Bisik di telinga

Amara berjalan dengan santai melintasi deretan perumahan dinas untuk para medis di rumah sakit tempatnya bekerja sembari menikmati segarnya udara pagi.

Amara belum terlalu hafal seluk belum tempatnya bekerja, mengingat baru seminggu yang lalu ia pindah kemari. Ia juga belum terlalu banyak mengenal tetangga sekitar. Mungkin hanya beberapa nama saja yang sudah ia hafal di luar kepala.

Siang itu di rumah sakit.

Suara sirine ambulans yang memasuki lobi rumah sakit itu spontan menciptakan kepanikan para tenaga medis yang sedang bertugas hari ini.

Ambulans itu membawa seorang pria korban kecelakaan tunggal dengan luka parah bagian kepala hingga bersimbah darah.

Begitu ambulans berhenti, para petugas perawat pria segera menyiapkan brankar dorong dan dengan cekatan memindahkan tubuh lemas itu.

Decitan roda yang beradu dengan lantai mewarnai koridor rumah sakit. Suara derap langkah pun mengiringi saat para perawat berlari-lari sebab tak ingin membuang waktu mendorong brankar menuju ruang IGD untuk melakukan tindakan pertolongan pertama.

Dokter dan perawat begitu cekatan menjalankan tugasnya. Mereka memang sudah terlatih untuk ini, hingga pada saat dibutuhkan, masing-masing bisa menempatkan diri pada tanggung jawabnya.

Setiap kali terdengar suara sirine mobil itu, maka dimulailah kesibukan di ruangan IGD saat para tenaga medis bahu membahu memulai aksi penyelamatan.

Menyentuh darah sudah menjadi makanan sehari-hari. Banyak pasien kecelakaan yang berlanjut ke meja operasi. Mereka bahkan tak jarang menyaksikan pasien melewati sakaratul maut di depan mata.

"Amara cepat bersihkan luka di kepala pasien!" Perintah Dokter Khanza pada Amara yang sudah dalam keadaan steril.

"Baik Dok." Amara menjawab tegas, lantas dengan cekatan memulai tugasnya dengan sangat hati-hati.

Sambil membersihkan darah itu, Amara sesekali menatap wajah dari pasien yang tampak masih sadarkan diri. Dia terluka sangat parah namun masih bertahan dengan kesadarannya.

Menghentikan kegiatan, Amara lantas bergeser mendekati wajah pasiennya. "Tuan, apa anda bisa mendengar saya?" tanyanya lirih dengan nada penuh kekhawatiran. Namun nihil, tak ada jawaban.

"Dia masih sadar?" tanya Dokter Khanza sambil berjalan mendekat.

"Iya Dok, tapi dia tidak menjawab pertanyaan saya. Dia juga hanya diam seperti tidak merasakan kesakitan."

"Dia akan segera dipindahkan ke ruang operasi begitu persiapannya selesai." Usai berucap, Dokter Khanza lalu pergi meninggalkan Amara.

Amara menyapukan kain kasa yang basah oleh air alkohol pada pelipis pasien itu. Meski bersimbah darah, namun ia bisa memastikan jika usia pasien itu masih muda.

Amara terkejut saat lelaki itu meraih tangannya dan menggenggam sangat erat. Ia membulatkan mata penuh keterkejutan. Berusaha menarik dan melepaskan tangannya namun sia-sia. "Tuan, apa ada yang ingin anda katakan?" Amara sengaja bertanya, barangkali saja pasien itu masih bisa diajak untuk berkomunikasi. Namun lelaki itu seperti enggan membuka mulutnya.

Bersamaan dengan itu, Dokter Khanza muncul bersama para perawat lain untuk melakukan persiapan pemindahan pasien ke ruang operasi.

"Mara, lepaskan tanganmu," perintah dokter Khanza. Matanya menatap tangan Amara dan sang pasien yang saling bertaut. "Kau mengganggu kerja kami."

Amara menggeleng cepat. "Tapi ini bukan saya yang memegangnya Dok. Dokter lihat," Amara menunjukkan tangannya yang sulit dilepaskan. "Dia yang tidak mau melepas tangan saya."

Dokter Khanza mengamati pasien itu dengan kening yang berkerut. Ia lantas menatap para medis satu persatu dengan wajah bingung. "Ada apa dengan dia?"

Semua yang ada di ruangan itu menggelengkan kepala. Tak ada yang bisa memberi jawaban.

