Penyambutan luar biasa

Usai berbincang sebentar, Eli lantas mempertemukan Amara dengan wanita berusia matang yang konon adalah majikannya. Wanita cantik itu terlihat lebih muda dari usianya. Penampilannya tampak elegan dengan pakaian dan perhiasan mahal yang melekat di tubuhnya.

"Selamat pagi Nyonya," sapa Amara ramah saat pertama kali pandangan mereka bertemu. Sejenak Amara terpaku, ia merasa seperti pernah bertemu dengan wanita itu, tapi kapan dan di mana, ia tak bisa mengingatnya dengan jelas.

"Kamu Amara?" tanya wanita itu datar. Pandangannya mengamati Amara dari kaki hingga ujung kepala seperti meragukan.

"Betul Nyonya." Amara mengangguk.

"Saya Amel, Nyonya di rumah ini. Kau yakin ingin bekerja di sini? Apa Dokter Khanza sudah menjelaskan semua mengenai pekerjaanmu disini?"

"Sudah, Nyonya." Amara kembali mengangguk mantap.

Wanita itu manggut-manggut pelan. Ia menghela nafas dalam sebelum kemudian berbicara penuh keyakinan. "Saya yakin, anak saya itu nggak gila. Makanya saya dan suami enggan membawanya ke rumah sakit jiwa. Saya percaya, dengan penanganan yang tepat anak saya akan sembuh seperti sedia kala." Wanita itu sejenak terdiam, menjeda ucapannya dengan mendesah pelan.

"Saat keluar dari rumah sakit beberapa hari yang lalu dia sudah dinyatakan sembuh oleh tim dokter. Tapi akhir-akhir ini emosinya kembali labil dan meledak-ledak secara mendadak. Entah sudah berapa perawat yang sudah berganti datang dan pergi. Semuanya menyerah dengan berbagai alasan."

Amara hanya mengangguk samar menanggapi cerita Amel. Ia pun mendengarkan baik-baik setiap kata yang terucap darinya.

"Saya hanya menerima seseorang yang benar-benar ingin bekerja, Amara. Bukan orang yang ingin main-main saja. Jadi saya perlu memastikan lagi, apa kau benar-benar ingin bekerja di sini?"

Pertanyaan Amel yang penuh penekanan itu membuat Amara tertegun bingung. Ia harus memutuskan sebelum melihat jelas seperti apa pekerjaannya. Sudah seperti membeli kucing dalam karung. Tapi sudah kepalang tanggung. Ia terlanjur resign dan memutuskan memilih bekerja di sini. Jadi tak ada pilihan lain lagi.

"Saya sudah mantap untuk bekerja di sini, Nyonya." Amara menjawab tegas dan penuh keyakinan.

"Bagus. Aku suka tekad kamu." Sebuah seringai puas tersungging lebar di bibir wanita yang mencepol rapi rambutnya itu. "Saya begitu menggantungkan harapan sama kamu. Semoga kamu bisa menjaga amanah dan tidak mengecewakan saya. Saya akan memberimu bonus besar jika berhasil merawatnya."

***

Amara mengikuti di belakang saat wanita itu membawanya menuju area taman belakang, dimana puteranya sedang berada di sana.

Dari kejauhan, Amara bisa melihat seorang pria tengah duduk termenung di atas kursi roda. Dengan balutan piyama tidur yang membungkus tubuh kurusnya, posisi pria dengan bebat di kepala itu membelakanginya dan menghadap tepat ke arah matahari pagi. Amara Berhenti tak jauh dari sana, sementara Amel terus bergerak mendekati putranya.

Tersenyum, Amel dengan penuh kasih sayang membelai lembut punggung putranya. Tapi pria itu bahkan tak bereaksi. Dimas sama sekali tak merespon kehadiran mamanya.

"Dimas," Amara sontak mengernyitkan keningnya saat mendengar nama itu disebut. "Mama mau perkenalkan seseorang padamu," lanjut Amel dengan punggung setengah membungkuk untuk mendekatkan diri pada putranya.

Dimas mendesah pelan. Ia terlihat malas menanggapi mamanya. "Siapa lagi sih, Ma. Siapa lagi yang Mama bawa!" ucap lelaki itu setengah berteriak. "Sudah ribuan kali aku bilang, aku tidak butuh perawat!"

