Takut

Pagi ini Amara bertugas seperti biasanya. Ia mendampingi dokter untuk mengunjungi dan memeriksa keadaan setiap pasien untuk mengetahui perkembangan terbaru kesehatan mereka sebelum diperbolehkan pulang.

Amara mengikuti Dokter Khanza yang lebih dulu berjalan di depannya. Tangan ramping itu mendorong troli tempat obat.

"Dokter, apa masih ada pasien yang belum kita periksa?" Amara bertanya heran sembari tetap berjalan.

"Kita belum memeriksa pasien yang menempati kamar perawatan VIP. Baru semalam dia dipindahkan di sana." Dokter Khanza menjawab pelan.

"Oh begitu." Amara mengangguk. "Atas nama siapa dokter?"

"Dimas. Tentunya kau masih ingat dia bukan?"

Langkah Amara seketika terhenti mendengar nama itu disebutkan. Tubuhnya membeku dan wajahnya nampak merona seperti malu.

Khanza yang berjalan di depan sontak berhenti. Wanita berusia tiga puluh tahun itu menoleh dan menatap Amara dengan wajah kebingungan.

"Amara," panggil dokter itu kemudian.

"Ya, Dokter!" sahut gadis berjilbab itu gelagapan. Ia bahkan terlonjak mendengar namanya disebutkan.

"Kenapa berhenti?"

"Ah, tidak ada apa-apa, Dokter." Amara menyahut cepat dengan nada menyangkal, berusaha menepis rasa tidak nyaman yang mendadak muncul tanpa bisa dilawan. Ia lantas berjalan cepat menyusul Khanza yang berada di depan. "Mari, Dok," ajaknya kemudian.

Keduanya sampai di ruangan VIP tak lama setelah itu. Amara mengikuti Khanza dengan langkah sendat. Di ruangan itu nampak seorang lelaki tengah berbaring di ranjang perawatan. Pandangannya kosong, bahkan ia tak merespon kedatangan Dokter yang akan memeriksanya.

Seorang wanita paruh baya yang semula duduk di ranjang untuk menjaga pria itu tergopoh menghampiri Amara dan Khanza.

"Selamat pagi, Dokter," sapa wanita itu kemudian.

"Selamat pagi juga, Bu," dokter Khanza membalas ramah, kemudian menoleh menatap Dimas yang tengah terbaring setengah duduk di ranjang. "Apa pasien putra Ibu?" tanyanya kemudian.

"Bukan, Dokter. Beliau adalah putra dari majikan saya."

Khanza mengangguk faham lalu melangkahkan mendekati ranjang. "Selamat pagi, Tuan Dimas," sapanya kemudian untuk melakukan pendekatan.

Namun tak ada jawaban. Lelaki itu tetap pada posisinya, tak bergeming sedikitpun. Dokter Khanza lantas menginstruksikan pada Amara untuk memeriksa tekanan darah pasien.

"Permisi Tuan, saya akan memeriksa tekanan darah anda sebentar." Amara meraih tangan pasien pelan dan memasangkan alat pengukur tekanan darah itu dengan hati-hati.

Walau ada rasa tak nyaman yang melingkupi hatinya, tapi Amara tetap bersikap tenang seolah tak terjadi apa-apa. Ia bersikap biasa saat memeriksa seperti pada pasien-pasien lainnya. "Sudah selesai ...," ucap Amara sambil tersenyum ramah, lantas melepaskan alat itu dari tangan Dimas pelan-pelan.

Melirik makanan pasien yang masih utuh di atas nakas, Khanza lantas menoleh ke arah wanita paruh baya tadi kemudian bertanya, "Apa dia tidak mau makan?"

Wanita itu mengangguk. "Benar Dokter. Saya tidak berhasil membujuknya untuk makan."

Khanza mengangguk-angguk seolah faham, lantas melempar pandangan ke arah Amara penuh isyarat.

Amara mengangguk faham, lantas melangkah mendekati nakas dan mengambil piring makan itu segera.

