Sebuah tawaran

Tok tok tok!

Amara mengetuk pintu ruang kerja Dokter Khanza untuk memenuhi panggilan Dokter spesialis bedah syaraf itu. Meski ia sendiri belum tahu gerangan apa yang membuat dokter senior itu secara khusus memanggilnya ke ruang kerja.

"Masuk!"

Amara membuka pintu saat terdengar suara dari dalam. "Assalamualaikum Dokter, anda memanggil saya?" tanya Amara saat dirinya sudah berdiri di ambang pintu.

"Waalaikumsalam, Amara. Masuklah. Saya ingin bicara dengan kamu." Dokter Khanza mempersilahkan sambil melirik kursi kosong di depannya.

Deg.

Perasaan Amara bercampur aduk tak karuan. Meskipun ia merasa tak punya salah namun dipanggil mendadak seperti ini membuatnya was-was juga. "Baik, Dok," ucapnya sambil mengangguk, lantas menutup pintu itu rapat sebelum melangkah menuju meja kerja Dokter Khanza.

"Duduk lah,"

Amara mengangguk pelan lalu duduk pada kursi di seberang Dokter Khanza dengan hati-hati.

"Kamu tahu kenapa saya panggil kesini?"

Amara menggeleng pelan, lantas menjawab pertanyaan Dokter Khanza dengan tanya, sementara Wajahnya penuh kecemasan. "Apa saya bersalah, Dokter?"

"Tidak," sangkal Khanza cepat dan itu membuat Amara bernafas lega. Wajah yang semula sempat memucat itu kini terlihat kembali merona.

"Lalu untuk apa saya dipanggil Dokter?" tanya Amara kemudian dengan wajah penasaran.

"Begini, Mara." Dokter Khanza menjalin jemarinya di atas meja dan menatap Amara lekat-lekat. "Saya hanya ingin menawarkan sesuatu sama kamu," jawab Dokter Khanza tanpa basa-basi. "Saya lihat kamu ini orangnya telaten dan totalitas kamu dalam bekerja sudah tak perlu diragukan lagi. Dari pertimbangan itu, saya merekomendasikan kamu untuk menjadi perawat khusus seorang pasien di rumahnya. Jadi, apa kamu bersedia?" tanya dokter Khanza dengan penuh kesungguhan.

"Maksud dokter, saya tidak bekerja di rumah sakit ini melainkan di rumah pasien itu?"

"Tepat, sekali. Kamu mau kan?"

Amara mengernyitkan dahi. Ia diam sejenak untuk berpikir, sebelum kemudian membuka mulut untuk bertanya. "Kalau boleh tau, ia sakit apa, Dokter?"

"Dia ada gangguan kejiwaan karena pengaruh kecelakaan yang baru saja menimpanya. Ini termasuk tantangan untuk kamu sebagai perawat junior dalam loyalitas kamu dalam berdedikasi."

Dokter Khanza diam sejenak sembari memperhatikan Amara yang masih tampak berpikir.

"Saya tau kamu sedang mengalami kesulitan uang, kan? Bayarannya lumayan besar, lho."

Deg.

Kenapa Dokter Khanza bisa tahu si? Kenapa kabar seperti ini cepat sekali berkembang di lingkungan rumah sakit sebesar ini! Kenapa juga harus uang yang jadi kelemahanku! Benar-benar memalukan. Gumam Amara dalam hati.

"Maksud Dokter, saya harus merawat orang gila, begitu? Kalau memang mengalami gangguan kejiwaan, kenapa tidak dirawat di rumah sakit jiwa saja? Kenapa harus saya yang merawatnya?"

"Bukan gila dalam artian yang sebenarnya, Amara. Sebetulnya dia dalam kondusi baik, tapi dalam kondisi tertentu, dia bisa mengalami guncangan dan mengamuk tak karuan. Tugasmu hanya memantau dan memberinya obat penenang di saat dia mulai tak terkendali. Kau juga harus memberinya dukungan dan motivasi agar ia kembali memiliki gairah untuk tetap hidup kembali." Dokter Khanza kembali mengawasi ekspresi wajah Amara yang masih tampak bimbang.

"Amara," panggil Dokter Khanza halus saat akan membujuk. "Kamu tahu, hanya orang terbaik lah yang saya rekomendasikan. Dan kamu orang terbaik itu. Kamu bisa memberikan keputusannya besok kok, tidak harus menjawabnya sekarang."

