Kala waktu telah mempersembahkan getir. 5 jam tanpa terasa habis dalam kemelut Nerta dengan sang pria jejaka. Malam telah membentangkan gelapnya.
'Dhuaar'.
'Boomm'.
Perang bekecamuk di atas permukaan air, juga di atas kota Alintis. Air yang nampak beriak bagaikan udara berembus, menghangat seiring pendaran kristal-kristal mulai lebih benderang, menyibak gelapnya bayang malam. Suasana di perumahan ini masih sepi tanpa eksistensi penghuninya.
Nerta melompat agak berat ke kanan, membiarkan pedang emas jejaka menikam kekosongan. Nerta yang telah berdiri baik-baik saja di belakang jejaka itu mulai risi oleh tindakan kekonyolannya.
“Apakah kau tidak akan berhenti?” resah Nerta dengan wajah serius.
Dengan pose uniknya, pedang emasnya kembali tertera tulisan: Bergabunglah dengan kami, semua ini dilakukan agar umat manusia yang menderita dapat diselamatkan.
“Tak ada gunanya menyelamatkan manusia ... sedangkan kita masih kerepotan dalam keselamatan sendiri ...,” balas Nerta dengan tegas.
Pedang emas jejaka tersebut kembali tertera kalimat: Anda mungkin berpikir tujuan kami jahat dan sangat naif. Tapi ingatlah, realitas akan membalikan persepsi Anda.
Karena terlalu omong kosong untuk diiyakan, Nerta bertanya, “Baiklah, jadi kau mau aku berbuat apa?”
Tulisan kembali tertera di pedang jejaka berambut pirang keemasan tersebut: Aku akan membuat Anda sekarat demi melihat sang Dewa, atau Anda bersedia menunjukkannya pada saya.
Karena ukuran pedang yang normal, tulisan tersebut terhapus dan berganti pada tulisan berikutnya: Lalu mengajak-Nya untuk bergabung.
Terakhir kali Nerta sekarat, dirinya sempat merasakan sakit yang teramat. Rasa sakit yang membuatnya lupa tentang apa itu kebahagiaan. Sebuah penderitaan yang sangat tak baik untuk kembali dirasakan.
Nerta pada akhirnya menolak baik-baik permintaan itu. Menolak sesantun mungkin bahkan banyak kata maaf yang mencuat dari mulutnya.
Nerta yang sebagai perwujudan sang Dewa Kesetaraan pun berani berargumentasi: “Dengarlah baik-baik. Jika aku jadi sang Dewa Kesetaraan, aku akan menolak tujuan Dewa Roh.
Mendengarnya, lelaki jejaka berambut pirang keemasan itu anehnya mengguratkan kalimat di pedangnya: Baiklah, saya terima keputusan Anda. Tapi perlu digaris bawahi, Anda belum manunggal pada Dewa Kesetaraan.
Nerta sengap. Tercenung dan merasakan adanya takdir yang tak mungkin ditangkisnya. Sebuah takdir yang akan mengubah jiwa serta kehidupan Nerta.
Selepasnya, tabik sang Dewa Roh itu melenyapkan pedang emasnya. Kemudian bernamaskara sambil menunduk penuh sopan dan hormat pada Nerta. Hingga dia mengepak sayap hitam kelelawarnya, terbang entah ke mana, tapi meninggalkan Nerta sendirian. Bonusnya, nama sang jejaka nyeleneh itu tak diketahui, bahkan tak diketahui pula bagaimana dirinya tahu Nerta di sini.
Nyatanya, insiden itu meninggalkan impresi tersendiri bagi Nerta. Bukan hanya presensi atau tujuan sang tabik Dewa Roh yang jadi noda pikirannya, melainkan takrif aneh yang kini terngiang-ngiang di kepalanya.
Secara tidak langsung, jejaka nyeleneh tadi hanya datang demi mengetes sikap awal Nerta mengetahui sekaligus menghadapi fakta lain yang berimplikasi pada hidupnya.
Untuk saat ini, Nerta biarkan keganjilan itu tersimpan dalam pengalamannya. Kini, kembali pada misi pentingnya.
Dirinya dengan tenang sudah diperkenankan masuk ke dalam rumah wanita berparas pas-pasan. Itu pun dengan argumentasi yang agak pelik, tak semudah ajudan saksi pertama.
Segala gaya atau interior rumah berbahan batu Ruby ini tentulah unik dan artistik. Semua benda melayang secara presisi, tak ada yang menyentuh laintai, bahkan warna lantai akan berganti saat Nerta pijak. Warna tersebut sesuai emosi Nerta saat ini; hijau.
Nerta masuk ke dalam gelembung yang seukuran tubuhnya dan tanpa ditemani wanita berwajah pas-pasan. Secara sistematik, ruangan pun berubah. Gelembung itu nyatanya alat teleportasi.
Keunikan itu bukanlah hal terbaiknya. Melainkan sesosok wanita dari ras Peri, bersayap putih, berpenampilan sederhana; baju panjang polos nuansa pingai, dengan bagian lengannya nuansa merah. Wanita itu juga mengenakan rok selutut nuansa pingai. Nyaris tak begitu modis.