"Tuan makan dulu ya, karena anda harus minum obat setelahnya," bujuk Amara pelan lalu menyodorkan sesendok makanan ke bibir Dimas. Namun lelaki itu hanya bergeming dan menatap Amara dengan sorot mata tajam.

Praannnkk!

Piring makan itu terjatuh dari tangan Amara setelah Dinas menepisnya dengan sengaja. Suaranya sangat nyaring hingga mengejutkan tiga wanita yang ada di sana.

Bukannya menyesal telah membuat kekacauan, lelaki itu malah tersenyum puas tanpa dosa.

* * *

Satu minggu kemudian

Amara serta beberapa orang Dokter spesialis penyakit berbeda memasuki ruangan VIP. Ini adalah pemeriksaan terakhir sebelum pasien diperbolehkan pulang.

Seperti biasa, gadis itu lah yang mengukur suhu tubuh dan tensi darah pasien. Meski tak terhitung lagi berapa kali sudah melakukan hal ini, namun Amara masih saja merasa was-was.

Terlebih lagi saat sekilas Amara melirik laki-laki yang tengah menatapnya itu dengan sorot mata mengancam. Seringainya pun muncul saat ia berhasil membuat Amara kikuk dan gusar.

Dengan hati-hati Amara mencabut selang infus yang masih tertancap di punggung tangan Dimas. Tangan Amara yang bergetar bisa dilihat jelas oleh Dimas yang memang selalu mengawasi setiap gerakan Amara.

"Lo ngapain gemetaran gitu?"

Secara spontan Amara pun mendongak menatap Dimas dengan ekspresi wajah terkejut bercampur takjup. Pasalnya selama lebih dari dua minggu lelaki itu dirawat, sekalipun ia belum pernah memperdengarkan suaranya sama sekali.

"Lo takut sama gue?" Dimas mencoba menebak sembari menyipitkan mata. Mengamati Amara yang tiba-tiba bengong menatap dirinya seperti sedang terperangah.

"T-tidak Tuan," bantah Amara dengan suara terbata. "Apa Tuan masih merasa pusing?" Amara mengalihkan pembicaraan sembari menatap kepala tanpa rambut yang terbungkus rapat oleh perban putih itu.

"Enggak." Dimas menjawab singkat.

Amara lantas menarik diri dan menyerahkan selanjutnya kepada tim Dokter. Amara hanya diam saat para Dokter berbicara dengan Dimas dan orang tuanya yang memang sudah beberapa hari ini selalu setia mendampingi sang putera.

Decitan suara kursi roda yang beradu dengan lantai rumah sakit terdengar berisik saat Amara mendorong kursi yang Dimas duduki itu menuju ke lobi rumah sakit.

Sudah saatnya Dimas pulang, dan hal ini juga membuat para dokter dan juga Amara merasa lega. Karena dengan begitu tugas mereka pun selesai.

Praakk!

Ponsel dari genggaman Dimas pun terjatuh ke lantai saat mereka diam menunggu sopir menyiapkan tempat yang nyaman untuk Dimas di dalam mobil.

Dengan cepat Amara pun berjongkok untuk mengambil ponsel itu lalu menyerahkannya pada Dimas.

"Ponsel anda Tuan, apa ada masalah dengan tangan anda?" Amara bertanya dengan nada khawatir.

"Enggak." Jawab Dimas dingin sembari menyambar ponsel nya dari tangan Amara.

Pelan - pelan saja kenapa si, lagi sakit aja galak gitu. Gimana sehat nya?! Amara menggumam kesal dalam hati.

"Dimas apa tangan mu merasa sakit atau bagaimana?" Ibu Dimas pun tampak khawatir pada putranya. Wanita cantik paruh baya itu menatap putranya dengan wajah cemas.

"Aku nggak apa-apa Ma, Mama nggak usah khawatir."

"Tapi kenapa ponselmu jatuh? Kalau belum sembuh benar mending jangan pulang dulu deh. Kita balik periksa lagi ya,"

"Enggak usah Mama, aku sudah sehat."

"Kau yakin Dimas?" Lelaki paruh baya pun menyahut. Dia ayah Dimas.

