Pukul tiga dini hari Amara terbangun dari tidurnya. Sembari mengerjapkan mata, ia bangkit dari baring, lantas menurunkan kaki dan duduk di bibir ranjang untuk sejenak.
Rasa kantuk masih menguasainya dini hari ini, terlebih dengan suhu kamar yang sangat dingin. Jemari lentiknya bergerak membungkam mulut yang terbuka lebar saat menguap. Berusaha melawan kantuk dan malas, ia kemudian bangkit dan berjalan menuju kamar mandi yang terletak di dalam kamar tidurnya untuk mengambil air wudhu guna melakukan sholat tahajjud seperti biasanya.
Di sepertiga malam, Amara bersimpuh dan sujud kepada-Nya dengan khusyuk untuk melaksanakan sholat tahajjud. Tak lupa pula sebuah doa ia panjatkan untuk kedua orang tuanya yang telah tiada.
Kerinduan yang amat dalam membuatnya berdoa dengan berurai air mata. Itulah yang selama ini membuatnya betah berlama-lama terpekur di atas sajadah dengan balutan mukena putih nan hangat.
Menyeka air mata di pipinya, Amara lantas meraih foto almarhum kedua orang tuanya yang terletak di nakas untuk kemudian dipeluknya dengan erat.
Ayah, Ibu. Semoga kalian berdua bahagia di surga ya, Amara janji akan selalu kirim doa untuk kalian, batinnya sembari tersenyum.
Melepas dekapannya, Amara memandangi sambil tangannya bergerak meraba gambar dua wajah manusia yang tengah tersenyum sangat manis. Lagi riak-riak air tampak melapisi netra beningnya, hingga ia kembali terisak lantas mengecup gambar yang terhalang kaca bening itu agak lama sebelum kemudian kembali memeluknya dengan erat.
Kelopak dengan bulu mata panjang dan lentik itu kembali terpejam, membayangkan kehangatan pelukan kedua orang tuanya ketika ia kecil dulu.
"Uh... Ah...!" Terdengar suara erangan yang berasal dari kamar sebelah diiringi dengan decitan suara kasur yang terdengar ditekan-tekan. Suara berisik yang terdengar sensual itu telah mengusik lamunan Amara dan memaksa gadis itu melirik tembok pembatas kamarnya dengan kamar sebelah.
Amara menyeka air mata yang tersisa di pipi dengan buku-buku jemarinya. Ia mendengus kesal. Bayangan indah tentang orang tuanya harus terkoyak karena suara tak mengenakkan itu.
Kenapa suara ini muncul di saat begini si? Pas lagi seru-seru nya nangis lagi. Pengantin baru ya pengantin baru. Tapi lihat kondisi dong! Dunia bukan hanya milik kalian berdua saja, kan?! Begitu juga rumah dinas ini! Amara menggumam kesal dalam hati.
Amara yang seorang perawat disebuah rumah sakit besar di ibu kota itu tinggal dan menempati satu diantara begitu banyak rumah dinas yang sengaja di bangun tak jauh dari rumah sakit tempatnya bekerja.
Di rumah yang terdiri dari dua kamar itu ia tempati bersama perawat seniornya yang bernama Diana. Diana sendiri adalah pengantin baru.
Karena jarak yang jauh dengan tempat kerja sang suami, membuat mereka berpisah rumah dan bertemu seminggu sekali atau pun saat hari libur.
Namun karena ini adalah hari ulang tahunnya, sang suami pun datang untuk memberi sebuah kejutan sekaligus untuk menginap semalam di tempat sang istri.
Amara melepas mukena yang masih melekat di tubuhnya sebelum kemudian melipatnya dengan rapi. Ia bangkit dan melangkah menuju lemari pakaian untuk menyimpan mukenanya.
Gadis berusia dua puluh dua tahun itu membaringkan tubuhnya di kasur dengan sedikit kesal. Dirinya yang masih perawan dan suci harus mendengarkan suara mengerikan seperti ini.
Seolah tak menghiraukan keadaan sekitar, suara itu justru semakin keras terdengar hingga membuat Amara harus menutup telinganya dengan bantal. Ia begitu tak sabar menanti datangnya pagi untuk membuang rasa malu ini.
