Episode 1: Representasi Ambiguitas. (Part 1.)

Berabad-abad kemudian ....

Terdapat mimpi. Bayang-bayang visual yang menghantui sisa hidup Nerta. Menelanjangi pikiran peliknya untuk mengakui kalau dirinya adalah perwujudan sang Dewa Kesetaraan. Di sanalah, iya, di alam pra sadarnya.

Visual lelaki yang tak begitu tampan, namun karismanya benderang. Tubuh tegap dan sekujur anggota badannya yang terlihat kokoh mencuar dari kegelapan pada cahaya.

Sosok itu mirip Nerta. Terlihat kalem, namun berbahaya. Wajahnya datar tanpa ada emosi. Tanpa senyuman. Tanpa ada keseriusan. Nampak hampa tetapi seraya mentransfer aura penuh pengharapan.

Singkat kata, Nerta diberikan segenap alasan kehadiran sang Dewa.

Aura itu ....

Hawanya ....

Rasanya ....

Nerta mendapatkan 'sesuatu' yang menarik. Entah bagaimana, kata-kata terlahir dari mulutnya yang terkatup rapat. Sosok itu menyampaikan kalimat secara lisan dengan tedas tanpa menggerakkan bibir; bicara secara batiniah.

Tiga belas perwujudan untuk menerangi dunia yang kelam.

Dengarlah baik-baik ....

Dalam perwujudanku yang ketiga belas ini ... aku hendak persembahkan kebenaran dibalik bayangan itu ... demi satu tujuan ....

Demi kebahagiaan ....

Lalu ketika realitas merampas lagi keajaiban itu, segalanya kembali tersembunyi dalam ambiguitas. Entah untuk dikuak, atau semata nampak sebagai humor yang tak mengundang tawa.

Dan takdir cukup kontan memberikan kepastian, walau didapatkan hanyalah kepedihan atau kematian, setidaknya bisa membawa pada hal lebih baik—mungkin.

Memikirkan kenangan yang menyakitkan dan memalukan, barangkali itulah alasan terkuat Nerta berada di hutan ini.

Pria berumur 25.000 tahun lebih —25 tahun dalam estimasi ras Manusia— yang dulu seorang pejuang dan petarung tengah duduk-duduk malas menikmati sepinya hutan Barat. Menyilangkan tangan ke belakang kepala sekaligus menyandarkan tubuh tegapnya pada akar pohon.

Dia pensiun muda dan sejak wafatnya Darko, semuanya memang berubah. Tidak lebih baik, namun cukup untuk dikatakan 'lebih baik bersembunyi ketimbang hidup dalam kesedihan'.

Gelar pahlawan dulunya bersenandung indah sebagai arti hidup. Diagungkan dan dijalani sebagai esensi alasan hidup. Namun itu dulu. Dulu sekali sebelum semua sahabatnya tidak sinting oleh provokasi dunia.

Ingatan manis saat seluruh sahabatnya tak berubah. Nerta hafal betul kata-kata dan visualnya.

“Kalau satu mati ... semuanya mati ....” Darko bicara dalam ambisius dan percaya diri, seolah dia dapat mengubah dunia hanya dengan kata-kata—kalimatnya punya interpretasi tersendiri dan tidak seharfiah itu.

Tak hanya Darko yang mencetuskan gagasan tersebut, Quin, Arista serta Gorah dengan sepakat mengagungkannya.

Tentu saja antinominya muncul. Menjadi bagian memalukannya. Tiga sahabatnya yang masih bernapas lega dengan kompak berargumentasi: “Kita bukan lagi anak-anak ... lihatlah kenyataan ... kita mesti melanjutkan hidup dan itu lebih baik ketimbang mengikuti idealisme yang dungu ....”

“Tak ada gunanya melawan dunia yang putus asa ini ....“

”Hadapilah kenyataan, impianmu itu seperti kaum utopis yang tinggi dan naif, tapi hanya ada dikhayalan semata.“

Seperti pepatah bijak para nenek; kata-kata itu setajam silet yang diasah, dapat melukai kalau mau, atau bermanfaat kalau dipakai untuk mencukur.

Nerta adalah pria idealis dan terlihat bagai orang bodoh diantara para individu pengejar realistis.

Dan iya, kata-kata telah membuat luka menganga, membuat mental berubah dan pengalaman menjadi legalisasi kalau pria idealis itu berubah apatis dan pemalas. Bahkan barangkali lebih buruk lagi; Nerta mendekati gila.