"Yakin Ayah," Dimas menjawab sembari tersenyum. Berusaha meyakinkan kedua orang tuanya bahwa dirinya baik-baik saja.

Amara hanya tersenyum saat menyaksikan hubungan orang tua dan anak yang saling menyayangi satu sama lain. Hatinya berdesir perih seketika karena merasa tidak beruntung dalam hal itu.

Amara menunduk saat air matanya hampir jatuh. Ia menggerakkan tangannya untuk menyeka. Agar tak sampai membasahi pipi nya.

Amara tersenyum dengan setengah membungkukkan tubuhnya sebagai salam perpisahan saat mobil yang membawa Dimas meninggalkan lobi rumah sakit.Ucapan rasa terimakasih yang tulus pun tak luput ia terima dari keluarga pasien itu.

Amara menghela nafas dalam, merasa lega. Satu tugasnya terselesaikan lagi dengan baik. Gadis itu tersenyum sembari kembali melangkah masuk.

* * *

"Terimakasih banget untuk pinjaman uangnya ya mbak, aku nggak tau lagi harus minta tolong ke siapa." Amara tersenyum getir, berusaha menutupi wajah pucatnya.

"Enggak apa-apa Mara, kamu pakai dulu uangnya ya. Itu tabungan pribadi aku, kok." Diana mencoba menenangkan gadis yang duduk di sampingnya itu dengan mengusap pundaknya lembut. "Sekarang ceritain ke aku, gimana ceritanya kamu bisa ganti rugi begitu?" desak Diana dengan wajah penuh rasa ingin tahu.

Amara menatap Diana dengan wajah pias lalu kemudian tertunduk. Ia terlihat menghela nafas dalam sebelum akhirnya membuka mulutnya untuk bercerita. Walau sebenarnya ia sangat malas mengingat kejadian yang baru beberapa jam berlalu itu.

