Episode 3: Rekonsiliasi Tiga Sahabat. (Part 1.)

Saat siang tiba, disirami pancaran mentari dari kulminasinya. Pria berambut gondrong itu tengah bersiap.

Untuk sesi mendadak kemarin, Nerta telah merenggut sesuatu yang baru. Hal yang dunia sebut sebagai kesempatan kedua, atau tepatnya; kesempatan lain.

Dirinya telah mendapat pilihan terbaik dan memilih untuk kembali berkorban.

Rambut hitamnya diikat ke belakang, tubuh tegapnya dibalut jaket kulit nuansa hitam, tetapi dada dengan perut ratanya dibiarkan terpampang, tanpa diritsleting. Dan bagian bawahnya dibalut celana cutbrai nuansa hitam yang kaku, tanpa alas kaki.

Nerta nampak gagah, terlihat tangguh dan maskulin. Walau tak setampan raja bangsa Barat, namun karismatiknya lebih 'wow' ketimbang raja bangsa Barat.

Penampilan kali ini diselaraskan dengan perasaan serta tekadnya yang baru. Ambisi yang baru serta determinasinya, tapi tidak dengan arti hidupnya.

Misi untuk menyelidiki kasus keluarganya, dengan bonus menyebarkan rahasia perang dunia adalah pemacu kejiwaannya untuk kembali melawan dunia.

Nerta yang begitu idealis, mungkin akan menjadi semakin mendekati gila dan lebih gila lagi dari sebelumnya. Bukan secara harfiah, tapi cukup untuk dikatakan; 'pria dengan sejuta mimpi omong kosongnya yang kembali bermimpi'.

Hanya saja, ketika momen itu hendak memacunya pergi jauh. Kakinya tertahan di sana, di rerumputan nuansa pingai.

Ada momentum saat tiupan angin menyadarkan Nerta kalau di belakangnya telah berdiri empat pribadi yang hampir terlupakan.

Mereka hadir secara mendadak dan dimomentum ini hawa mulai berubah drastis, disusul sikap Nerta yang dingin nan malas. Sungguh kebetulan yang lagi-lagi ditakdirkan.

Nerta tahu siapa mereka. Itu menyimpulkan alasan terkuatnya untuk tidak memandang mereka; masih berat menerima.

Angin bahkan berembus kencang saat sepi menjadi eksis dalam realitas. Kehadiran mereka cukup membuat Nerta mengingat masa lalu kelamnya dan sangat malas untuk membahas kepedihan serta kekecewaan itu—lagi.

Mereka —Gorah, Arista, Quin serta anak laki-laki Quin— terpaku dalam takut dan canggung.

Setelah sekian lamanya terpisah. Tak dikira sebelumnya. Nerta yang begitu kukuh memegang idealismenya, yang nyatanya tak sanggup membuat sahabat-sahabatnya melihat betapa pentingnya impian itu. Akhirnya bersua lagi.

Tapi, semuanya itu cepat dibuyarkan oleh anak laki-laki Quin yang sekonyong-konyongnya mendekap kaki kiri Nerta dalam ekspresi gembira dan bersyukur. Bahkan dalam nada bocahnya berani berucap, “Asyik ... aku memeyuk Dewa ....”

Bocah itu memang belum sekolah, masih di taman kanak-kanak, yang mengimplisitkan kalau pribadi sepertinya adalah sosok rentan yang tak segan menganggap dongeng adalah sejarah.

Nerta bergeming dalam napas yang cukup berat. Seni merelakan adalah seni tersulit untuk diimplementasi. Merelakan kalau dirinya Dewa atau pun merelakan 'kedewasaan' sahabat-sahabatnya. Mereka sudah menikah. Hanya Nerta yang jejaka dan mungkin jejaka selamanya.

Bocah lelaki itu belum puas hanya mendekap saja. Dia lompat-lompat dengan bangga dan riang. “Aku memeyuk Dewa ... yeyeye ... aku memeyuk Dewa ....”

Bola mata hitam Nerta berbelok ke kiri pada ranting pohon. Seperti mengimplisitkan; 'tidak ada yang lebih baik kecuali diam'.

“Mamah ... ini 'kan Dewa itu?” tanya bocah lelaki dengan mencubit celana cutbrai Nerta sambil melirik Quin demi kepastian.

Quin mengangguk tanda kalau pertanyaan anaknya bukanlah pertanyaan melainkan pernyataan; membenarkan.

Lebih dari itu, sang bocah lelaki mulai jingkrak-jingkrak kegirangan di hadapan Nerta, mengusik jiwa Nerta yang damai. Memecahkan alunan napas beratnya untuk didesak jadi santai.