Angin siang mendesau kala kepala hangatnya mengingat kenangan memalukan itu, seolah mengirim pesan kalau mati di hutan ini bagai merengkuh kehormatan.

Dedaunan bergerak, bergemerisik seperti tengah berembuk memutuskan siapa yang hendak gugur.

Suasana benar-benar damai dan tenang. Ke dua kaki Nerta berselonjor di atas dedaunan nuansa pingai yang gugur. Dingin, lembap dan beraroma unik; seperti aroma teh bercampur kopi. Tapi menggugah jiwanya larut bersama suasana.

Hutan Barat ini memang sepi. Ras Peri adalah makhluk paling setia, jadi kalau galau dan patah hati tempat ini sangat estetik untuk bunuh diri.

Disela-sela waktu berputar. Suara pria asing memecah suasana sepi, tetapi belum mampu membuat Nerta terkaget; dirinya telah sadar.

”Apakah ada seorang Dewa yang pensiun dan menjadi pengangguran yang menunggu mati ... dan itu hanya gegara teman-temannya tidak mau mati bareng? Heh ... tolol ....“

“Ya ... kau baru menemukannya di sini,” balas Nerta begitu santai. “Jadi selamat ....”

Telah hadir dalam kenyataan, seorang pria eksentrik. Parasnya tertutup topeng cermin, matanya hitam menerawang dan akan berubah ungu bila tersorot cahaya.

Segala yang dipandang terefleksikan dengan baik pada topeng cermin itu, seolah struktur topeng yang tak rata sama sekali tak mengganggu benda-benda untuk terefleksi, rambutnya hitam klimis nan legam, rapi dan wangi bunga mawar.

Dia pria tinggi, tapi tak setinggi Nerta, tubuhnya dibalut setelan jas nuansa hitam formal dan semakin nyentrik dengan ke dua tangan yang terbungkus sarung tangan hitam.

Pria bertopeng cermin itu telah beranjak dari atas akar pohon di belakang Nerta menjadi berdiri di depan Nerta dalam jarak 3 meteran. Seakan ingin diperhatikan.

Entah siapa pria nyentrik itu. Bahkan tak ada senyum kesopanan dari Nerta, tak ada tatapan menyambut baik, atau bahkan tak ada jabat tangan perkenalan.

Nerta bersikap dingin tanpa ekspresi. Selebihnya telinganya dipasang baik-baik demi mengetahui hal bodoh apa lagi yang hendak dunia ini gaungkan.

“Dengar sobat, aku ....” Pria bertopeng tersendat ucapannya.

Nerta tak suka basa-basi, sehingga berani berketus: ”Keintinya bung ... keintinya ....“

Maka sang pria bertopeng cermin itu memamerkan sepintas lencana anggota kemiliteran, departemen penyidik dan penangkap, divisi penyihir, isyarat bila dirinya adalah aparatur negara yang layak dicap sebagai patriotik.

Tetapi bagi Nerta sendiri, lelaki itu tak ubahnya hanya sebatas bagian dari boneka para penguasa.

”Sobat ... kau sudah banyak menolak kerja sama dengan pemerintah kota ... atau dengan kerajaan, semestinya kau mau ...,“ tutur pria bertopeng dengan impresi menyalahkan, tapi berazamnya masih samar.

Ajakan untuk bergabung pada pemerintah, sekte, organisasi atau sebangsanya yang terhimpun warga budiman, sering Nerta dapatkan. Sudah biasa dengan itu dan semuanya ditolak mentah-mentah.

Manisnya imbalan, atau merdunya ajakan para pribadi itu hanya memunculkan penilaian tersendiri baginya; mereka hanya ingin berkuasa dan menjadi yang diakui paling hebat.

Nerta bahkan tak pernah ingin menjadi seorang Dewa. Tak ingin berkuasa. Karena satu impiannya yang telah pudar bersama wafatnya Darko; mempersembahkan perdamaian bagi masyarakat.

Namun, pria bertopeng cermin ini baru pertama kali muncul, dan sayangnya belum membuat Nerta interesan pada presensinya. Terlepas dari wajahnya yang ditutupi, yang mungkin dibalik topeng itu wajah jelek telah terpasang manyun. Pria itu seperti sama idealisnya dengan Nerta.

