itulah Teman
15
Chapter 14~ Sama- sama menyukai susu coklat (1)
16
Chapter 15~ Sama- sama menyukai susu coklat (2)
17
Chapter 16~ Bos mencarimu, Ken!
18
Chapter 17~ Tanpa Alas Kaki
19
Chapter 18~ Tim Pamela vc Tim Gendis
20
Chapter 19~ Pertumpahan Darah (1)
21
Chapter 20: Pertumpahan Darah (2)
22
Chapter 21~ Hujan air mata
23
Chapter 22~ Membawa Gendis ke rumah sakit
24
Chapter 23~ Sepuluh menit yang berharga
25
Chapter 24~ Kebersamaan yang membuat iri
26
Chapter 25~ Mengupas kulit bawang, selapis demi selapis
27
Chapter 26~ Nemenin mama reuni
28
Chapter 27~ Dua orang yang menyebalkan
29
Chapter 28~ Keputusan Bastian
30
Chapter 29 Warna yang identik
31
Chapter 30 Dunia,... begitu sempit
32
Chapter 31 Bahkan kami tidak saling mengenal, sampai,...
33
Chapter 32 Kami tidak pacaran!
34
Chapter 33 Bara yang kian menyala
35
Chapter 34 Berita terpanas!
36
Chapter 35 Membungkam mulut semua anak
37
Chapter 36 Karena kau sahabatku,...
38
Chapter 37 Menyelamatkan Morin
39
Chapter 38 Rival (1)
40
Chapter 39 Rival (2)
41
Chapter 40 Merah, Kuning, Hijau,...
42
Chapter 41 Menyelesaikan Masalah
43
Chapter 42 Satu di Antara Dua
44
Chapter 43 Dukungan untuk Morin
45
Chapter 44 Pemikiran Sederhana Gendis
46
Chapter 45 Sisi Paranoid Sasa
47
Chapter 46 Morin dan Kisah Hidupnya
48
Chapter 47 Meringkusnya
49
Chapter 48 Aku Menolongmu Karena,...
50
Chapter 49 Dia yang Bernama Gendis
51
Chapter 50 Penyelidikan Identitas Diri (1)
52
Chapter 51 Penyelidikan Identitas Diri (2)
53
Chapter 52 Penyelidikan Identitas Diri (3)
54
Chapter 53 Awal Persahabatan
55
Chapter 54 Berbagi Kebahagiaan Kecil
56
Chapter 55 Gigitan Terakhir
57
Chapter 56 Satu Rahasia Banyak Kisah (1)
58
Chapter 57 Satu Rahasia Banyak Kisah (2)
59
Chapter 58 Berjumpa Narayan
60
Chapter 59 Menangislah, bahu ini tersedia untukmu
61
Chapter 60 Pertengkaran Pertama Mereka
62
Chapter 61 Mimpi versus Realita
63
Chapter 62 Cuka di Wajah Gema
64
Chapter 63 Kesimpulan yang Keliru
65
Chapter 64 Meluruskan Simpul (1)
66
Chapter 65 Meluruskan Simpul (2)
67
Chapter 66 Mengambil Sikap
68
Chapter 67 Kegelisahan Gendis
69
Chapter 68 Si Kembar yang Menjengkelkan
70
Chapter 69 Mengumpulkan Sampel (1)
71
Chapter 70 Mengumpulkan Sampel (2)

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!