“Ayo, Dewa tunjukan keahlianmu ... aku ingin liat ....”

Nerta paham; bocah cilik itu tak tahu apa-apa.

Untuk itulah, selepas Nerta menghela napas dengan dalam, dia berlutut dengan mempertontonkan wajah senang, menutupi segala gambaran kekecewaannya. Berubah drastis. Dia memaklumi, bukan merelakan.

“Wah wah ... apa kau ingin melihat kekuatan seorang Dewa?” tanya Nerta dalam raut muka menyambut dalam senang.

Anak kecil itu bertepuk tangan dan mengiakan. Dia begitu aktif serta ekspresif. Emosinya meletup-letup.

Nerta mengulurkan tangan kanannya. Diposisikan serendah mungkin. Meminta bocah berambut pingai itu supaya telungkup di atas pergelangan tangan Nerta.

Tanpa sungkan dan ceria, dia menelungkup. Maka Nerta dengan keseimbangannya mulai mengangkat bocah itu. Mengangkatnya dengan menopang bobot tubuhnya yang tak begitu berat, hingga membuatnya bangkit berdiri.

Dan 'Woush' dia berputar 360 derajat, membuat seolah-olah bocah lelaki itu tengah terbang.

“WAAAAAAAAAAAAAAA ....” Bocah berambut pingai itu nampak asyik dengan sedikit permainan yang disuguhkan oleh Nerta.

“Terbang ... terbang ... dan terbang berputar!” Nerta dengan menyesuaikan emosinya pada sang bocah membuat sang bocah berputar di udara, terayun-ayun atau berliuk-liuk di udara. Sebisanya menghibur dan tak terlalu kaku; tidak membuat bocah itu kecewa.

Lalu Nerta melambungkan bocah itu ke udara, tidak terlalu jauh, takutnya malah nyangkut di pohon. Dan 'Hap' menangkapnya lagi sekaligus memagutnya.

Bocah itu tertawa polos sambil mengungkapkan rasa asyiknya. “Hebat! Dewa mah hebat ....”

Hal itu pula yang mengakibatkan tubuh Nerta telah menghadap pada ketiga sahabatnya. Dengan wajah semeringah memandang anak lelaki Quin sambil mengacak-acak rambut pingai bocah itu sebagai isyarat keakraban.

“Hahahaha ....”

“Kenapa Dewa diem di ini?”

“Hmm ... kesepian adalah sesuatu yang diminati Dewa ... sekalian berlatih menjadi lebih kuat ...,” balas Nerta sebagaimana adanya dengan bumbu kebohongan untuk anak kecil.

“Tapi ... kata mamah ... Dewa pensiun jadi Dewa ...,” sahut bocah itu dengan lugu.

Nerta masih bisa menyikapinya dengan plegma, tapi kalimat pembelaan yang hendak diucapkannya tersendat di tenggorokan.

Quin sudah buru-buru membela Nerta dan mengambil kembali anaknya. Sudah merasa kelewatan. Namun, Nerta jadi paham kalau bocah itu dibohongi Quin.

“Jangan ngomong begitu, Dewa sedang istirahat,” bisik Quin dengan menggendong anaknya.

“Sedang istiahat? Bukannya kita datang keini jadi ganggu Dewa-nya ya ...?” sahut bocah cilik.

Lalu beberapa kebohongan dari Quin kembali dibisikan pada putranya sendiri, seperti; Dewa istirahat jadi Dewa, sekarang sedang menikmati hidupnya, bukan istirahat dari menemui orang yang membutuhkannya.

Sebuah kamuflase dari Quin demi mengendalikan situasi kembali Nerta dapatkan. Meski berbisik dan berusaha membela, Nerta memahami kalau berkelir adalah cara terbaik untuk mengamankan harga diri.

Maka Nerta berani menimpali, “Tidak apa-apa ... Dewa ini memang pensiun ... tapi, sekarang muncul lagi demi menghibur masyarakat.”

Dari jarak lima meteran itu, seluruh wajah sahabat Nerta nampak merenung dalam impresi penyesalan. Kecuali Gorah.

Pria berotot itu memalingkan wajah angkuhnya, berdiri bersedekap dengan aura arogansi. Dia pria paling tinggi, lebih tinggi dari Nerta serta dua sahabat lainnya. Kira-kira 2,2 meter tingginya. Bertelanjang dada dengan rambut lurus hitam panjang yang tergergerai hingga ke punggung. Sayapnya putih bersih. Tidak lebih tampan dari Nerta.

Gorah nampak tak berubah, atau singkatnya; dia hadir karena terpaksa dan agar tak dijauhi teman-temannya.