Bersambung

Terpopuler

Comments

Eny Budi Lestari

Eny Budi Lestari

selalu ad kejutan ditiap part nya😁

2021-03-23

0

Adzana Raisha

Adzana Raisha

Semangat thor. Ditunggu bab selanjutnya

2020-12-27

2

ulfa

ulfa

sampai disini aku suka ceritanya Thor , menarikkk ...
lnjutt lgii ya , semngttt

2020-12-27

1

lihat semua
Episodes
1 Kecelakaan
2 Yatim piatu
3 Jomblowati
4 Bisik di telinga
5 Juan
6 Cinta bertepuk sebelah tangan
7 Perubahan sikap
8 Pemandangan mencengangkan
9 Terbongkar
10 Terima kasih untuk malam ini
11 Suara syahdu
12 Takut
13 Insiden di mini market
14 Sebuah tawaran
15 Oh No!
16 Keputusan tanpa pikir panjang
17 Siap bekerja
18 Penyambutan luar biasa
19 Berhasil menipu
20 Sebuah gigitan
21 Merasa sendirian (Rindu Juan)
22 Bukan lelaki lemah
23 Pertemuan tak terduga
24 Di mana Naura?
25 Senjata makan tuan
26 Balas dendam
27 Siapa nama Lo?
28 Seperti maling tertangkap basah
29 Pelajaran
30 Lelah
31 Tertidur pulas
32 Pijatan di kaki
33 Melukis pulau di atas bantal
34 Bidadari turun dari loteng
35 Balikin pisang gue!
36 Tidak!
37 Lo ngetawain gue
38 Cewek nggak ada ahlak
39 Ciuman pertama
40 Ini hanya ujian
41 Anugerah tak terduga
42 Pembalasan
43 Doooor!!!!
44 Menangis lah
45 Di bawah selimut
46 Mangkuk bubur
47 Tujuh kucing
48 Nggak boleh bantah!
49 Es krim
50 Empat gadis
51 Lowbat
52 Jadi Ustadzah
53 Kontrak
54 Denda
55 Awas naksir
56 Terpesona
57 Gila?
58 Sepatu sebelah
59 Berdarah
60 Paranoid
61 Jalan pakai kaki gue
62 Mobil
63 Ayo Buruan
64 Suasana tak nyaman
65 Pengorbanan Sia-sia
66 Nggak Jadian
67 Kenangan di restoran
68 Naura
69 Kehilangan pasien
70 Menemukan pasiennya
71 Cie cie
72 Mas Ikuuuuut
73 Cowok nggak peka
74 Kayak bini gue aja
75 Gini-gini doang
76 Salon
77 Baper
78 Pesta
79 Kan ada aku
80 Makasih udah cemasin gue
81 Ucapan Selamat
82 Menunda untuk kesekian kalinya
83 Secangkir kopi
84 Mati bersamamu
85 Terjebak
86 Tertangkap basah
87 Kedatangan Mertua
88 Penjelasan
89 Enam bulan
90 Gosah ngarep
91 Panggil Mama
92 Simbol janji
93 Bisa, kan?
94 Menantu sementara
95 Malu nggak ketulungan
96 Sesuai ekspektasi
97 Kasur lipat
98 Aku lapar
99 Jangan libatkan hati dan perasaan
100 Menginap
101 Kompak
102 Sarapan bertiga
103 Toko perhiasan
104 Es Boba
105 Mencintaimu dalam diam
106 Permintaan Naura
107 Perlakuan Manis
108 Seperti Tersengat
109 Tak Waras
110 Lupa
111 Kecewa
112 Salah paham
113 Ketahuan
114 Sedikit tidak rela
115 Iblis betina
116 Pernyataan mengejutkan
117 Kecewa
118 Kelimpungan
119 Telah Berakhir
120 Kafe
121 Foto Candid
122 Yang suami Amara itu siapa?
123 Hanya batu kali
124 Kejadian di panti asuhan
125 Kehilangan jejak
126 Tangan lembut dan dingin
127 Gue Capek
128 Aturan Baskoro
129 Khawatir
130 Terjebak situasi
131 Merasa terancam
132 Kembali di titik awal
133 Otak nggak ada akhlak
134 Sadar Diri
135 Sok tau
136 Satu Paket
137 Provokasi
138 Aku yang membantumu berdiri, dia yang kau ajak berlari
139 Sandiwara yang nyata
140 Iya, aku suka
141 Bantal guling
142 Bisikan setan
143 Hanya peduli, bukannya ada hati
144 Perpaduan yang sempurna
145 Terima kasih, Ma
146 High heels versus pantofel
147 Panas dingin
148 Perjuangan untuk orang yang istimewa
149 Tolong aku
150 Nggak bisa tidur tanpa lo
151 Mala Rindu
152 Aldo
153 Cuma Modus
154 Mau apa lagi?
155 Kepiting matang
156 Satu permintaan
157 Cemburu?
158 Terlalu pemalu
159 Ketahuan
160 Satu syarat
161 Mau sih, tapi malu
162 Kamu di mana, Sayang?
163 Bercak darah
164 Bocah asing
165 Secercah cahaya
166 Mau aku bantu?
167 Jangan buat aku hancur
168 Aku mencintaimu
169 Sini aku bantu (Bonchap)
170 Seperti dapat berkah (Bonchap)
171 Menyatukan Cinta
Episodes