"Dokter, sepertinya ada sesuatu yang ingin dia katakan," tutur Amara memecah keheningan hingga semua orang mengarahkan pandangan kepadanya penuh tanda tanya. Seketika Amara nampak kikuk menjadi pusat perhatian. Ia tertawa canggung dan berucap, "Yang saya lihat begitu, Dok."

Dokter Khanza mendesah pelan, lalu mengembalikan pandangan pada tubuh pasien. "Cepat pindahkan dia. Kita harus segera melakukan tindakan operasi." Dokter Khanza berucap tegas memberi perintah.

"T-tapi Dok, saya bagaimana?" tanya Amara tak bisa menutupi kegugupan.

"Mau bagaimana lagi, kau harus ikut ke ruang operasi jika dia tak mau melepaskan tanganmu." Dokter Khanza menjawab enteng sambil berlalu pergi mendahului.

Amara tak ada pilihan lain lagi. Ia segera mengangguk patuh sambil berucap, "Baik, Dokter."

Operasi yang menegangkan berlangsung selama beberapa jam. Selama itu pula sang pasien tak mau melepaskan tangan Amara sama sekali meski dalam kondisi tak sadarkan diri. Entah apa yang ada di benak lelaki ini andaikan dia bisa bicara.

Akhirnya operasi pun berhasil membuat para tim dokter yang bekerja pun bisa bernapas lega. Termasuk Amara. Namun lelaki ini harus dipindahkan ke ruang rawat secara intensif mengingat kondisinya yang tak begitu baik.

Menatap dua tangan yang masih bertaut, Dokter Khanza yang memasukkan dua tangan pada saku jas putih itu hanya bisa mendesah sambil geleng-geleng kepala. "Sebenarnya ada apa dengan kalian?"

"Tidak ada, Dokter. Saya bahkan baru melihatnya sekarang,"

"Lalu bagaimana bisa dia memegangi tanganmu begitu?"

"Mana saya tahu ,,,," jawab Amara setengah kesal, wajahnya terlihat sangat lelah. "Mungkin Dokter Khanza bisa bantu?"

"Baik. Tak ada salahnya dicoba lagi, kan." Dokter Khanza mencoba memisahkan tangan keduanya, tapi ternyata itu tak mudah hingga membuatnya menyerah. Meski beberapa paramedis pria juga ikut membantu, tapi tak ada hasil juga. Malahan membuat tangan Amara semakin sakit karena terlalu di paksa.

"Kau benar-benar tidak mengenalnya? Dari kartu identitas yang ditemukan, pasien ini bernama Dimas." Dokter Khanza masih berusaha memastikan. Amara yang benar-benar tak mengenal hanya bisa menggeleng lemah.

Suasana kembali hening dengan semua pasang mata tertuju pada genggaman tangan itu.

"Apa pihak keluarganya tahu kalau dia mengalami kecelakaan?" tanya Amara pada semua yang ada di ruangan itu. "Kenapa belum ada keluarga yang datang?"

"Saat dihubungi, orang tuanya bilang sedang ada di luar negeri. Mereka menitipkan puteranya pada kita." Dokter Haris yang sejak tadi diam kini buka suara memberikan jawaban.

"Apa tak ada anggota keluarga lain?"

"Entah," jawab dokter Haris sambil mengedikkan bahu. Dokter muda berperawakan sedang itu melangkah mendekati ranjang dan kemudian mengamati sang pasien. Ia diam sejenak, lalu menoleh menatap Amara. "Amara, kenapa tak kau coba saja bicara di telinganya. Siapa tahu dia bisa mendengar dan mau melepaskan tanganmu." Usulnya kemudian.

Semua orang saling pandang sebelum kemudian tersenyum lebar, dan secara bersamaan menatap Amara penuh tuntutan.

Lagi-lagi Amara mendadak kikuk saat menjadi pusat perhatian. Sebagai orang baru, apa lagi yang bisa diperbuatnya selain melakukan apapun yang diperintahkan, toh ini untuk kepentingannya juga. "Ah iya, iya. kenapa tidak mencobanya, ya kan?"

Amara lantas membungkuk kan badan untuk mendekatkan bibirnya pada telinga pasien. "Tuan Dimas, silahkan beristirahat dengan nyaman, ya. Tuan Dimas tidak perlu khawatir, kami semua yang ada di sini akan menjaga anda dengan baik. Bahkan setiap hari saya akan datang untuk menjenguk anda. Jadi saya mohon, lepaskan tangan saya sekarang."