Sudah dapat ditebak. Presensi ketiga sahabat Nerta adalah untuk meminta pengampunan dan mengutarakan segala isi hati betapa menyesalnya mereka.

Seperti yang sudah-sudah, insiden yang menimbulkan penyesalan membuat mereka baru tersadar kesalahan mereka. Seperti bocah cilik yamg sudah tahu kalau api itu panas, namun tetap bangga disentuh, lalu dengan sedihnya mengakui penyesalan atas perbuatan dungu tersebut. Lebih-lebih 27 menit habis demi mendengar segala ocehan itu.

Basa-basi. Cukup satu kata itu yang merepresentasikan segala yang diutarakan dalam alunan penyesalan tiga sahabat Nerta. Bahkan sekali pun Gorah sempat mengerling pada Nerta, sikap arogansi pria berotot itu tak pudar barang sekejap saja.

Jiwa Nerta yang telah tertambat kekecewaan dan terkesan tercampakan, bahkan, merasa dikhianati oleh sahabat-sahabatnya sendiri justru berani bicara, “Aku ... sudah memaafkan kalian ... ya ... kalian pahamlah maksudku, ketika seseorang melakukan kesalahan tapi enggan mengampuni orang tersebut dan kala gilirannya yang bersalah, malah merengek meminta pengampunan ... nah maksudku ... aku selalu tak bisa membenci sahabatku sendiri ....”

“... pulanglah ... aku sudah memahami interpretasi kalian dalam menyikapi hidup ...,” imbuh Nerta dengan pandangan intens pada setiap sahabatnya.

Walau berusaha menutupi kemurkaan dan sakit hatinya pada sahabat-sahabatnya sendiri, tetap saja sahabat-sahabatnya tak sepolos itu. Mereka tahu dibalik seni kebohongan dalam kata-kata itu, ada beban rasa sakit yang menganga yang tak dapat dibantah. Yang spekulasinya adalah akan terobati oleh waktu.

Namun bukan hanya itu yang diinginkan sahabat-sahabatnya. Bukan sekadar ingin menyembuhkan luka bersama waktu. Bukan sebatas itu!

Terpopuler

Comments

ARSY ALFAZZA

ARSY ALFAZZA

👍🏻👍🏻👍🏻👍🏻

2021-03-18

0

Alan Bumi

Alan Bumi

apakah berkelir lebih baku daripada berkelit?