Amara membalas tatapan Dokter Khanza yang tersenyum padanya dengan senyuman pula. Gadis itu sedikit merasa lega, setidaknya dia memiliki waktu satu hari untuk memikirkan tawaran itu.

"Baik Dokter, akan saya pergunakan waktu satu hari ini untuk memikirkannya dengan sebaik-baiknya."

"Semoga keputusan yang kau ambil nanti tepat, ya." Ucap Dokter Khanza dengan penuh pengharapan.

"Semoga ya, Dok. Saya juga berharap demikian."

Dokter Khanza tersenyum. "Kamu bisa kembali melanjutkan pekerjaan, Amara. Terima kasih telah meluangkan waktu untuk datang," ucap Khanza mengakhiri pembicaraan.

"Sama-sama, Dokter. Kalau begitu saya permisi. Ada beberapa pekerjaan yang memang belum saya selesaikan," ucap Amara mohon diri. Ia mengangguk sopan, lalu bangkit dan melangkah menuju pintu.

Sementara Dokter Khanza mengekori langkah Amara dengan pandangannya hingga gadis itu menghilang di balik pintu.

***

Amara melangkahkan kaki keluar dari rumah dinas nya dengan penuh semangat. Setelah semalam berfikir, dibantu pula dengan doa dan tahajjud, dan fix! Amara memilih tetap bertahan disini.

Ia yakin bisa membayar hutang kepada Diana secepatnya. Dia hanya perlu menghemat pengeluarannya yang tidak penting untuk menabung.

Amara benar-benar sudah mantap dengan keputusannya kali ini. Membayangkan saja sudah ngeri, apalagi kalau dia benar-benar mengurus orang gila itu. Biar digaji berapapun ia tak akan mau.

"Kok senyum-senyum sendiri si, Mar?" Diana yang berjalan beriringan dengan Amara pun bertanya. Ia merasa heran dengan sikap Amara yang hanya senyum-senyum sendiri sejak mereka keluar rumah tadi.

"Aku cuma lagi bersyukur saja mbak, urusan motor sudah kelar. Sekarang lagi mikirin gimana caranya supaya aku cepet lunasi hutang aku sama mbak Diana," jawab Amara sambil tersenyum masam.

"Sudah, lah, jangan terlalu dipikirkan. Itu uang tabungan aku, aku juga nggak buru-buru mau memakainya kok." Diana menjawab dengan santai.

"Bener mbak? Kalau gitu aku nabung dulu ya. Tapi sebelum cukup jangan ditagih dulu ...," tutur gadis bermata bening itu dengan nada merengek.

"Nggak ditagih! Cuma mau sita barang-barang kamu yang ada di mes kalau kelamaan nggak bayar," goda Diana menakuti Amara dengan memasang wajah sok judes.

"Ya sama ngerinya tahu mbak ...!"

"Lagian kamu si! Mbak sudah bilang untuk nggak terlalu mikirin ini, kan ,,,."

Amara mencebik, lalu tersenyum. "Iya mbak, terimakasih banyak ya," ucap Amara dengan suara lemah, sementara matanya menatap Diana dengan penuh haru.

"Udah, nggak usah ngakak gitu, ah! Biasa aja kali."

"Huhu ,,, ngakak gimana sih, Mbak. Ini mau nangis ...!" balas Amara geregetan sambil masang wajah geram. Dan itu memancing rasa geli Diana hingga wanita itu tergelak seketika.

"Mar," panggil Diana setelah beberapa saat keduanya terdiam. Amara langsung mengarahkan pandangannya menanggapi panggilan wanita itu. "Boleh nggak aku minta sesuatu sama kamu?"

"Jangan minta uang! Aku lagi missquiin," sahut Amara cepat dengan bibir menyebik.

"Ihh, paan sih! Siapa juga yang mau minta uang! Ini aku mau ngomong serius, tau!" tegasnya kemudian dengan memasang mimik serius. Diana pun menatap Amara lekat-lekat. Ia bahkan menghentikan langkahnya sehingga Amara pun ikut berhenti.

"Ngomong ya ngomong aja, Mbak. Jangan nakut-nakutin gitu deh. Mbak mau ngomong apa?" tanya Amara dengan memasang wajah polos.

"Nakutin apaan, aku cuma pengen bilang kamu jangan lagi mau ditindas, ya."

"Ya enggak lah mbak, siapa juga yang mau menindasku," balas Amara sembari tersenyum untuk meyakinkan. "Kemarin aku cuma malas ribut aja, makanya aku ngalah. Udah, ah. Jalan yuk," ajaknya sembari menggandeng tangan Diana dan menariknya pelan. Ia malas membicarakan masalah itu lagi dan lebih memilih mengalihkannya.