Lalu tangan kanan pria bertopeng menyodorkan sekotak pil Energi. ”Atau ... kuak rahasia perang dunia ini, lalu sebarkan pada publik dan bangsa lain ... lakukan demi satu tujuan, yaitu ... kebenaran wajib tegak demi sebuah perdamaian ....“

Begitu blak-blakan pria bertopeng cermin membeberkan azamnya. Seolah punya dendam kesumat pada perang dunia, tapi menyuruh orang lain hanya karena tangannya tak mau kotor.

Pertanyaan sempat hendak Nerta ajukan, sebelum akhirnya terjawab pria bertopeng cermin itu, seolah sudah membaca pikiran Nerta sebelumnya.

“Harus Anda yang melakukannya ... saya memiliki sumpah kerja yang bila rahasia tersebut diucapkan, akan seketika meledakan tubuh saya dan menghancurkan tubuh keluarga saya ... jangan takut ... bila Anda terendus, atau tertangkap ... maka para penyihir siap berperang bersama Anda ....”

Terdengar manis kata-kata itu membuai, bagaikan nyanyian ibu untuk bayinya agar mudah lelap. Tetapi, seorang plegmatis seperti Nerta hanya sengap, tak tahu mesti berbuat apa.

Entah harus diiya-iyakan, atau mesti menolak sesantun mungkin. Namun, sang pria bertopeng kembali membaca pikiran Nerta. Lagi?

”Saya memilih Anda bukan tanpa sebab ... bukan sebatas Anda seorang Dewa ... melainkan ... Anda adalah seorang pahlawan sejati. Anda tidak tergiur oleh harta, takhta, wanita, atau pujian ....“ Pria bertopeng bicara begitu persuasif.

'Pahlawan sejati', dua kata itu hampir menjadi alasan Nerta tertawa terpingkal-pingkal. Dirinya begitu merasa semakin sinting mendengar seseorang berani menjustifikasi tanpa mengenal Nerta sebelumnya.

Untung baginya, sedikit akal sehat menahan luapan kegilaannya.

Bukan itu saja, pria aneh bertopeng itu kembali membaca pikiran Nerta.

”Tidak perlu risau perihal bagaimana caranya menguak rahasia, kami telah menyusunnya serapi mungkin ....“ Lantas sang pria bertopeng menaruh sekotak pil di dekat kaki Nerta serta dua lensa kontak mata ditaruh pula di atas kotak tersebut. ”Saya membawa sedikit rahasia ....“

Nerta masih apatis, pandangannya jatuh pada rerumputan jauh di depannya.

Nyatanya Nerta memahami arah tujuan pria bertopeng ini. Pria itu memberikan misi urgensi pada Nerta demi menyelamatkan masyarakat —bukan— demi menyelamatkan bangsa Barat.

______________________________________________________

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

⚠ Episode ini telah direvisi.