2021-02-10

1

lihat semua
Episodes
1 Perkenalan.
2 Prolog.
3 Episode 1: Representasi Ambiguitas. (Part 1.)
4 Episode 2: Representasi Ambiguitas. (Part 2.)
5 Episode 3: Rekonsiliasi Tiga Sahabat. (Part 1.)
6 Episode 4: Rekonsiliasi Tiga Sahabat. (Part 2.)
7 Episode 5: Kontradiktif Despotisme Dan Teokrasi. (Part 1.)
8 Episode 6: Kontradiktif Despotisme Dan Teokrasi. (Part 2.)
9 Episode 7: Seni Masa Bodoh. (Part 1.)
10 Episode 8: Seni Masa Bodoh. (Part 2.)
11 Episode 9: Sesuai Preskriptif Sistem. (Part 1.)
12 Episode 10: Sesuai Preskriptif Sistem. (Part 2.)
13 Episode 11: Diplomasi Dua Kepala. (Part 1.)
14 Episode 12: Diplomasi Dua Kepala. (Part 2.)
15 Episode 13: Prinsip Bersama Egoisme. (Part 1.)
16 Episode 14: Prinsip Bersama Egoisme. (Part 2.)
17 Episode 15: Konfrontasi Dua Personal. (Part 1.)
18 Episode 16: Konfrontasi Dua Personal. (Part 2.)
19 Episode 17: Senyuman Manis Yang Punah. (Part 1.)
20 Episode 18: Senyuman Manis Yang Punah. (Part 2.)
21 Episode 19: Demi Kekuatan Absolut. (Part 1.)
22 Episode 20: Demi Kekuatan Absolut. (Part 2.)
23 Episode 21: Di Malam Yang Putih. (Part 1.)
24 Episode 22: Di Malam Yang Putih. (Part 2.)
25 Episode 23: Mengorbankan Tenaga Pada Waktu. (Part 1.)
26 Episode 24: Mengorbankan Tenaga Pada Waktu. (Part 2.)
27 Episode 25: Titik Di Mana Kematian Adalah Kemenangan. (Part 1.)
28 Episode 26: Titik Di Mana Kematian Adalah Kemenangan. (Part 2.)
29 Episode 27: Bagai pinang dibelah dua. (Part 1.)
30 Episode 28: Bagai Pinang Dibelah Dua. (Part 2.)
31 Episode 29: Berbagi Rasa Sakit. (Part 1.)
32 Episode 30: Berbagi Rasa Sakit. (Part 2.)
33 Episode 31: Tangisan Masa Lampau. (Part 1.)
34 Episode 32: Tangisan Masa Lampau. (Part 2.)
35 Episode 33: Tugas Kematian. (Part 1.)
36 Episode 34: Tugas Kematian. (Part 2.)
37 Episode 35: Motivasi Akhir. (Part 1.)
38 Episode 36: Motivasi Akhir. (Part 2.)
39 Episode 37: Menyinkronkan Bakat Dan Pikiran. (Part 1.)
40 Episode 38: Menyinkronkan Bakat Dan Pikiran. (Part 2.)
41 Episode 39: Menyinkronkan Bakat Dan Pikiran. (Part 3.)
42 Episode 4O: Melepas Keajaiban Mimpi-Mimpi. (Part 1.)
43 Episode 41: Melepas Keajaiban Mimpi-Mimpi. (Part 2.)
44 Episode 42: Mengharap Keajaiban Lengkapi Waktu. (Part 1.)
45 Episode 43: Mengharap Keajaiban Lengkapi Waktu. (Part 2.)
46 Episode 44: Mengharap Keajaiban Lengkapi Waktu. (Part 3.)
47 Episode 45: Merenungi Langkah Kemarin. (Part 1.)
48 Episode 46: Merenungi Langkah Kemarin. (Part 2.)
49 Episode 47: Resolusi Terintegrasi. (Part 1.)
50 Episode 48: Resolusi Terintegrasi. (Part 2.)
51 Episode 49: Merasionalisasi Tindakan Nyata. (Part 1.)
52 Episode 5O: Merasionalisasi Tindakan Nyata. (Part 2.)
53 Episode 51: Memupus Kualitas Mentalitas. (Part 1.)
54 Episode 52: Memupus Kualitas Mentalitas. (Part 2.)
55 Episode 53: Sepele Untuk Ditertawakan. (Part 1.)
56 Episode 54: Sepele Untuk Ditertawakan. (Part 2.)