Keduanya sudah sampai di rumah sakit, dan lantas melakukan pekerjaan seperti biasanya.

***

Winda sudah sampai di area parkir sebuah rumah sakit, tapi ia masih enggan untuk turun dari mobil yang membawanya sampai kesana. Sang sopir juga masih belum mematikan mesin mobil itu.

Kedua tangan pria mendekati paruh baya itu masih memegangi stir mobil sambil sesekali menatap sang nyonya dari pantulan kaca spion. Setelah lama terdiam dengan tanda tanya besar di kepala, pada akhirnya ia memberanikan diri untuk bertanya. "Bagaimana Nyonya?"

Winda yang masih mengamati pintu masuk rumah sakit itu terkejut mendengar suara sang sopir hingga tubuhnya sedikit berjingkat. Ia gelagapan dan langsung menoleh menatapnya. "Iya, bagaimana?" tanyanya kemudian dengan wajah kebingungan.

"Apa Nyonya jadi masuk ke dalam?" sopir itu bertanya sopan untuk memastikan.

"Ya, tentu. Aku akan turun. Kau tunggu disini sampai aku memanggilmu, ya."

"Baik Nyonya."

Winda lantas memakai kain kerudung yang semula melingkar di leher, lalu menggunakan itu untuk menutup wajah. Sudah akan memegang tuas pintu, iapun mengurungkan dan bertanya pada sang sopir untuk meminta pendapat.

"Bagaimana? Apa aku masih terlihat?" tanyanya sambil menunjukkan wajah yang tertutup setengahnya.

Sang sopir mengernyit bingung. "Tentu saja masih terlihat, Nyonya. Anda kan hanya mengenakan kerudung, bukan memakai jubah penghilang diri," ceplosnya jujur.

Perkataan sang sopir sontak membuat Winda kesal. "Ihhh, bukan begitu!" geramnya sambil memberengut dan mengepalkan tangan geregetan. "Maksudku, apa kau masih mengenaliku?"

"Tentu saja, Nyonya. Saya sudah lama menjadi sopir anda, jadi mana mungkin saya tidak mengenal anda," jawab sang sopir sopan sambil menatap sang majikan. Namun sedetik kemudian sopir itu buru-buru menundukkan kepala dengan wajah kebingungan.

Entah apa yang salah dari perkataannya, sampai-sampai sang nyonya menatapnya dengan mata melotot dan tangan terkepal. Bahkan giginya yang putih menggigit ujung kerudung dengan geram, seolah tengah menahan diri untuk tidak memakannya.

Meski ragu, akhirnya Winda memantapkan diri untuk turun dari mobil. Masa depan sang puteralah yang mendorongnya hingga sampai kesini.

Dipakainya juga kerudung panjang yang sempat membuatnya naik darah untuk menutupi kepalanya. Dan diapun menarik ujung kerudung itu untuk menutupi wajah dengan tangannya.

Bersambung

Terpopuler

Comments

Eny Budi Lestari

Eny Budi Lestari

wah ngapain tu mama nya Juan ke rumah sakit?

2021-03-23

0

Rahmalia Nurodin

Rahmalia Nurodin

sukaceritanya

2021-01-12

0

cicia_gie

cicia_gie

Next........
Semangat thor, ceritanya bagus.

Sekalian mau izin promosi thor. Yuk mampir ke cerita aku..

-Kebahagiaan Dari Negeri Gingseng
-Hidup Kembali Menjadi Gadis SMA.

Ditunggu ya....