Terpopuler

Comments

🍾⃝ʙͩaᷞiͧ ǫᷠiͣɴƓǫɪɴƓ 💞🇵🇸

🍾⃝ʙͩaᷞiͧ ǫᷠiͣɴƓǫɪɴƓ 💞🇵🇸

baru mulai baca..semgat ka

2022-02-13

1

Botha Hantu

Botha Hantu

ikut

2021-05-12

0

ARSY ALFAZZA

ARSY ALFAZZA

mantap

2021-03-17

1

lihat semua
Episodes
1 Perkenalan.
2 Prolog.
3 Episode 1: Representasi Ambiguitas. (Part 1.)
4 Episode 2: Representasi Ambiguitas. (Part 2.)
5 Episode 3: Rekonsiliasi Tiga Sahabat. (Part 1.)
6 Episode 4: Rekonsiliasi Tiga Sahabat. (Part 2.)
7 Episode 5: Kontradiktif Despotisme Dan Teokrasi. (Part 1.)
8 Episode 6: Kontradiktif Despotisme Dan Teokrasi. (Part 2.)
9 Episode 7: Seni Masa Bodoh. (Part 1.)
10 Episode 8: Seni Masa Bodoh. (Part 2.)
11 Episode 9: Sesuai Preskriptif Sistem. (Part 1.)
12 Episode 10: Sesuai Preskriptif Sistem. (Part 2.)
13 Episode 11: Diplomasi Dua Kepala. (Part 1.)
14 Episode 12: Diplomasi Dua Kepala. (Part 2.)
15 Episode 13: Prinsip Bersama Egoisme. (Part 1.)
16 Episode 14: Prinsip Bersama Egoisme. (Part 2.)
17 Episode 15: Konfrontasi Dua Personal. (Part 1.)
18 Episode 16: Konfrontasi Dua Personal. (Part 2.)
19 Episode 17: Senyuman Manis Yang Punah. (Part 1.)
20 Episode 18: Senyuman Manis Yang Punah. (Part 2.)
21 Episode 19: Demi Kekuatan Absolut. (Part 1.)
22 Episode 20: Demi Kekuatan Absolut. (Part 2.)
23 Episode 21: Di Malam Yang Putih. (Part 1.)
24 Episode 22: Di Malam Yang Putih. (Part 2.)
25 Episode 23: Mengorbankan Tenaga Pada Waktu. (Part 1.)
26 Episode 24: Mengorbankan Tenaga Pada Waktu. (Part 2.)
27 Episode 25: Titik Di Mana Kematian Adalah Kemenangan. (Part 1.)
28 Episode 26: Titik Di Mana Kematian Adalah Kemenangan. (Part 2.)
29 Episode 27: Bagai pinang dibelah dua. (Part 1.)
30 Episode 28: Bagai Pinang Dibelah Dua. (Part 2.)
31 Episode 29: Berbagi Rasa Sakit. (Part 1.)
32 Episode 30: Berbagi Rasa Sakit. (Part 2.)
33 Episode 31: Tangisan Masa Lampau. (Part 1.)
34 Episode 32: Tangisan Masa Lampau. (Part 2.)
35 Episode 33: Tugas Kematian. (Part 1.)
36 Episode 34: Tugas Kematian. (Part 2.)
37 Episode 35: Motivasi Akhir. (Part 1.)
38 Episode 36: Motivasi Akhir. (Part 2.)
39 Episode 37: Menyinkronkan Bakat Dan Pikiran. (Part 1.)
40 Episode 38: Menyinkronkan Bakat Dan Pikiran. (Part 2.)
41 Episode 39: Menyinkronkan Bakat Dan Pikiran. (Part 3.)
42 Episode 4O: Melepas Keajaiban Mimpi-Mimpi. (Part 1.)
43 Episode 41: Melepas Keajaiban Mimpi-Mimpi. (Part 2.)
44 Episode 42: Mengharap Keajaiban Lengkapi Waktu. (Part 1.)
45 Episode 43: Mengharap Keajaiban Lengkapi Waktu. (Part 2.)
46 Episode 44: Mengharap Keajaiban Lengkapi Waktu. (Part 3.)
47 Episode 45: Merenungi Langkah Kemarin. (Part 1.)
48 Episode 46: Merenungi Langkah Kemarin. (Part 2.)
49 Episode 47: Resolusi Terintegrasi. (Part 1.)
50 Episode 48: Resolusi Terintegrasi. (Part 2.)
51 Episode 49: Merasionalisasi Tindakan Nyata. (Part 1.)
52 Episode 5O: Merasionalisasi Tindakan Nyata. (Part 2.)
53 Episode 51: Memupus Kualitas Mentalitas. (Part 1.)
54 Episode 52: Memupus Kualitas Mentalitas. (Part 2.)