Nerta telah berada di ruangan hangat. Kini udara sesungguhnya berada di ruangan mewah ini. Ruangan tanpa pintu, dengan 'jendela kaca pintar' yang menampilkan proyeksi pemandangan lautan, semuanya berkilau, terbuat dari berlian dan interiornya futuristik terbuat dari emas.
Wanita itu tengah duduk dengan kaki menyilang di atas permadani terbang, di samping meja emas berukir naga. Di mata ras Peri, paras wanita ini katakanlah biasa saja, atau tergantung siapa yang memandangnya.
Tubuh Nerta yang berpancar energi putih kembali dibalut jaket kulit nuansa hitam, dengan perut ratanya dibiarkan terpampang dan celana cutbrai nuansa hitamnya kembali terekspos.
Nerta telah berdiri tiga meteran dari wanita biasa-biasa saja itu, dengan ke dua tangan yang terselip ke saku jaketnya dan tersenyum manis sebagai kesopanan, pun membungkuk hormat.
Ada senyuman manis pula di wajah biasa wanita muda itu, tatapannya penuh makna pada paras karismatik Nerta. Momen hening demi saling menatap pun berlangsung dan dipecahkan oleh tanya dari sang wanita: ”Ada apa dirimu menemuiku?“
Kendatipun Nerta sudah tahu sedikit identitas serta sepak terjang wanita di hadapannya ini, Nerta tak segan menanyakan kembali demi mengonfirmasinya lagi.
”Ya, saya Jida, ketua sekte Udnih, penguasa sekte ke dua terbesar di bangsa Barat ras Peri ... tapi, saya kira, popularitas saya masih kalah oleh dirimu,“
”Hem ... anak-anak suka dongeng ...,“ kelakar Nerta agak satire. ”Tapi, urusan memimpin banyak orang, Anda lebih unggul daripada saya.“
Jida, sang wanita bernetra hijau hanya tersenyum meresponsnya, menyikapi itu sebagai sanjungan dan terdiam dengan sikap anggun.
Kendatipun wajahnya biasa saja, tapi sikapnya sebagai wanita dan pemimpin amatlah terstruktur dan menawan. Terlebih auranya merebakan sifat keibuan, sekaligus komprehensif sebagai pemimpin. Wanita ini beraroma kayu manis, tanpa riasan wajah, memiliki rambut hitam disanggul ke belakang.
Meski sosok wanita itu seakan lebih muda ketimbang Nerta, fakta kalau Jida adalah wanita beranak empat tak bisa ditampik. Dirinya malah sudah berusia 50.000 tahunan lebih. Suaminya telah tewas dan tiga anaknya melanjutkan perjuangan suaminya: Menjadi doktor. Sedangkan si bungsu dirawat sang nenek.
Nerta sang pria plegma pun berujar, ”Saya ingin mengajak Anda untuk menjadi saksi hidup mengenai kebenaran perang dunia.“
Respons awal Jida adalah menyunggingkan senyuman dengan anggukan penuh maksud. Tatapannya sempat beralih menuju sudut ruangan, tepatnya pada kupu-kupu hias.
Entah dirinya telah mengekspektasikan tujuan presensi Nerta dan karenanya meragu disebabkan faktor lain, atau mungkin menimbang-nimbang keputusannya agar tak berakibat fatal.
Lebih-lebih, satu menit ajakan Nerta nyaris tak digubrisnya dan selepasnya malah bertanya, ”Sudah berapa saksi hidup yang didapatkan?“
”Belum ...,“ jawab Nerta dengan jujur, tanpa ragu. ”Sama sekali belum ada ... Anda adalah saksi yang kedua saya ajak.“
”Apa ini inisiatif perseorangan? Atau Anda dalam kinerja misi?“ selidik Jida dengan memandang kalem wajah berkarismatik Nerta.
Ucapan verbal itu menjadikan Nerta berasumsi kalau Jida tak tahu-menahu perihal misi mengumpulkan saksi. Nerta terpaksa bicara jujur padanya, perihal Kaca, perihal misi dan perihal membeberkan rahasia perang dunia pada bangsa Barat. Ringkasan itu dipaparkan tanpa ditutupi, inklusif aroma tubuh Kaca yang wangi bunga mawar.
”Bila demikian ... catat aku dalam misi dirimu, menjadi saksi hidup pertama yang bersedia ...,“ ucap Jida tanpa ragu dan siap ikut andil demi negara.
______________________________________________________________________
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
✅Demi mendukung /menghargai kinerja Author, cukup dengan hanya memberikan Like/Vote poin/koin.
(Bila ada kritik/kesan enggak perlu sungkan untuk menuliskannya dalam kolom komentar. Terima kasih.)
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 185 Episodes
Comments
Elisabeth Ratna Susanti
20 like sampai sini dulu plus rate 5 👍😍
2021-01-19
0
Ayu
typonya mungkin bisa diperbaiki lagi thor😁😁😁
2020-12-24
1