Semuanya saling pandang saat tubuh pasien tak bereaksi. Bahkan tangan itu semakin kuat mencengkeram jemari Amara.

Tim dokter yang melakukan operasi itu merasakan ada yang aneh dengan pasien ini. Bagaimana mungkin orang yang masih terpengaruh pada reaksi obat bius bisa menggenggam sekuat itu.

"Hahaha! Seperti tidak mempan sodara-sodara!" Tawa Haris menggelegar di tengah kesunyian. "Sepertinya kau terlalu pelan saat membisikkannya. Cobalah bicara yang lebih keras. Atau kalau perlu berteriak yang kencang," suruhannya dengan gigi menggemertak jengkel.

"Hey, jangan sembarangan!" sahut dokter Khanza. "Kurasa berteriak bukan cara yang efektif. Dia baru di operasi, itu bisa mengganggu proses pemulihannya. Bukankah lebih baik membisikkan kata-kata mesra saja padanya? Barangkali dia mengira Amara adalah kekasihnya."

Amara sontak membulatkan mata tak percaya. "Berbisik mesra Dokter? Saya?" tanyanya sambil menunjuk pada dirinya sendiri.

"Masa iya saya. Ya kamu, lah!" Dokter Haris menyahut enteng. "Yang dipegang tangannya kan kamu, Amara." Pria berkulit putih itu menatap Amara sambil menyipitkan mata. "Atau jangan-jangan kamu memang ingin menginap di sini ,,,?" tuduhnya penuh curiga.

"Dokter jangan ngaco, ya! Tentu saja, tidak!" Amara menyahut kesal, sedangkan dokter Haris justru tertawa geli.

Dokter Khanza melirik jam di pergelangan tangannya, lantas kembali menatap Amara. "Hari sudah semakin malam, Amara. Bukankah kita perlu istirahat cepat dan menyimpan tenaga untuk besok? Ayolah, lakukan apapun sebisamu agar lepas dari dia."

"Tapi, apa yang mesti saya katakan, Dokter?"

"Anggap saja kau sedang merayu kekasihmu," jawab Dokter Khanza dengan enteng.

Tapi masalah nya saya tidak pernah bermesraan dengan lelaki Dokter, saya kan berjilbab, batin Amara. Ia masih diam dan terlihat berpikir. Ditatapnya satu persatu para Dokter serta teman-teman yang masih menunggu keputusan darinya. Wajah mereka terlihat sangat lelah setelah berkutat dengan rutinitas seharian ini.

Amara mendesah pelan. Walaupun semula ia tampak ragu-ragu, namun akhirnya ia dengan mantap membungkuk lagi dan mendekatkan bibirnya di telinga pasien.