55 Episode 53: Sepele Untuk Ditertawakan. (Part 1.)
56 Episode 54: Sepele Untuk Ditertawakan. (Part 2.)
57 Episode 55: Histeria Realita Kegagalan. (Part 1.)
58 Episode 56: Histeria Realita Kegagalan. (Part 2.)
59 Episode 57: Hengkang Dari Neraka. (Part 1.)
60 Episode 58: Hengkang Dari Neraka. (Part 2. Tamat Jilid Satu.)
61 Episode 59 (Prolog Jilid Dua): Tidak Seperti Kemarin. (Part 1.)
62 Episode 6O: Tidak Seperti Kemarin. (Part 2.)
63 Episode 61: Provokasi Konflik. (Part 1.)
64 Episode 62: Provokasi Konflik. (Part 2.)
65 Episode 63: Bangkit Dari Mati Suri. (Part 1.)
66 Episode 64: Bangkit Dari Mati Suri. (Part 2.)
67 Episode 65: Sesuai Preskriptif Sistem. (Part 3.)
68 Episode 66: Sesuai Preskriptif Sistem. (Part 4.)
69 Episode 67: Senandung Kematian. (Part 1.)
70 Episode 68: Senandung Kematian. (Part 2.)
71 Episode 69: Senandung Kematian. (Part 3.)
72 Episode 70: Senandung Kematian. (Part 4.)
73 Episode 71: Senandung Kematian. (Part 5.)
74 Episode 72: Senandung Kematian. (Part 6.)
75 Episode 73: Demi Arti Pertemuan. (Part 1.)
76 Episode 74: Demi Arti Pertemuan. (Part 2.)
77 Episode 75: Kasus Subversif. (Part 1.)
78 Episode 76: Kasus Subversif. (Part 2.)
79 Episode 77: Kasus Subversif. (Part 3.)
80 Episode 78: Kasus Subversif. (Part 4.)
81 Episode 79: Kasus Subversif. (Part 5.)
82 Episode 8O: Kasus Subversif. (Part 6)
83 Episode 81: Persembahan Kematian Untuk-Nya. (Part 1.)
84 Episode 82: Hari Tanpa Libur.
85 Episode 83: Persetan Dengan Moral. (Part1.)
86 Episode 84: Persetan Dengan Moral. (Part 2.)
87 Episode 85: Persetan Dengan Moral. (Part 3.)
88 Episode 86: Persetan Dengan Moral. (Part 4.)
89 Episode 87: Persetan Dengan Moral. (Part 5.)
90 Episode 88: Persetan Dengan Moral. (Part 6.)
91 Episode 89: Persetan Dengan Moral. (Part 7.)
92 Episode 9O: Persetan Dengan Moral. (Part 8.)
93 Episode 91: Persetan Dengan Moral. (Part 9.)
94 Episode 92: Persetan Dengan Moral. (Part 1O.)
95 Episode 93: Persetan Dengan Amal.
96 Episode 94: Para Keparat Yang Baik Hati.
97 Episode 95: Jujur Demi Kebohongan Kedua.
98 Episode 96: Demi Satu Keparat Bermahkota.
99 Episode 97: Dari Sang Bedebah, Demi Sang Bedebah.
100 Episode 98: Pengabdian Otoriter. (TAMAT Jilid Dua.)
101 Episode 99: Mengumandangkan Lagu Perang. (Prolog Jilid 3.)
102 Episode 1OO: Keluguan Melukai Teman.
103 Episode 101: Terlampau Bersikukuh.
104 Episode 1O2: Daftar Hitam.
105 Episode 1O3: Kedunguan Yang Cemerlang.
106 Episode 1O4: Demi Akhir Bahagia Sang Keparat.
107 Episode 1O5: Sebening Kehampaan Do'a.
108 Episode 1O6: Penantian Mengikatkan Diri Pada Kesengsaraan.
109 Episode 1O7: Angan-Angan Hati.
110 Episode 1O8: Tujuan Hati Memberatkan Akal Sehat.
111 Episode 1O9: Semoga Terkabul Do'a-Do'a Yang Ada.
112 Episode 11O: Sudahlah ....
113 Episode 111: Pil Pahit Kenyataan.
114 Episode 112: Meregas Kebencian Terdalam.
115 Episode 113: 'Dewa Kesetanan'.
116 Episode 114: Yang Penting Menang.