57 Episode 55: Histeria Realita Kegagalan. (Part 1.)
58 Episode 56: Histeria Realita Kegagalan. (Part 2.)
59 Episode 57: Hengkang Dari Neraka. (Part 1.)
60 Episode 58: Hengkang Dari Neraka. (Part 2. Tamat Jilid Satu.)
61 Episode 59 (Prolog Jilid Dua): Tidak Seperti Kemarin. (Part 1.)
62 Episode 6O: Tidak Seperti Kemarin. (Part 2.)
63 Episode 61: Provokasi Konflik. (Part 1.)
64 Episode 62: Provokasi Konflik. (Part 2.)
65 Episode 63: Bangkit Dari Mati Suri. (Part 1.)
66 Episode 64: Bangkit Dari Mati Suri. (Part 2.)
67 Episode 65: Sesuai Preskriptif Sistem. (Part 3.)
68 Episode 66: Sesuai Preskriptif Sistem. (Part 4.)
69 Episode 67: Senandung Kematian. (Part 1.)
70 Episode 68: Senandung Kematian. (Part 2.)
71 Episode 69: Senandung Kematian. (Part 3.)
72 Episode 70: Senandung Kematian. (Part 4.)
73 Episode 71: Senandung Kematian. (Part 5.)
74 Episode 72: Senandung Kematian. (Part 6.)
75 Episode 73: Demi Arti Pertemuan. (Part 1.)
76 Episode 74: Demi Arti Pertemuan. (Part 2.)
77 Episode 75: Kasus Subversif. (Part 1.)
78 Episode 76: Kasus Subversif. (Part 2.)
79 Episode 77: Kasus Subversif. (Part 3.)
80 Episode 78: Kasus Subversif. (Part 4.)
81 Episode 79: Kasus Subversif. (Part 5.)
82 Episode 8O: Kasus Subversif. (Part 6)
83 Episode 81: Persembahan Kematian Untuk-Nya. (Part 1.)
84 Episode 82: Hari Tanpa Libur.
85 Episode 83: Persetan Dengan Moral. (Part1.)
86 Episode 84: Persetan Dengan Moral. (Part 2.)
87 Episode 85: Persetan Dengan Moral. (Part 3.)
88 Episode 86: Persetan Dengan Moral. (Part 4.)
89 Episode 87: Persetan Dengan Moral. (Part 5.)
90 Episode 88: Persetan Dengan Moral. (Part 6.)
91 Episode 89: Persetan Dengan Moral. (Part 7.)
92 Episode 9O: Persetan Dengan Moral. (Part 8.)
93 Episode 91: Persetan Dengan Moral. (Part 9.)
94 Episode 92: Persetan Dengan Moral. (Part 1O.)
95 Episode 93: Persetan Dengan Amal.
96 Episode 94: Para Keparat Yang Baik Hati.
97 Episode 95: Jujur Demi Kebohongan Kedua.
98 Episode 96: Demi Satu Keparat Bermahkota.
99 Episode 97: Dari Sang Bedebah, Demi Sang Bedebah.
100 Episode 98: Pengabdian Otoriter. (TAMAT Jilid Dua.)
101 Episode 99: Mengumandangkan Lagu Perang. (Prolog Jilid 3.)
102 Episode 1OO: Keluguan Melukai Teman.
103 Episode 101: Terlampau Bersikukuh.
104 Episode 1O2: Daftar Hitam.
105 Episode 1O3: Kedunguan Yang Cemerlang.
106 Episode 1O4: Demi Akhir Bahagia Sang Keparat.
107 Episode 1O5: Sebening Kehampaan Do'a.
108 Episode 1O6: Penantian Mengikatkan Diri Pada Kesengsaraan.
109 Episode 1O7: Angan-Angan Hati.
110 Episode 1O8: Tujuan Hati Memberatkan Akal Sehat.
111 Episode 1O9: Semoga Terkabul Do'a-Do'a Yang Ada.
112 Episode 11O: Sudahlah ....
113 Episode 111: Pil Pahit Kenyataan.
114 Episode 112: Meregas Kebencian Terdalam.
115 Episode 113: 'Dewa Kesetanan'.
116 Episode 114: Yang Penting Menang.
117 Episode 115: Kebungkaman Mengundang Pertanyaan.