"Tapi kau butuh perawat untuk menjagamu nak--"

"Aku tidak butuh!" potong Dimas dengan keras.

Amel mendesah pelan. Ia lalu berjongkok tepat di depan Dimas. Wanita dengan dress panjang warna coklat itu mendongak menatap mata putranya lekat-lekat.

"Dimas," lirih Amel. "Kita butuh perawat untuk memantau kesehatanmu, Nak."

"Apa dia wanita?" tanya Dimas penuh selidik.

Amel mengangguk dalam dengan wajah penuh sesal.

Dimas mendengkus sambil memalingkan wajahnya. Ia sudah menyangka sang mama tetap mendatangkan perawat wanita untuk merawatnya. Ia benci. Dimas tak suka. Karena setiap melihat wanita asing yang mencoba mendekatinya, ingatan Dimas selalu kembali pada Naura dan penghianatan gadis itu.

"Usir dia sekarang, Ma!"

Amel terperangah dan langsung menggeleng cepat sebagai bentuk penolakan. "Tidak bisa Dimas. Kita tidak bisa mengusir dia! Kita membutuhkan tenaganya un--"

"Pergi Lo!" sentakan Dimas itu berbarengan dengan ponsel yang melayang dan mendarat tepat di pelipis Amara. Dimas sengaja melemparkannya.

Amara meringis kesakitan, tapi tangannya masih sigap menangkap benda pipih itu hingga tak terjatuh ke lantai.

Kejadian tiba-tiba itu tentu saja terjadi di luar perkiraan Amel. Wanita paruh baya itu sontak berdiri dengan mata terbelalak kaget. Ia menatap Amara yang tengah mengusap pelipisnya dengan wajah cemas. "Amara, apa kau baik-baik saja?" tanyanya untuk memastikan. Sementara Amara hanya tersenyum kecut sebagai jawaban.

Amel mengarahkan pandangan ke arah sang putra yang rupanya masih menatap tajam terhadap Amara. Tangan Dimas terkepal, sementara rahangnya mengeras. Amel bisa memastikan jika putranya itu benar-benar tengah marah.

Amel segera membungkukkan badan dan cepat-cepat menangkup wajah Dimas dan memaksa lelaki itu untuk menatapnya.

"Dimas, lihat Mama, Nak. Lihat Mama!" desak Amel penuh kecemasan. Namun kepala Dimas begitu berat untuk ia paksa, hingga pria itu tetap mengarahkan tatapan penuh ancaman ke arah Amara.

Tanpa aba-aba, Dimas bangkit dari duduknya. Ekspresinya menggelap dan mengerikan. Dengan tertatih ia melangkah cepat ke arah Amara seperti ingin menyerang. "Pergi lo! Gue nggak butuh siapa-siapa untuk melayani gue! Gue nggak butuh wanita dalam hidup gue! Pergi!!!"

***

Tubuh lunglai Dimas yang sudah tak sadarkan diri telah berhasil direbahkan di atas ranjang kamarnya oleh Amara dan juga Amel.

Beruntung Amara bisa melumpuhkan Dimas yang sudah tak terkendali dan menyuntikkan obat penenang diwaktu yang tepat. Ilmu bela diri yang dipelajarinya saat sekolah dulu ternyata berguna juga dalam situasi seperti ini.

Napas kedua wanita itu terengah, setelah berusaha keras memindahkan tubuh Dimas dari kursi roda. Keduanya beristirahat sejenak dalam diam untuk menormalkan kembali pernapasan mereka.

Dalam diam, Amel rupanya mengamati Amara yang masih fokus menatap Dimas dengan tatapan heran. Gadis itu mengabaikan pelipisnya yang lebam dan tentunya itu sakit. Gadis itu justru memfokuskan diri untuk mengurus Dimas.

Amel berdehem kecil, dan itu berhasil menarik perhatian Amara. Gadis berjilbab itu sontak mengarahkan pandangan kearahnya. keduanya tersenyum canggung saat dua netra saling bertemu.

"Amara, apa kau baik-baik saja?"