117 Episode 115: Kebungkaman Mengundang Pertanyaan.
118 Episode 116: Kebenaran Mengeksekusi Nyawa.
119 Episode 117: Momentum Terkendali.
120 Episode 118: Demi Mengendalikan Kenyataan.
121 Episode 119: Kerinduan Dewi Anggrek.
122 Episode 12O: Kembalinya Dewa Setara.
123 Episode 121: 'Semburat Di Tengah Jalan'.
124 Episode 122: Mengawali Akhir.
125 Episode 123: Korban Kenyataan.
126 Episode 124: Selektif Dalam Otoritas.
127 Episode 125: Sumbangsih Kepedulian.
128 Episode 126: Dramatis Dalam Ujian.
129 Episode 127: Sebatas Melindungi Nama.
130 Episode 128: Adanya Anomali Bahaya.
131 Episode 129: Kaget.
132 Episode 130: Mendengar Suara Kenyataan.
133 Episode 131: Menunggu Matahari Mereda.
134 Episode 132: Untuk Harapan Di Hati.
135 Episode 133: Demi Perdamaian Abadi.
136 Episode 134: Mempertaruhkan Moralitas.
137 Episode 135: Mengamankan Sedikit Semangat.
138 Episode 136: Tetes Air Mata Kenyataan.
139 Episode 137: Kenyataan Memacu Harapan.
140 Episode 138: Situasi Parah.
141 Episode 139: Tiga Target Pikiran.
142 Episode 140: Kebencian Ini Tak Akan Berhenti.
143 Episode 141: Dan Do'a Mengobati Luka.
144 Episode 142: Lalu Kerinduan Terlupakan.
145 Episode 143: Melampiaskan Kebencian Terdalam. (TAMAT JILID 3.)
146 Episode 144: Dan Nasionalisme Merupakan Perdebatan. (Prolog Jilid 4.)
147 Episode 145: Kebaikan Terabaikan.
148 Episode 146: Kekasih Yang Menambatkan Luka.
149 Episode 147: Rekonsiliasi Dua Dewa. (Part 1.)
150 Episode 148: Rekonsiliasi Dua Dewa. (Part 2.)
151 Episode 149: Hasrat Tersalurkan.
152 Episode 150: Mendesak Kemauan.
153 Episode 151: Menyambut Hari Yang Cerah.
154 Episode 152: Perang Dunia Adalah Bisnis.
155 Episode 153: Mendiskreditkan Lewat Pikiran.
156 Episode 154: Stabilitas Strategi.
157 Episode 155: Ini Muslihat Untuk Kemenangan.
158 Episode 156: Beban Kebingungan.
159 Episode 157: Rasa Mengutamakan.
160 Episode 158: Patriotisme Merupakan Bisnis.
161 Episode 159: Melawan Ketakutan.
162 Episode 160: Hiburan Basi Politik.
163 Episode 161: Memalukan Dan Menyedihkan.
164 Episode 162: Pengganggu Malu-Malu.
165 Episode 163: Kenyataan Menjawab.
166 Episode 164: Fakta Dan Kenyataan.
167 Episode 165: Kenyataan Dalam Perjuangan.
168 Episode 166: Perangainya Merenggut Hati.
169 Episode 167: Dalam Waktu Samar-Samar.
170 Episode 168: Kemarahan Terlupakan.
171 Episode 169: Kebencian Terkendali.
172 Episode 170: Pertarungan Terakhir.
173 Episode 171: Melampiaskan Kebanggaan Diri.
174 Episode 172: Tuntutan Profesi.
175 Episode 173: Kepatuhan Memburu Bantuan.
176 Episode 174: Firasat Jadi Beban.
177 Episode 175: Insting Sang 'Pendekar'.
178 Episode 176: Pemicu Detak Jantung.
179 Episode 177: Jumpa Pertama.
180 Episode 178: Penting Enggak Penting.
181 Episode 179: Klasifikasi Perspektif.
182 Episode 180: Provokasi Dunia.
183 Episode 181: Kedamaian Merupakan Masalah.
184 Episode 182: Penghancuran Serentak.
185 Episode 183: Eksekusi Massal. (Tamat jilid 4.)
Episodes