Eh, mereka yang berbuat kenapa malah Amara yang harus malu ya?
Walau sudah berusaha, namun Amara tak dapat memejamkan kembali kedua matanya. Ia hanya bisa bergulang-guling di kasur dengan perasaan dan hati yang gelisah.
Amara menggerakkan tangannya untuk mengambil ponsel yang ia letakkan di nakas. Jam masih menunjukkan pukul empat dini hari, tapi mengapa hawanya terasa sepanas ini. Bahkan malam ini waktu yang bergulir terasa sangat lama hanya untuk menyambut mata hari tiba.
Padahal sudah belasan tahun orang tuanya pergi meninggalkan, tapi seperti baru kemarin saja saat Ayah dan Ibunya berpamitan untuk pergi ke luar kota.
Mereka mengecup puncak kepala Amara agak lama dari biasanya. Hingga wajah keduanya tak terlihat lagi saat mobil yang membawa kedua orang tuanya melaju meninggalkan rumah.
Amara kecil masih setia melambaikan tangannya hingga mobil menghilang di ujung jalan. Senyum manis gadis mungil itu memudar seiring lenyapnya bayangan mobil itu dari pandangan. Perlahan Amara menurunkan tangan yang terangkat lalu meremas ujung bajunya kuat-kuat.
Entah mengapa hari itu ia merasa begitu berat melepas kepergian orang tuanya. Hanya rasa tidak rela, sebab untuk anak yang masih sekecil Amara tentu belum mengerti tentang sebuah firasat buruk.
Seperti halnya dengan hari itu, Amara tak pernah menyangka jika saat itu adalah lambaian tangan terakhirnya pada sang Ayah Bunda. Bahkan kecupan serta pelukan terakhir mereka masih Amara rasakan kehangatannya sampai detik ini.
Nenek membimbing Amara kecil untuk masuk kedalam rumah. Tangan renta itu menggenggam hangat jemari kecil Amara menuju ruang makan. Lalu membantu gadis berumur lima tahun itu untuk duduk di sebuah kursi kayu.
"Amara mau makan pakai apa sayang?" tanya nenek sembari tersenyum saat akan mengambilkan makanan untuk cucu perempuannya.
"Pakai ayam goreng masakan ibu, nek," jawab Amara sembari menunjuk piring berisi beberapa potong ayam goreng kesukaannya. Ibu Amara memang selalu menyempatkan waktu untuk menyiapkan makanan untuk sang putri sebelum ia pergi.
"Pakai sayur?" Tanya sang nenek lagi.
"Tidak nek. Ayam saja cukup untuk Amara." Amara menerima piring dari tangan sang nenek dengan senang hati.
Duduk di kursi sebelah cucu, sang nenek tersenyum memandangi wajah tanpa dosa yang masih sangat polos itu begitu lahap menyantap makanannya. Mata bulat dan bening itu tampak berbinar bahagia menyantap hidangan yang telah di siapkan sang ibu untuknya. Namun tak ada yang tahu jika itu adalah hidangan terakhir kali yang Ibunya siapkan untuk Amara.
Entah baru beberapa suapan hidangan itu masuk ke dalam perut Amara, tapi mereka dikejutkan dengan suara ketukan keras yang bersumber dari pintu luar.
"Sebentar ya sayang, nenek buka pintunya dulu." Setelah pamit, wanita paruh baya itu kemudian bangkit dan tergesa berjalan menuju pintu.
Amara masih di tempat dan melanjutkan makan, sambil samar-samar mendengarkan percakapan neneknya yang sedang berbincang dengan seseorang di luar sana.
Amara kecil begitu terkejut saat melihat sang nenek yang tiba-tiba histeris dan menangis. Menjatuhkan sendok di tangannya, ia segera berlari menyongsong sang nenek yang telah terduduk di lantai dengan rasa panik.
Berjongkok di sisi sang nenek yang terduduk lemas, tangan mungil Amara memenangi lengan renta nenek, sementara mata beningnya menatap wanita paruh baya itu dengan wajah kebingungan. "Nenek kenapa menangis?" tanyanya seraya mengguncang lengan yang ia pegang.