Sejenak Amara tertegun, tak menyangka jika pertanyaan itu terlontar dari bibir Amel. "Saya? Oh, Sa-saya baik-baik saja, Nyonya," jawabnya kikuk. Amara terdiam sejenak, lalu menatap Amel dengan wajah penuh sesal. "Nyonya, saya minta maaf," ucap Amara merasa bersalah.

"Maaf? Meminta maaf untuk apa?"

"Apa nyonya tidak keberatan saya menggunakan cara seperti tadi untuk melumpuhkan, Tuan?"

Amel tersenyum menanggapi tingkah Amara yang natural. Sikapnya yang mengabaikan dirinya sendiri dan lebih mementingkan pasien sudah jelas membuktikan bahwa gadis ini profesional dalam pekerjaannya.

"Harusnya aku yang minta maaf. Di hari pertamamu bekerja sudah mendapatkan sambutan yang luar biasa," ujar Amel sambil tertawa kecil. Namun Amara bisa merasakan tawa itu mengandung sejejak kesedihan.

"Ini sudah biasa buat saya, Nyonya," Amara menyahuti pelan.

"Apa kau akan mundur setelah tau orang seperti apa yang akan kau rawat?" Amel bertanya dengan nada menantang. "Apa kau sama saja dengan para perawat yang pernah kubawa? Mereka memilih mundur sebelum berusaha karena tidak kuat menghadapi Dimas. Atau kau berbeda dari mereka?"

Amara menggeleng pelan. "Saya akan tetap pada keputusan saya untuk bekerja disini Nyonya," jawabnya tegas dengan wajah penuh keyakinan.

Jawaban Amara benar-benar terasa seperti angin segar yang menyapa di bawah teriknya sinar matahari bagi Amel. Wanita paruh baya itu tampak membelalak seolah tak percaya.

Senyumnya tersungging dengan rona bahagia tersirat di wajahnya. Ia menghela nafas lega lalu berhambur memeluk tubuh Amara tanpa aba-aba.

"Terimakasih Amara. Kau adalah penolongku, ucapnya setelah melepaskan pelukan sembari menatap Amara penuh haru.

Tubuh Amara justru terpaku. Ia tak menyangka reaksi Amel akan sehangat ini padanya. Sungguh berbeda dengan kesan pertama yang sempat ia tangkap tadi.

"Jangan sungkan Nyonya, saya akan berusaha yang terbaik untuk kesembuhan Tuan." Amara berbicara dengan nada pelan, seolah dirinya sendiri tak yakin dengan apa yang dia ucapkan.

Bersambung

Terpopuler

Comments

Eny Budi Lestari

Eny Budi Lestari

semangaaat Amara.takhukkan mas Dimas karena dia hanya trauma dengan penghianatan Naura.suatu saat pasti Dimas bisa bangkit lagi dri keterpurukan...go go go Amara kamu pasti bisa😁