2020-12-28

1

lihat semua
Episodes
1 Kecelakaan
2 Yatim piatu
3 Jomblowati
4 Bisik di telinga
5 Juan
6 Cinta bertepuk sebelah tangan
7 Perubahan sikap
8 Pemandangan mencengangkan
9 Terbongkar
10 Terima kasih untuk malam ini
11 Suara syahdu
12 Takut
13 Insiden di mini market
14 Sebuah tawaran
15 Oh No!
16 Keputusan tanpa pikir panjang
17 Siap bekerja
18 Penyambutan luar biasa
19 Berhasil menipu
20 Sebuah gigitan
21 Merasa sendirian (Rindu Juan)
22 Bukan lelaki lemah
23 Pertemuan tak terduga
24 Di mana Naura?
25 Senjata makan tuan
26 Balas dendam
27 Siapa nama Lo?
28 Seperti maling tertangkap basah
29 Pelajaran
30 Lelah
31 Tertidur pulas
32 Pijatan di kaki
33 Melukis pulau di atas bantal
34 Bidadari turun dari loteng
35 Balikin pisang gue!
36 Tidak!
37 Lo ngetawain gue
38 Cewek nggak ada ahlak
39 Ciuman pertama
40 Ini hanya ujian
41 Anugerah tak terduga
42 Pembalasan
43 Doooor!!!!
44 Menangis lah
45 Di bawah selimut
46 Mangkuk bubur
47 Tujuh kucing
48 Nggak boleh bantah!
49 Es krim
50 Empat gadis
51 Lowbat
52 Jadi Ustadzah
53 Kontrak
54 Denda
55 Awas naksir
56 Terpesona
57 Gila?
58 Sepatu sebelah
59 Berdarah
60 Paranoid
61 Jalan pakai kaki gue
62 Mobil
63 Ayo Buruan
64 Suasana tak nyaman
65 Pengorbanan Sia-sia
66 Nggak Jadian
67 Kenangan di restoran
68 Naura
69 Kehilangan pasien
70 Menemukan pasiennya
71 Cie cie
72 Mas Ikuuuuut
73 Cowok nggak peka
74 Kayak bini gue aja
75 Gini-gini doang
76 Salon
77 Baper
78 Pesta
79 Kan ada aku
80 Makasih udah cemasin gue
81 Ucapan Selamat
82 Menunda untuk kesekian kalinya
83 Secangkir kopi
84 Mati bersamamu
85 Terjebak
86 Tertangkap basah
87 Kedatangan Mertua
88 Penjelasan
89 Enam bulan
90 Gosah ngarep
91 Panggil Mama
92 Simbol janji
93 Bisa, kan?
94 Menantu sementara
95 Malu nggak ketulungan
96 Sesuai ekspektasi
97 Kasur lipat
98 Aku lapar
99 Jangan libatkan hati dan perasaan
100 Menginap
101 Kompak
102 Sarapan bertiga
103 Toko perhiasan
104 Es Boba
105 Mencintaimu dalam diam
106 Permintaan Naura
107 Perlakuan Manis
108 Seperti Tersengat
109 Tak Waras
110 Lupa
111 Kecewa
112 Salah paham
113 Ketahuan
114 Sedikit tidak rela
115 Iblis betina
116 Pernyataan mengejutkan
117 Kecewa
118 Kelimpungan
119 Telah Berakhir
120 Kafe
121 Foto Candid
122 Yang suami Amara itu siapa?
123 Hanya batu kali
124 Kejadian di panti asuhan
125 Kehilangan jejak
126 Tangan lembut dan dingin
127 Gue Capek
128 Aturan Baskoro
129 Khawatir
130 Terjebak situasi
131 Merasa terancam
132 Kembali di titik awal
133 Otak nggak ada akhlak
134 Sadar Diri
135 Sok tau
136 Satu Paket
137 Provokasi
138 Aku yang membantumu berdiri, dia yang kau ajak berlari
139 Sandiwara yang nyata
140 Iya, aku suka
141 Bantal guling
142 Bisikan setan
143 Hanya peduli, bukannya ada hati
144 Perpaduan yang sempurna
145 Terima kasih, Ma
146 High heels versus pantofel
147 Panas dingin
148 Perjuangan untuk orang yang istimewa
149 Tolong aku
150 Nggak bisa tidur tanpa lo
151 Mala Rindu
152 Aldo
153 Cuma Modus
154 Mau apa lagi?
155 Kepiting matang
156 Satu permintaan
157 Cemburu?
158 Terlalu pemalu
159 Ketahuan
160 Satu syarat
161 Mau sih, tapi malu
162 Kamu di mana, Sayang?
163 Bercak darah
164 Bocah asing
165 Secercah cahaya
166 Mau aku bantu?
167 Jangan buat aku hancur
168 Aku mencintaimu
169 Sini aku bantu (Bonchap)
170 Seperti dapat berkah (Bonchap)
171 Menyatukan Cinta
Episodes