118 Episode 116: Kebenaran Mengeksekusi Nyawa.
119 Episode 117: Momentum Terkendali.
120 Episode 118: Demi Mengendalikan Kenyataan.
121 Episode 119: Kerinduan Dewi Anggrek.
122 Episode 12O: Kembalinya Dewa Setara.
123 Episode 121: 'Semburat Di Tengah Jalan'.
124 Episode 122: Mengawali Akhir.
125 Episode 123: Korban Kenyataan.
126 Episode 124: Selektif Dalam Otoritas.
127 Episode 125: Sumbangsih Kepedulian.
128 Episode 126: Dramatis Dalam Ujian.
129 Episode 127: Sebatas Melindungi Nama.
130 Episode 128: Adanya Anomali Bahaya.
131 Episode 129: Kaget.
132 Episode 130: Mendengar Suara Kenyataan.
133 Episode 131: Menunggu Matahari Mereda.
134 Episode 132: Untuk Harapan Di Hati.
135 Episode 133: Demi Perdamaian Abadi.
136 Episode 134: Mempertaruhkan Moralitas.
137 Episode 135: Mengamankan Sedikit Semangat.
138 Episode 136: Tetes Air Mata Kenyataan.
139 Episode 137: Kenyataan Memacu Harapan.
140 Episode 138: Situasi Parah.
141 Episode 139: Tiga Target Pikiran.
142 Episode 140: Kebencian Ini Tak Akan Berhenti.
143 Episode 141: Dan Do'a Mengobati Luka.
144 Episode 142: Lalu Kerinduan Terlupakan.
145 Episode 143: Melampiaskan Kebencian Terdalam. (TAMAT JILID 3.)
146 Episode 144: Dan Nasionalisme Merupakan Perdebatan. (Prolog Jilid 4.)
147 Episode 145: Kebaikan Terabaikan.
148 Episode 146: Kekasih Yang Menambatkan Luka.
149 Episode 147: Rekonsiliasi Dua Dewa. (Part 1.)
150 Episode 148: Rekonsiliasi Dua Dewa. (Part 2.)
151 Episode 149: Hasrat Tersalurkan.
152 Episode 150: Mendesak Kemauan.
153 Episode 151: Menyambut Hari Yang Cerah.
154 Episode 152: Perang Dunia Adalah Bisnis.
155 Episode 153: Mendiskreditkan Lewat Pikiran.
156 Episode 154: Stabilitas Strategi.
157 Episode 155: Ini Muslihat Untuk Kemenangan.
158 Episode 156: Beban Kebingungan.
159 Episode 157: Rasa Mengutamakan.
160 Episode 158: Patriotisme Merupakan Bisnis.
161 Episode 159: Melawan Ketakutan.
162 Episode 160: Hiburan Basi Politik.
163 Episode 161: Memalukan Dan Menyedihkan.
164 Episode 162: Pengganggu Malu-Malu.
165 Episode 163: Kenyataan Menjawab.
166 Episode 164: Fakta Dan Kenyataan.
167 Episode 165: Kenyataan Dalam Perjuangan.
168 Episode 166: Perangainya Merenggut Hati.
169 Episode 167: Dalam Waktu Samar-Samar.
170 Episode 168: Kemarahan Terlupakan.
171 Episode 169: Kebencian Terkendali.
172 Episode 170: Pertarungan Terakhir.
173 Episode 171: Melampiaskan Kebanggaan Diri.
174 Episode 172: Tuntutan Profesi.
175 Episode 173: Kepatuhan Memburu Bantuan.
176 Episode 174: Firasat Jadi Beban.
177 Episode 175: Insting Sang 'Pendekar'.
178 Episode 176: Pemicu Detak Jantung.
179 Episode 177: Jumpa Pertama.
180 Episode 178: Penting Enggak Penting.
181 Episode 179: Klasifikasi Perspektif.
182 Episode 180: Provokasi Dunia.
183 Episode 181: Kedamaian Merupakan Masalah.
184 Episode 182: Penghancuran Serentak.
185 Episode 183: Eksekusi Massal. (Tamat jilid 4.)
Episodes