Bersambung

Terpopuler

Comments

Eny Budi Lestari

Eny Budi Lestari

ayo Mara bisikan kata cinta,anggap aja kamu lagi latihan😀

2021-03-22

0

༄ ❁N⃟ιямαℓα࿐

༄ ❁N⃟ιямαℓα࿐

awal mula bertemu jodoh tuh🤭🤭🤭

2021-01-17

1

lihat semua
Episodes
1 Kecelakaan
2 Yatim piatu
3 Jomblowati
4 Bisik di telinga
5 Juan
6 Cinta bertepuk sebelah tangan
7 Perubahan sikap
8 Pemandangan mencengangkan
9 Terbongkar
10 Terima kasih untuk malam ini
11 Suara syahdu
12 Takut
13 Insiden di mini market
14 Sebuah tawaran
15 Oh No!
16 Keputusan tanpa pikir panjang
17 Siap bekerja
18 Penyambutan luar biasa
19 Berhasil menipu
20 Sebuah gigitan
21 Merasa sendirian (Rindu Juan)
22 Bukan lelaki lemah
23 Pertemuan tak terduga
24 Di mana Naura?
25 Senjata makan tuan
26 Balas dendam
27 Siapa nama Lo?
28 Seperti maling tertangkap basah
29 Pelajaran
30 Lelah
31 Tertidur pulas
32 Pijatan di kaki
33 Melukis pulau di atas bantal
34 Bidadari turun dari loteng
35 Balikin pisang gue!
36 Tidak!
37 Lo ngetawain gue
38 Cewek nggak ada ahlak
39 Ciuman pertama
40 Ini hanya ujian
41 Anugerah tak terduga
42 Pembalasan
43 Doooor!!!!
44 Menangis lah
45 Di bawah selimut
46 Mangkuk bubur
47 Tujuh kucing
48 Nggak boleh bantah!
49 Es krim
50 Empat gadis
51 Lowbat
52 Jadi Ustadzah
53 Kontrak
54 Denda
55 Awas naksir
56 Terpesona
57 Gila?
58 Sepatu sebelah
59 Berdarah
60 Paranoid
61 Jalan pakai kaki gue
62 Mobil
63 Ayo Buruan
64 Suasana tak nyaman
65 Pengorbanan Sia-sia
66 Nggak Jadian
67 Kenangan di restoran
68 Naura
69 Kehilangan pasien
70 Menemukan pasiennya
71 Cie cie
72 Mas Ikuuuuut
73 Cowok nggak peka
74 Kayak bini gue aja
75 Gini-gini doang
76 Salon
77 Baper
78 Pesta
79 Kan ada aku
80 Makasih udah cemasin gue
81 Ucapan Selamat
82 Menunda untuk kesekian kalinya
83 Secangkir kopi
84 Mati bersamamu
85 Terjebak
86 Tertangkap basah
87 Kedatangan Mertua
88 Penjelasan
89 Enam bulan
90 Gosah ngarep
91 Panggil Mama
92 Simbol janji
93 Bisa, kan?
94 Menantu sementara
95 Malu nggak ketulungan
96 Sesuai ekspektasi
97 Kasur lipat
98 Aku lapar
99 Jangan libatkan hati dan perasaan
100 Menginap
101 Kompak
102 Sarapan bertiga
103 Toko perhiasan
104 Es Boba
105 Mencintaimu dalam diam
106 Permintaan Naura
107 Perlakuan Manis
108 Seperti Tersengat
109 Tak Waras
110 Lupa
111 Kecewa
112 Salah paham
113 Ketahuan
114 Sedikit tidak rela
115 Iblis betina
116 Pernyataan mengejutkan
117 Kecewa
118 Kelimpungan
119 Telah Berakhir
120 Kafe
121 Foto Candid
122 Yang suami Amara itu siapa?
123 Hanya batu kali
124 Kejadian di panti asuhan
125 Kehilangan jejak
126 Tangan lembut dan dingin
127 Gue Capek
128 Aturan Baskoro
129 Khawatir
130 Terjebak situasi
131 Merasa terancam
132 Kembali di titik awal
133 Otak nggak ada akhlak
134 Sadar Diri
135 Sok tau
136 Satu Paket
137 Provokasi
138 Aku yang membantumu berdiri, dia yang kau ajak berlari
139 Sandiwara yang nyata
140 Iya, aku suka
141 Bantal guling
142 Bisikan setan
143 Hanya peduli, bukannya ada hati
144 Perpaduan yang sempurna
145 Terima kasih, Ma
146 High heels versus pantofel
147 Panas dingin
148 Perjuangan untuk orang yang istimewa
149 Tolong aku
150 Nggak bisa tidur tanpa lo
151 Mala Rindu
152 Aldo
153 Cuma Modus
154 Mau apa lagi?
155 Kepiting matang
156 Satu permintaan
157 Cemburu?
158 Terlalu pemalu
159 Ketahuan
160 Satu syarat
161 Mau sih, tapi malu
162 Kamu di mana, Sayang?
163 Bercak darah
164 Bocah asing
165 Secercah cahaya
166 Mau aku bantu?
167 Jangan buat aku hancur
168 Aku mencintaimu
169 Sini aku bantu (Bonchap)
170 Seperti dapat berkah (Bonchap)
171 Menyatukan Cinta
Episodes