Updated 171 Episodes

1
Kecelakaan
2
Yatim piatu
3
Jomblowati
4
Bisik di telinga
5
Juan
6
Cinta bertepuk sebelah tangan
7
Perubahan sikap
8
Pemandangan mencengangkan
9
Terbongkar
10
Terima kasih untuk malam ini
11
Suara syahdu
12
Takut
13
Insiden di mini market
14
Sebuah tawaran
15
Oh No!
16
Keputusan tanpa pikir panjang
17
Siap bekerja
18
Penyambutan luar biasa
19
Berhasil menipu
20
Sebuah gigitan
21
Merasa sendirian (Rindu Juan)
22
Bukan lelaki lemah
23
Pertemuan tak terduga
24
Di mana Naura?
25
Senjata makan tuan
26
Balas dendam
27
Siapa nama Lo?
28
Seperti maling tertangkap basah
29
Pelajaran
30
Lelah
31
Tertidur pulas
32
Pijatan di kaki
33
Melukis pulau di atas bantal
34
Bidadari turun dari loteng
35
Balikin pisang gue!
36
Tidak!
37
Lo ngetawain gue
38
Cewek nggak ada ahlak
39
Ciuman pertama
40
Ini hanya ujian
41
Anugerah tak terduga
42
Pembalasan
43
Doooor!!!!
44
Menangis lah
45
Di bawah selimut
46
Mangkuk bubur
47
Tujuh kucing
48
Nggak boleh bantah!
49
Es krim
50
Empat gadis
51
Lowbat
52
Jadi Ustadzah
53
Kontrak
54
Denda
55
Awas naksir
56
Terpesona
57
Gila?
58
Sepatu sebelah
59
Berdarah
60
Paranoid
61
Jalan pakai kaki gue
62
Mobil
63
Ayo Buruan
64
Suasana tak nyaman
65
Pengorbanan Sia-sia
66
Nggak Jadian
67
Kenangan di restoran
68
Naura
69
Kehilangan pasien
70
Menemukan pasiennya
71
Cie cie
72
Mas Ikuuuuut
73
Cowok nggak peka
74
Kayak bini gue aja
75
Gini-gini doang
76
Salon
77
Baper
78
Pesta
79
Kan ada aku
80
Makasih udah cemasin gue
81
Ucapan Selamat
82
Menunda untuk kesekian kalinya
83
Secangkir kopi
84
Mati bersamamu
85
Terjebak
86
Tertangkap basah
87
Kedatangan Mertua
88
Penjelasan
89
Enam bulan
90
Gosah ngarep
91
Panggil Mama
92
Simbol janji
93
Bisa, kan?
94
Menantu sementara
95
Malu nggak ketulungan
96
Sesuai ekspektasi
97
Kasur lipat
98
Aku lapar
99
Jangan libatkan hati dan perasaan
100
Menginap
101
Kompak
102
Sarapan bertiga
103
Toko perhiasan
104
Es Boba
105
Mencintaimu dalam diam
106
Permintaan Naura
107
Perlakuan Manis
108
Seperti Tersengat
109
Tak Waras
110
Lupa
111
Kecewa
112
Salah paham
113
Ketahuan
114
Sedikit tidak rela
115
Iblis betina
116
Pernyataan mengejutkan
117
Kecewa
118
Kelimpungan
119
Telah Berakhir
120
Kafe
121
Foto Candid
122
Yang suami Amara itu siapa?
123
Hanya batu kali
124
Kejadian di panti asuhan
125
Kehilangan jejak
126
Tangan lembut dan dingin
127
Gue Capek
128
Aturan Baskoro
129
Khawatir
130
Terjebak situasi
131
Merasa terancam
132
Kembali di titik awal
133
Otak nggak ada akhlak
134
Sadar Diri
135
Sok tau
136
Satu Paket
137
Provokasi
138
Aku yang membantumu berdiri, dia yang kau ajak berlari
139
Sandiwara yang nyata
140
Iya, aku suka
141
Bantal guling
142
Bisikan setan
143
Hanya peduli, bukannya ada hati
144
Perpaduan yang sempurna
145
Terima kasih, Ma
146
High heels versus pantofel
147
Panas dingin
148
Perjuangan untuk orang yang istimewa
149
Tolong aku
150
Nggak bisa tidur tanpa lo
151
Mala Rindu
152
Aldo
153
Cuma Modus
154
Mau apa lagi?
155
Kepiting matang
156
Satu permintaan
157
Cemburu?
158
Terlalu pemalu
159
Ketahuan
160
Satu syarat
161
Mau sih, tapi malu
162
Kamu di mana, Sayang?
163
Bercak darah
164
Bocah asing
165
Secercah cahaya
166
Mau aku bantu?
167
Jangan buat aku hancur
168
Aku mencintaimu
169
Sini aku bantu (Bonchap)
170
Seperti dapat berkah (Bonchap)
171
Menyatukan Cinta

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!