Updated 185 Episodes

1
Perkenalan.
2
Prolog.
3
Episode 1: Representasi Ambiguitas. (Part 1.)
4
Episode 2: Representasi Ambiguitas. (Part 2.)
5
Episode 3: Rekonsiliasi Tiga Sahabat. (Part 1.)
6
Episode 4: Rekonsiliasi Tiga Sahabat. (Part 2.)
7
Episode 5: Kontradiktif Despotisme Dan Teokrasi. (Part 1.)
8
Episode 6: Kontradiktif Despotisme Dan Teokrasi. (Part 2.)
9
Episode 7: Seni Masa Bodoh. (Part 1.)
10
Episode 8: Seni Masa Bodoh. (Part 2.)
11
Episode 9: Sesuai Preskriptif Sistem. (Part 1.)
12
Episode 10: Sesuai Preskriptif Sistem. (Part 2.)
13
Episode 11: Diplomasi Dua Kepala. (Part 1.)
14
Episode 12: Diplomasi Dua Kepala. (Part 2.)
15
Episode 13: Prinsip Bersama Egoisme. (Part 1.)
16
Episode 14: Prinsip Bersama Egoisme. (Part 2.)
17
Episode 15: Konfrontasi Dua Personal. (Part 1.)
18
Episode 16: Konfrontasi Dua Personal. (Part 2.)
19
Episode 17: Senyuman Manis Yang Punah. (Part 1.)
20
Episode 18: Senyuman Manis Yang Punah. (Part 2.)
21
Episode 19: Demi Kekuatan Absolut. (Part 1.)
22
Episode 20: Demi Kekuatan Absolut. (Part 2.)
23
Episode 21: Di Malam Yang Putih. (Part 1.)
24
Episode 22: Di Malam Yang Putih. (Part 2.)
25
Episode 23: Mengorbankan Tenaga Pada Waktu. (Part 1.)
26
Episode 24: Mengorbankan Tenaga Pada Waktu. (Part 2.)
27
Episode 25: Titik Di Mana Kematian Adalah Kemenangan. (Part 1.)
28
Episode 26: Titik Di Mana Kematian Adalah Kemenangan. (Part 2.)
29
Episode 27: Bagai pinang dibelah dua. (Part 1.)
30
Episode 28: Bagai Pinang Dibelah Dua. (Part 2.)
31
Episode 29: Berbagi Rasa Sakit. (Part 1.)
32
Episode 30: Berbagi Rasa Sakit. (Part 2.)
33
Episode 31: Tangisan Masa Lampau. (Part 1.)
34
Episode 32: Tangisan Masa Lampau. (Part 2.)
35
Episode 33: Tugas Kematian. (Part 1.)
36
Episode 34: Tugas Kematian. (Part 2.)
37
Episode 35: Motivasi Akhir. (Part 1.)
38
Episode 36: Motivasi Akhir. (Part 2.)
39
Episode 37: Menyinkronkan Bakat Dan Pikiran. (Part 1.)
40
Episode 38: Menyinkronkan Bakat Dan Pikiran. (Part 2.)
41
Episode 39: Menyinkronkan Bakat Dan Pikiran. (Part 3.)
42
Episode 4O: Melepas Keajaiban Mimpi-Mimpi. (Part 1.)
43
Episode 41: Melepas Keajaiban Mimpi-Mimpi. (Part 2.)
44
Episode 42: Mengharap Keajaiban Lengkapi Waktu. (Part 1.)
45
Episode 43: Mengharap Keajaiban Lengkapi Waktu. (Part 2.)
46
Episode 44: Mengharap Keajaiban Lengkapi Waktu. (Part 3.)
47
Episode 45: Merenungi Langkah Kemarin. (Part 1.)
48
Episode 46: Merenungi Langkah Kemarin. (Part 2.)
49
Episode 47: Resolusi Terintegrasi. (Part 1.)
50
Episode 48: Resolusi Terintegrasi. (Part 2.)
51
Episode 49: Merasionalisasi Tindakan Nyata. (Part 1.)
52
Episode 5O: Merasionalisasi Tindakan Nyata. (Part 2.)
53
Episode 51: Memupus Kualitas Mentalitas. (Part 1.)
54
Episode 52: Memupus Kualitas Mentalitas. (Part 2.)
55
Episode 53: Sepele Untuk Ditertawakan. (Part 1.)
56
Episode 54: Sepele Untuk Ditertawakan. (Part 2.)
57
Episode 55: Histeria Realita Kegagalan. (Part 1.)
58
Episode 56: Histeria Realita Kegagalan. (Part 2.)
59
Episode 57: Hengkang Dari Neraka. (Part 1.)
60
Episode 58: Hengkang Dari Neraka. (Part 2. Tamat Jilid Satu.)
61
Episode 59 (Prolog Jilid Dua): Tidak Seperti Kemarin. (Part 1.)
62
Episode 6O: Tidak Seperti Kemarin. (Part 2.)
63
Episode 61: Provokasi Konflik. (Part 1.)
64
Episode 62: Provokasi Konflik. (Part 2.)
65
Episode 63: Bangkit Dari Mati Suri. (Part 1.)
66
Episode 64: Bangkit Dari Mati Suri. (Part 2.)
67
Episode 65: Sesuai Preskriptif Sistem. (Part 3.)
68
Episode 66: Sesuai Preskriptif Sistem. (Part 4.)
69
Episode 67: Senandung Kematian. (Part 1.)
70
Episode 68: Senandung Kematian. (Part 2.)
71
Episode 69: Senandung Kematian. (Part 3.)
72
Episode 70: Senandung Kematian. (Part 4.)
73
Episode 71: Senandung Kematian. (Part 5.)
74
Episode 72: Senandung Kematian. (Part 6.)
75
Episode 73: Demi Arti Pertemuan. (Part 1.)
76
Episode 74: Demi Arti Pertemuan. (Part 2.)
77
Episode 75: Kasus Subversif. (Part 1.)
78
Episode 76: Kasus Subversif. (Part 2.)
79
Episode 77: Kasus Subversif. (Part 3.)
80
Episode 78: Kasus Subversif. (Part 4.)
81
Episode 79: Kasus Subversif. (Part 5.)
82
Episode 8O: Kasus Subversif. (Part 6)
83
Episode 81: Persembahan Kematian Untuk-Nya. (Part 1.)
84
Episode 82: Hari Tanpa Libur.
85
Episode 83: Persetan Dengan Moral. (Part1.)
86
Episode 84: Persetan Dengan Moral. (Part 2.)
87
Episode 85: Persetan Dengan Moral. (Part 3.)