Bukannya menjawab, nenek yang sudah berurai air mata justru memeluk tubuh Amara dengan erat. Tangisnya semakin meledak kala memikirkan nasip gadis mungil yang tak tahu apa-apa itu.
"Ya Allah, kenapa ujian mu begitu berat untuk kami ya Allah!" seruan di tengah tangis sang nenek terdengar begitu memilukan.
Walau Amara tak tahu apa-apa, tapi ia bisa merasakan kesedihan yang dialami neneknya begitu mendalam. Perasan sedih itu terasa begitu menyesakkan, hingga mau tak mau hal itu mendorong air matanya untuk keluar.
Hari - hari yang ia lalui dengan kebahagiaan seolah tak memberinya kesempatan untuk mengerti akan kesedihan dan airmata. Karena Amara lahir dan tumbuh dikelilingi dengan cinta dan kasih sayang dari orang-orang sekitar. Sehingga gadis itu melewati hari-harinya dengan suka cita.
Namun saat melihat kedua orang tuanya terbujur kaku, dan dimasukkan kedalam satu liang lahat sebagai pembaringan terakhir mereka, Amara merasa seperti seseorang mencabik-cabik sesuatu di dalam dadanya hingga mengakibatkan rasa sakit yang tak kasat mata.
Gadis itu berteriak histeris, tak rela saat orang-orang menimbun tubuh kedua orang tuanya dengan tanah. Ia menangis sejadi-jadinya. Meronta-ronta sekuat tenaga berusaha melepaskan diri dari pelukan para kerabat yang menahan tubuh mungilnya dengan deraian air mata. Berharap bisa menghentikan orang-orang jahat dan menolong orang tuanya dari lubang dalam itu.
"Kenapa kalian menimbun Ayah dan Ibuku! Bagaimana jika mereka tidak bisa bernapas! Bagaimana cara mereka bangun nanti jika tertimbun seperti ini! Bangunkan Ayah Ibuku lagi, aku mohon!" teriakan serta tangisan pilu Amara melengking memekakkan telinga, mewarnai pemakaman kedua orang tuanya.
Amara semakin kecewa dan murka saat tak ada yang menghiraukan perkataannya. Bahkan sang nenek yang selama ini selalu menyayangi dan memberi apa yang ia minta, kini seolah mengabaikan keinginannya. Malahan membiarkan orang-orang itu mengubur orang tuanta tanpa perasaan.
"Ibu, Mara ikut Ibu! Ayah, jangan tinggalkan Mara. Mara ikut siapa! Nenek bahkan tidak peduli pada Amara, Bu ...!" tangis pilu Amara kecil pecah saat tubuh kedua orang tuanya kini benar - benar telah tertutup dengan tanah makam.
Membuat orang yang melihatnya tak kuasa menahan air mata kepedihan menyaksikan gadis kecil harus menjadi yatim piatu dalam waktu yang sekejap saat nyawa kedua orang tuanya terenggut dalam waktu yang bersamaan.
Ini tentu akan menorehkan luka menganga seumur hidupnya. Kasih sayang orang tua yang terenggut paksa dalam usianya yang masih kanak-kanak.
Umur memang rahasia tuhan. Manusia tak ada yang tahu walau mereka telah melakukan perjanjian terlebih dulu.
Suara adzan subuh yang berkumandang membuyarkan lamunan Amara seketika. Ia menyeka sisa air mata di pipinya sembari bangkit dari tempat berbaringnya.
Ia melangkah menuju kamar mandi untuk membersihkan diri dan mengambil air wudhu yang kemudian ia lanjutkan dengan sholat subuh. Karena pada saat bersujudlah ia merasa dekat dengan sang pencipta dan dengan kedua orang tuanya yang telah lebih dulu berada di surga.
Bersambung
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 171 Episodes
Comments
Lee Yuta
lanjut baca dong💃💃💃
2021-12-29
0
Deyenis
Jadi ikut sedih
2021-12-29
0
ᴹᴮ𝓕𝓐𝓜✿𝔐𝔟𝔲𝔫𝔞
Sedihnya ditinggal orang tua 😥
2021-12-29
0