Updated 171 Episodes

1
Kecelakaan
2
Yatim piatu
3
Jomblowati
4
Bisik di telinga
5
Juan
6
Cinta bertepuk sebelah tangan
7
Perubahan sikap
8
Pemandangan mencengangkan
9
Terbongkar
10
Terima kasih untuk malam ini
11
Suara syahdu
12
Takut
13
Insiden di mini market
14
Sebuah tawaran
15
Oh No!
16
Keputusan tanpa pikir panjang
17
Siap bekerja
18
Penyambutan luar biasa
19
Berhasil menipu
20
Sebuah gigitan
21
Merasa sendirian (Rindu Juan)
22
Bukan lelaki lemah
23
Pertemuan tak terduga
24
Di mana Naura?
25
Senjata makan tuan
26
Balas dendam
27
Siapa nama Lo?
28
Seperti maling tertangkap basah
29
Pelajaran
30
Lelah
31
Tertidur pulas
32
Pijatan di kaki
33
Melukis pulau di atas bantal
34
Bidadari turun dari loteng
35
Balikin pisang gue!
36
Tidak!
37
Lo ngetawain gue
38
Cewek nggak ada ahlak
39
Ciuman pertama
40
Ini hanya ujian
41
Anugerah tak terduga
42
Pembalasan
43
Doooor!!!!
44
Menangis lah
45
Di bawah selimut
46
Mangkuk bubur
47
Tujuh kucing
48
Nggak boleh bantah!
49
Es krim
50
Empat gadis
51
Lowbat
52
Jadi Ustadzah
53
Kontrak
54
Denda
55
Awas naksir
56
Terpesona
57
Gila?
58
Sepatu sebelah
59
Berdarah
60
Paranoid
61
Jalan pakai kaki gue
62
Mobil
63
Ayo Buruan
64
Suasana tak nyaman
65
Pengorbanan Sia-sia
66
Nggak Jadian
67
Kenangan di restoran
68
Naura
69
Kehilangan pasien
70
Menemukan pasiennya
71
Cie cie
72
Mas Ikuuuuut
73
Cowok nggak peka
74
Kayak bini gue aja
75
Gini-gini doang
76
Salon
77
Baper
78
Pesta
79
Kan ada aku
80
Makasih udah cemasin gue
81
Ucapan Selamat
82
Menunda untuk kesekian kalinya
83
Secangkir kopi
84
Mati bersamamu
85
Terjebak
86
Tertangkap basah
87
Kedatangan Mertua
88
Penjelasan
89
Enam bulan
90
Gosah ngarep
91
Panggil Mama
92
Simbol janji
93
Bisa, kan?
94
Menantu sementara
95
Malu nggak ketulungan
96
Sesuai ekspektasi
97
Kasur lipat
98
Aku lapar
99
Jangan libatkan hati dan perasaan
100
Menginap
101
Kompak
102
Sarapan bertiga
103
Toko perhiasan
104
Es Boba
105
Mencintaimu dalam diam
106
Permintaan Naura
107
Perlakuan Manis
108
Seperti Tersengat
109
Tak Waras
110
Lupa
111
Kecewa
112
Salah paham
113
Ketahuan
114
Sedikit tidak rela
115
Iblis betina
116
Pernyataan mengejutkan
117
Kecewa
118
Kelimpungan
119
Telah Berakhir
120
Kafe
121
Foto Candid
122
Yang suami Amara itu siapa?
123
Hanya batu kali
124
Kejadian di panti asuhan
125
Kehilangan jejak
126
Tangan lembut dan dingin
127
Gue Capek
128
Aturan Baskoro
129
Khawatir
130
Terjebak situasi
131
Merasa terancam
132
Kembali di titik awal
133
Otak nggak ada akhlak
134
Sadar Diri
135
Sok tau
136
Satu Paket
137
Provokasi
138
Aku yang membantumu berdiri, dia yang kau ajak berlari
139
Sandiwara yang nyata
140
Iya, aku suka
141
Bantal guling
142
Bisikan setan
143
Hanya peduli, bukannya ada hati
144
Perpaduan yang sempurna
145
Terima kasih, Ma
146
High heels versus pantofel
147
Panas dingin
148
Perjuangan untuk orang yang istimewa
149
Tolong aku
150
Nggak bisa tidur tanpa lo
151
Mala Rindu
152
Aldo
153
Cuma Modus
154
Mau apa lagi?
155
Kepiting matang
156
Satu permintaan
157
Cemburu?
158
Terlalu pemalu
159
Ketahuan
160
Satu syarat
161
Mau sih, tapi malu
162
Kamu di mana, Sayang?
163
Bercak darah
164
Bocah asing
165
Secercah cahaya
166
Mau aku bantu?
167
Jangan buat aku hancur
168
Aku mencintaimu
169
Sini aku bantu (Bonchap)
170
Seperti dapat berkah (Bonchap)
171
Menyatukan Cinta

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!