88
Episode 86: Persetan Dengan Moral. (Part 4.)
89
Episode 87: Persetan Dengan Moral. (Part 5.)
90
Episode 88: Persetan Dengan Moral. (Part 6.)
91
Episode 89: Persetan Dengan Moral. (Part 7.)
92
Episode 9O: Persetan Dengan Moral. (Part 8.)
93
Episode 91: Persetan Dengan Moral. (Part 9.)
94
Episode 92: Persetan Dengan Moral. (Part 1O.)
95
Episode 93: Persetan Dengan Amal.
96
Episode 94: Para Keparat Yang Baik Hati.
97
Episode 95: Jujur Demi Kebohongan Kedua.
98
Episode 96: Demi Satu Keparat Bermahkota.
99
Episode 97: Dari Sang Bedebah, Demi Sang Bedebah.
100
Episode 98: Pengabdian Otoriter. (TAMAT Jilid Dua.)
101
Episode 99: Mengumandangkan Lagu Perang. (Prolog Jilid 3.)
102
Episode 1OO: Keluguan Melukai Teman.
103
Episode 101: Terlampau Bersikukuh.
104
Episode 1O2: Daftar Hitam.
105
Episode 1O3: Kedunguan Yang Cemerlang.
106
Episode 1O4: Demi Akhir Bahagia Sang Keparat.
107
Episode 1O5: Sebening Kehampaan Do'a.
108
Episode 1O6: Penantian Mengikatkan Diri Pada Kesengsaraan.
109
Episode 1O7: Angan-Angan Hati.
110
Episode 1O8: Tujuan Hati Memberatkan Akal Sehat.
111
Episode 1O9: Semoga Terkabul Do'a-Do'a Yang Ada.
112
Episode 11O: Sudahlah ....
113
Episode 111: Pil Pahit Kenyataan.
114
Episode 112: Meregas Kebencian Terdalam.
115
Episode 113: 'Dewa Kesetanan'.
116
Episode 114: Yang Penting Menang.
117
Episode 115: Kebungkaman Mengundang Pertanyaan.
118
Episode 116: Kebenaran Mengeksekusi Nyawa.
119
Episode 117: Momentum Terkendali.
120
Episode 118: Demi Mengendalikan Kenyataan.
121
Episode 119: Kerinduan Dewi Anggrek.
122
Episode 12O: Kembalinya Dewa Setara.
123
Episode 121: 'Semburat Di Tengah Jalan'.
124
Episode 122: Mengawali Akhir.
125
Episode 123: Korban Kenyataan.
126
Episode 124: Selektif Dalam Otoritas.
127
Episode 125: Sumbangsih Kepedulian.
128
Episode 126: Dramatis Dalam Ujian.
129
Episode 127: Sebatas Melindungi Nama.
130
Episode 128: Adanya Anomali Bahaya.
131
Episode 129: Kaget.
132
Episode 130: Mendengar Suara Kenyataan.
133
Episode 131: Menunggu Matahari Mereda.
134
Episode 132: Untuk Harapan Di Hati.
135
Episode 133: Demi Perdamaian Abadi.
136
Episode 134: Mempertaruhkan Moralitas.
137
Episode 135: Mengamankan Sedikit Semangat.
138
Episode 136: Tetes Air Mata Kenyataan.
139
Episode 137: Kenyataan Memacu Harapan.
140
Episode 138: Situasi Parah.
141
Episode 139: Tiga Target Pikiran.
142
Episode 140: Kebencian Ini Tak Akan Berhenti.
143
Episode 141: Dan Do'a Mengobati Luka.
144
Episode 142: Lalu Kerinduan Terlupakan.
145
Episode 143: Melampiaskan Kebencian Terdalam. (TAMAT JILID 3.)
146
Episode 144: Dan Nasionalisme Merupakan Perdebatan. (Prolog Jilid 4.)
147
Episode 145: Kebaikan Terabaikan.
148
Episode 146: Kekasih Yang Menambatkan Luka.
149
Episode 147: Rekonsiliasi Dua Dewa. (Part 1.)
150
Episode 148: Rekonsiliasi Dua Dewa. (Part 2.)
151
Episode 149: Hasrat Tersalurkan.
152
Episode 150: Mendesak Kemauan.
153
Episode 151: Menyambut Hari Yang Cerah.
154
Episode 152: Perang Dunia Adalah Bisnis.
155
Episode 153: Mendiskreditkan Lewat Pikiran.
156
Episode 154: Stabilitas Strategi.
157
Episode 155: Ini Muslihat Untuk Kemenangan.
158
Episode 156: Beban Kebingungan.
159
Episode 157: Rasa Mengutamakan.
160
Episode 158: Patriotisme Merupakan Bisnis.
161
Episode 159: Melawan Ketakutan.
162
Episode 160: Hiburan Basi Politik.
163
Episode 161: Memalukan Dan Menyedihkan.
164
Episode 162: Pengganggu Malu-Malu.
165
Episode 163: Kenyataan Menjawab.
166
Episode 164: Fakta Dan Kenyataan.
167
Episode 165: Kenyataan Dalam Perjuangan.
168
Episode 166: Perangainya Merenggut Hati.
169
Episode 167: Dalam Waktu Samar-Samar.
170
Episode 168: Kemarahan Terlupakan.
171
Episode 169: Kebencian Terkendali.
172
Episode 170: Pertarungan Terakhir.
173
Episode 171: Melampiaskan Kebanggaan Diri.
174
Episode 172: Tuntutan Profesi.
175
Episode 173: Kepatuhan Memburu Bantuan.
176
Episode 174: Firasat Jadi Beban.
177
Episode 175: Insting Sang 'Pendekar'.
178
Episode 176: Pemicu Detak Jantung.
179
Episode 177: Jumpa Pertama.
180
Episode 178: Penting Enggak Penting.
181
Episode 179: Klasifikasi Perspektif.
182
Episode 180: Provokasi Dunia.
183
Episode 181: Kedamaian Merupakan Masalah.
184
Episode 182: Penghancuran Serentak.
185
Episode 183: Eksekusi Massal. (Tamat jilid 4.)

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!