2021-03-26

0

lihat semua
Episodes
1 Kecelakaan
2 Yatim piatu
3 Jomblowati
4 Bisik di telinga
5 Juan
6 Cinta bertepuk sebelah tangan
7 Perubahan sikap
8 Pemandangan mencengangkan
9 Terbongkar
10 Terima kasih untuk malam ini
11 Suara syahdu
12 Takut
13 Insiden di mini market
14 Sebuah tawaran
15 Oh No!
16 Keputusan tanpa pikir panjang
17 Siap bekerja
18 Penyambutan luar biasa
19 Berhasil menipu
20 Sebuah gigitan
21 Merasa sendirian (Rindu Juan)
22 Bukan lelaki lemah
23 Pertemuan tak terduga
24 Di mana Naura?
25 Senjata makan tuan
26 Balas dendam
27 Siapa nama Lo?
28 Seperti maling tertangkap basah
29 Pelajaran
30 Lelah
31 Tertidur pulas
32 Pijatan di kaki
33 Melukis pulau di atas bantal
34 Bidadari turun dari loteng
35 Balikin pisang gue!
36 Tidak!
37 Lo ngetawain gue
38 Cewek nggak ada ahlak
39 Ciuman pertama
40 Ini hanya ujian
41 Anugerah tak terduga
42 Pembalasan
43 Doooor!!!!
44 Menangis lah
45 Di bawah selimut
46 Mangkuk bubur
47 Tujuh kucing
48 Nggak boleh bantah!
49 Es krim
50 Empat gadis
51 Lowbat
52 Jadi Ustadzah
53 Kontrak
54 Denda
55 Awas naksir
56 Terpesona
57 Gila?
58 Sepatu sebelah
59 Berdarah
60 Paranoid
61 Jalan pakai kaki gue
62 Mobil
63 Ayo Buruan
64 Suasana tak nyaman
65 Pengorbanan Sia-sia
66 Nggak Jadian
67 Kenangan di restoran
68 Naura
69 Kehilangan pasien
70 Menemukan pasiennya
71 Cie cie
72 Mas Ikuuuuut
73 Cowok nggak peka
74 Kayak bini gue aja
75 Gini-gini doang
76 Salon
77 Baper
78 Pesta
79 Kan ada aku
80 Makasih udah cemasin gue
81 Ucapan Selamat
82 Menunda untuk kesekian kalinya
83 Secangkir kopi
84 Mati bersamamu
85 Terjebak
86 Tertangkap basah
87 Kedatangan Mertua
88 Penjelasan
89 Enam bulan
90 Gosah ngarep
91 Panggil Mama
92 Simbol janji
93 Bisa, kan?
94 Menantu sementara
95 Malu nggak ketulungan
96 Sesuai ekspektasi
97 Kasur lipat
98 Aku lapar
99 Jangan libatkan hati dan perasaan
100 Menginap
101 Kompak
102 Sarapan bertiga
103 Toko perhiasan
104 Es Boba
105 Mencintaimu dalam diam
106 Permintaan Naura
107 Perlakuan Manis
108 Seperti Tersengat
109 Tak Waras
110 Lupa
111 Kecewa
112 Salah paham
113 Ketahuan
114 Sedikit tidak rela
115 Iblis betina
116 Pernyataan mengejutkan
117 Kecewa
118 Kelimpungan
119 Telah Berakhir
120 Kafe
121 Foto Candid
122 Yang suami Amara itu siapa?
123 Hanya batu kali
124 Kejadian di panti asuhan
125 Kehilangan jejak
126 Tangan lembut dan dingin
127 Gue Capek
128 Aturan Baskoro
129 Khawatir
130 Terjebak situasi
131 Merasa terancam
132 Kembali di titik awal
133 Otak nggak ada akhlak
134 Sadar Diri
135 Sok tau
136 Satu Paket
137 Provokasi
138 Aku yang membantumu berdiri, dia yang kau ajak berlari
139 Sandiwara yang nyata
140 Iya, aku suka
141 Bantal guling
142 Bisikan setan
143 Hanya peduli, bukannya ada hati
144 Perpaduan yang sempurna
145 Terima kasih, Ma
146 High heels versus pantofel
147 Panas dingin
148 Perjuangan untuk orang yang istimewa
149 Tolong aku
150 Nggak bisa tidur tanpa lo
151 Mala Rindu
152 Aldo
153 Cuma Modus
154 Mau apa lagi?
155 Kepiting matang
156 Satu permintaan
157 Cemburu?
158 Terlalu pemalu
159 Ketahuan
160 Satu syarat
161 Mau sih, tapi malu
162 Kamu di mana, Sayang?
163 Bercak darah
164 Bocah asing
165 Secercah cahaya
166 Mau aku bantu?
167 Jangan buat aku hancur
168 Aku mencintaimu
169 Sini aku bantu (Bonchap)
170 Seperti dapat berkah (Bonchap)
171 Menyatukan Cinta
Episodes