Updated 185 Episodes

1
Perkenalan.
2
Prolog.
3
Episode 1: Representasi Ambiguitas. (Part 1.)
4
Episode 2: Representasi Ambiguitas. (Part 2.)
5
Episode 3: Rekonsiliasi Tiga Sahabat. (Part 1.)
6
Episode 4: Rekonsiliasi Tiga Sahabat. (Part 2.)
7
Episode 5: Kontradiktif Despotisme Dan Teokrasi. (Part 1.)
8
Episode 6: Kontradiktif Despotisme Dan Teokrasi. (Part 2.)
9
Episode 7: Seni Masa Bodoh. (Part 1.)
10
Episode 8: Seni Masa Bodoh. (Part 2.)
11
Episode 9: Sesuai Preskriptif Sistem. (Part 1.)
12
Episode 10: Sesuai Preskriptif Sistem. (Part 2.)
13
Episode 11: Diplomasi Dua Kepala. (Part 1.)
14
Episode 12: Diplomasi Dua Kepala. (Part 2.)
15
Episode 13: Prinsip Bersama Egoisme. (Part 1.)
16
Episode 14: Prinsip Bersama Egoisme. (Part 2.)
17
Episode 15: Konfrontasi Dua Personal. (Part 1.)
18
Episode 16: Konfrontasi Dua Personal. (Part 2.)
19
Episode 17: Senyuman Manis Yang Punah. (Part 1.)
20
Episode 18: Senyuman Manis Yang Punah. (Part 2.)
21
Episode 19: Demi Kekuatan Absolut. (Part 1.)
22
Episode 20: Demi Kekuatan Absolut. (Part 2.)
23
Episode 21: Di Malam Yang Putih. (Part 1.)
24
Episode 22: Di Malam Yang Putih. (Part 2.)
25
Episode 23: Mengorbankan Tenaga Pada Waktu. (Part 1.)
26
Episode 24: Mengorbankan Tenaga Pada Waktu. (Part 2.)
27
Episode 25: Titik Di Mana Kematian Adalah Kemenangan. (Part 1.)
28
Episode 26: Titik Di Mana Kematian Adalah Kemenangan. (Part 2.)
29
Episode 27: Bagai pinang dibelah dua. (Part 1.)
30
Episode 28: Bagai Pinang Dibelah Dua. (Part 2.)
31
Episode 29: Berbagi Rasa Sakit. (Part 1.)
32
Episode 30: Berbagi Rasa Sakit. (Part 2.)
33
Episode 31: Tangisan Masa Lampau. (Part 1.)
34
Episode 32: Tangisan Masa Lampau. (Part 2.)
35
Episode 33: Tugas Kematian. (Part 1.)
36
Episode 34: Tugas Kematian. (Part 2.)
37
Episode 35: Motivasi Akhir. (Part 1.)
38
Episode 36: Motivasi Akhir. (Part 2.)
39
Episode 37: Menyinkronkan Bakat Dan Pikiran. (Part 1.)
40
Episode 38: Menyinkronkan Bakat Dan Pikiran. (Part 2.)
41
Episode 39: Menyinkronkan Bakat Dan Pikiran. (Part 3.)
42
Episode 4O: Melepas Keajaiban Mimpi-Mimpi. (Part 1.)
43
Episode 41: Melepas Keajaiban Mimpi-Mimpi. (Part 2.)
44
Episode 42: Mengharap Keajaiban Lengkapi Waktu. (Part 1.)
45
Episode 43: Mengharap Keajaiban Lengkapi Waktu. (Part 2.)
46
Episode 44: Mengharap Keajaiban Lengkapi Waktu. (Part 3.)
47
Episode 45: Merenungi Langkah Kemarin. (Part 1.)
48
Episode 46: Merenungi Langkah Kemarin. (Part 2.)
49
Episode 47: Resolusi Terintegrasi. (Part 1.)
50
Episode 48: Resolusi Terintegrasi. (Part 2.)
51
Episode 49: Merasionalisasi Tindakan Nyata. (Part 1.)
52
Episode 5O: Merasionalisasi Tindakan Nyata. (Part 2.)
53
Episode 51: Memupus Kualitas Mentalitas. (Part 1.)
54
Episode 52: Memupus Kualitas Mentalitas. (Part 2.)
55
Episode 53: Sepele Untuk Ditertawakan. (Part 1.)
56
Episode 54: Sepele Untuk Ditertawakan. (Part 2.)
57
Episode 55: Histeria Realita Kegagalan. (Part 1.)
58
Episode 56: Histeria Realita Kegagalan. (Part 2.)
59
Episode 57: Hengkang Dari Neraka. (Part 1.)
60
Episode 58: Hengkang Dari Neraka. (Part 2. Tamat Jilid Satu.)
61
Episode 59 (Prolog Jilid Dua): Tidak Seperti Kemarin. (Part 1.)
62
Episode 6O: Tidak Seperti Kemarin. (Part 2.)
63
Episode 61: Provokasi Konflik. (Part 1.)
64
Episode 62: Provokasi Konflik. (Part 2.)
65
Episode 63: Bangkit Dari Mati Suri. (Part 1.)
66
Episode 64: Bangkit Dari Mati Suri. (Part 2.)
67
Episode 65: Sesuai Preskriptif Sistem. (Part 3.)
68
Episode 66: Sesuai Preskriptif Sistem. (Part 4.)
69
Episode 67: Senandung Kematian. (Part 1.)