Updated 171 Episodes

1
Kecelakaan
2
Yatim piatu
3
Jomblowati
4
Bisik di telinga
5
Juan
6
Cinta bertepuk sebelah tangan
7
Perubahan sikap
8
Pemandangan mencengangkan
9
Terbongkar
10
Terima kasih untuk malam ini
11
Suara syahdu
12
Takut
13
Insiden di mini market
14
Sebuah tawaran
15
Oh No!
16
Keputusan tanpa pikir panjang
17
Siap bekerja
18
Penyambutan luar biasa
19
Berhasil menipu
20
Sebuah gigitan
21
Merasa sendirian (Rindu Juan)
22
Bukan lelaki lemah
23
Pertemuan tak terduga
24
Di mana Naura?
25
Senjata makan tuan
26
Balas dendam
27
Siapa nama Lo?
28
Seperti maling tertangkap basah
29
Pelajaran
30
Lelah
31
Tertidur pulas
32
Pijatan di kaki
33
Melukis pulau di atas bantal
34
Bidadari turun dari loteng
35
Balikin pisang gue!
36
Tidak!
37
Lo ngetawain gue
38
Cewek nggak ada ahlak
39
Ciuman pertama
40
Ini hanya ujian
41
Anugerah tak terduga
42
Pembalasan
43
Doooor!!!!
44
Menangis lah
45
Di bawah selimut
46
Mangkuk bubur
47
Tujuh kucing
48
Nggak boleh bantah!
49
Es krim
50
Empat gadis
51
Lowbat
52
Jadi Ustadzah
53
Kontrak
54
Denda
55
Awas naksir
56
Terpesona
57
Gila?
58
Sepatu sebelah
59
Berdarah
60
Paranoid
61
Jalan pakai kaki gue
62
Mobil
63
Ayo Buruan
64
Suasana tak nyaman
65
Pengorbanan Sia-sia
66
Nggak Jadian
67
Kenangan di restoran
68
Naura
69
Kehilangan pasien
70
Menemukan pasiennya
71
Cie cie
72
Mas Ikuuuuut
73
Cowok nggak peka
74
Kayak bini gue aja
75
Gini-gini doang
76
Salon
77
Baper
78
Pesta
79
Kan ada aku
80
Makasih udah cemasin gue
81
Ucapan Selamat
82
Menunda untuk kesekian kalinya
83
Secangkir kopi
84
Mati bersamamu
85
Terjebak
86
Tertangkap basah
87
Kedatangan Mertua
88
Penjelasan
89
Enam bulan
90
Gosah ngarep
91
Panggil Mama
92
Simbol janji
93
Bisa, kan?
94
Menantu sementara
95
Malu nggak ketulungan
96
Sesuai ekspektasi
97
Kasur lipat
98
Aku lapar
99
Jangan libatkan hati dan perasaan
100
Menginap
101
Kompak
102
Sarapan bertiga
103
Toko perhiasan
104
Es Boba
105
Mencintaimu dalam diam
106
Permintaan Naura
107
Perlakuan Manis
108
Seperti Tersengat
109
Tak Waras
110
Lupa
111
Kecewa
112
Salah paham
113
Ketahuan
114
Sedikit tidak rela
115
Iblis betina
116
Pernyataan mengejutkan
117
Kecewa
118
Kelimpungan
119
Telah Berakhir
120
Kafe
121
Foto Candid
122
Yang suami Amara itu siapa?
123
Hanya batu kali
124
Kejadian di panti asuhan
125
Kehilangan jejak
126
Tangan lembut dan dingin
127
Gue Capek
128
Aturan Baskoro
129
Khawatir
130
Terjebak situasi
131
Merasa terancam
132
Kembali di titik awal
133
Otak nggak ada akhlak
134
Sadar Diri
135
Sok tau
136
Satu Paket
137
Provokasi
138
Aku yang membantumu berdiri, dia yang kau ajak berlari
139
Sandiwara yang nyata
140
Iya, aku suka
141
Bantal guling
142
Bisikan setan
143
Hanya peduli, bukannya ada hati
144
Perpaduan yang sempurna
145
Terima kasih, Ma
146
High heels versus pantofel
147
Panas dingin
148
Perjuangan untuk orang yang istimewa
149
Tolong aku
150
Nggak bisa tidur tanpa lo
151
Mala Rindu
152
Aldo
153
Cuma Modus
154
Mau apa lagi?
155
Kepiting matang
156
Satu permintaan
157
Cemburu?
158
Terlalu pemalu
159
Ketahuan
160
Satu syarat
161
Mau sih, tapi malu
162
Kamu di mana, Sayang?
163
Bercak darah
164
Bocah asing
165
Secercah cahaya
166
Mau aku bantu?
167
Jangan buat aku hancur
168
Aku mencintaimu
169
Sini aku bantu (Bonchap)
170
Seperti dapat berkah (Bonchap)
171
Menyatukan Cinta

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!