Updated 171 Episodes

1
Kecelakaan
2
Yatim piatu
3
Jomblowati
4
Bisik di telinga
5
Juan
6
Cinta bertepuk sebelah tangan
7
Perubahan sikap
8
Pemandangan mencengangkan
9
Terbongkar
10
Terima kasih untuk malam ini
11
Suara syahdu
12
Takut
13
Insiden di mini market
14
Sebuah tawaran
15
Oh No!
16
Keputusan tanpa pikir panjang
17
Siap bekerja
18
Penyambutan luar biasa
19
Berhasil menipu
20
Sebuah gigitan
21
Merasa sendirian (Rindu Juan)
22
Bukan lelaki lemah
23
Pertemuan tak terduga
24
Di mana Naura?
25
Senjata makan tuan
26
Balas dendam
27
Siapa nama Lo?
28
Seperti maling tertangkap basah
29
Pelajaran
30
Lelah
31
Tertidur pulas
32
Pijatan di kaki
33
Melukis pulau di atas bantal
34
Bidadari turun dari loteng
35
Balikin pisang gue!
36
Tidak!
37
Lo ngetawain gue
38
Cewek nggak ada ahlak
39
Ciuman pertama
40
Ini hanya ujian
41
Anugerah tak terduga
42
Pembalasan
43
Doooor!!!!
44
Menangis lah
45
Di bawah selimut
46
Mangkuk bubur
47
Tujuh kucing
48
Nggak boleh bantah!
49
Es krim
50
Empat gadis
51
Lowbat
52
Jadi Ustadzah
53
Kontrak
54
Denda
55
Awas naksir
56
Terpesona
57
Gila?
58
Sepatu sebelah
59
Berdarah
60
Paranoid
61
Jalan pakai kaki gue
62
Mobil
63
Ayo Buruan
64
Suasana tak nyaman
65
Pengorbanan Sia-sia
66
Nggak Jadian
67
Kenangan di restoran
68
Naura
69
Kehilangan pasien
70
Menemukan pasiennya
71
Cie cie
72
Mas Ikuuuuut
73
Cowok nggak peka
74
Kayak bini gue aja
75
Gini-gini doang
76
Salon
77
Baper
78
Pesta
79
Kan ada aku
80
Makasih udah cemasin gue
81
Ucapan Selamat
82
Menunda untuk kesekian kalinya
83
Secangkir kopi
84
Mati bersamamu
85
Terjebak
86
Tertangkap basah
87
Kedatangan Mertua
88
Penjelasan
89
Enam bulan
90
Gosah ngarep
91
Panggil Mama
92
Simbol janji
93
Bisa, kan?
94
Menantu sementara
95
Malu nggak ketulungan
96
Sesuai ekspektasi
97
Kasur lipat
98
Aku lapar
99
Jangan libatkan hati dan perasaan
100
Menginap
101
Kompak
102
Sarapan bertiga
103
Toko perhiasan
104
Es Boba
105
Mencintaimu dalam diam
106
Permintaan Naura
107
Perlakuan Manis
108
Seperti Tersengat
109
Tak Waras
110
Lupa
111
Kecewa
112
Salah paham
113
Ketahuan
114
Sedikit tidak rela
115
Iblis betina
116
Pernyataan mengejutkan
117
Kecewa
118
Kelimpungan
119
Telah Berakhir
120
Kafe
121
Foto Candid
122
Yang suami Amara itu siapa?
123
Hanya batu kali
124
Kejadian di panti asuhan
125
Kehilangan jejak
126
Tangan lembut dan dingin
127
Gue Capek
128
Aturan Baskoro
129
Khawatir
130
Terjebak situasi
131
Merasa terancam
132
Kembali di titik awal
133
Otak nggak ada akhlak
134
Sadar Diri
135
Sok tau
136
Satu Paket
137
Provokasi
138
Aku yang membantumu berdiri, dia yang kau ajak berlari
139
Sandiwara yang nyata
140
Iya, aku suka
141
Bantal guling
142
Bisikan setan
143
Hanya peduli, bukannya ada hati
144
Perpaduan yang sempurna
145
Terima kasih, Ma
146
High heels versus pantofel
147
Panas dingin
148
Perjuangan untuk orang yang istimewa
149
Tolong aku
150
Nggak bisa tidur tanpa lo
151
Mala Rindu
152
Aldo
153
Cuma Modus
154
Mau apa lagi?
155
Kepiting matang
156
Satu permintaan
157
Cemburu?
158
Terlalu pemalu
159
Ketahuan
160
Satu syarat
161
Mau sih, tapi malu
162
Kamu di mana, Sayang?
163
Bercak darah
164
Bocah asing
165
Secercah cahaya
166
Mau aku bantu?
167
Jangan buat aku hancur
168
Aku mencintaimu
169
Sini aku bantu (Bonchap)
170
Seperti dapat berkah (Bonchap)
171
Menyatukan Cinta

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!