70
Episode 68: Senandung Kematian. (Part 2.)
71
Episode 69: Senandung Kematian. (Part 3.)
72
Episode 70: Senandung Kematian. (Part 4.)
73
Episode 71: Senandung Kematian. (Part 5.)
74
Episode 72: Senandung Kematian. (Part 6.)
75
Episode 73: Demi Arti Pertemuan. (Part 1.)
76
Episode 74: Demi Arti Pertemuan. (Part 2.)
77
Episode 75: Kasus Subversif. (Part 1.)
78
Episode 76: Kasus Subversif. (Part 2.)
79
Episode 77: Kasus Subversif. (Part 3.)
80
Episode 78: Kasus Subversif. (Part 4.)
81
Episode 79: Kasus Subversif. (Part 5.)
82
Episode 8O: Kasus Subversif. (Part 6)
83
Episode 81: Persembahan Kematian Untuk-Nya. (Part 1.)
84
Episode 82: Hari Tanpa Libur.
85
Episode 83: Persetan Dengan Moral. (Part1.)
86
Episode 84: Persetan Dengan Moral. (Part 2.)
87
Episode 85: Persetan Dengan Moral. (Part 3.)
88
Episode 86: Persetan Dengan Moral. (Part 4.)
89
Episode 87: Persetan Dengan Moral. (Part 5.)
90
Episode 88: Persetan Dengan Moral. (Part 6.)
91
Episode 89: Persetan Dengan Moral. (Part 7.)
92
Episode 9O: Persetan Dengan Moral. (Part 8.)
93
Episode 91: Persetan Dengan Moral. (Part 9.)
94
Episode 92: Persetan Dengan Moral. (Part 1O.)
95
Episode 93: Persetan Dengan Amal.
96
Episode 94: Para Keparat Yang Baik Hati.
97
Episode 95: Jujur Demi Kebohongan Kedua.
98
Episode 96: Demi Satu Keparat Bermahkota.
99
Episode 97: Dari Sang Bedebah, Demi Sang Bedebah.
100
Episode 98: Pengabdian Otoriter. (TAMAT Jilid Dua.)
101
Episode 99: Mengumandangkan Lagu Perang. (Prolog Jilid 3.)
102
Episode 1OO: Keluguan Melukai Teman.
103
Episode 101: Terlampau Bersikukuh.
104
Episode 1O2: Daftar Hitam.
105
Episode 1O3: Kedunguan Yang Cemerlang.
106
Episode 1O4: Demi Akhir Bahagia Sang Keparat.
107
Episode 1O5: Sebening Kehampaan Do'a.
108
Episode 1O6: Penantian Mengikatkan Diri Pada Kesengsaraan.
109
Episode 1O7: Angan-Angan Hati.
110
Episode 1O8: Tujuan Hati Memberatkan Akal Sehat.
111
Episode 1O9: Semoga Terkabul Do'a-Do'a Yang Ada.
112
Episode 11O: Sudahlah ....
113
Episode 111: Pil Pahit Kenyataan.
114
Episode 112: Meregas Kebencian Terdalam.
115
Episode 113: 'Dewa Kesetanan'.
116
Episode 114: Yang Penting Menang.
117
Episode 115: Kebungkaman Mengundang Pertanyaan.
118
Episode 116: Kebenaran Mengeksekusi Nyawa.
119
Episode 117: Momentum Terkendali.
120
Episode 118: Demi Mengendalikan Kenyataan.
121
Episode 119: Kerinduan Dewi Anggrek.
122
Episode 12O: Kembalinya Dewa Setara.
123
Episode 121: 'Semburat Di Tengah Jalan'.
124
Episode 122: Mengawali Akhir.
125
Episode 123: Korban Kenyataan.
126
Episode 124: Selektif Dalam Otoritas.
127
Episode 125: Sumbangsih Kepedulian.
128
Episode 126: Dramatis Dalam Ujian.
129
Episode 127: Sebatas Melindungi Nama.
130
Episode 128: Adanya Anomali Bahaya.
131
Episode 129: Kaget.
132
Episode 130: Mendengar Suara Kenyataan.
133
Episode 131: Menunggu Matahari Mereda.
134
Episode 132: Untuk Harapan Di Hati.
135
Episode 133: Demi Perdamaian Abadi.
136
Episode 134: Mempertaruhkan Moralitas.
137
Episode 135: Mengamankan Sedikit Semangat.
138
Episode 136: Tetes Air Mata Kenyataan.
139
Episode 137: Kenyataan Memacu Harapan.
140
Episode 138: Situasi Parah.
141
Episode 139: Tiga Target Pikiran.
142
Episode 140: Kebencian Ini Tak Akan Berhenti.
143
Episode 141: Dan Do'a Mengobati Luka.
144
Episode 142: Lalu Kerinduan Terlupakan.
145
Episode 143: Melampiaskan Kebencian Terdalam. (TAMAT JILID 3.)
146
Episode 144: Dan Nasionalisme Merupakan Perdebatan. (Prolog Jilid 4.)
147
Episode 145: Kebaikan Terabaikan.
148
Episode 146: Kekasih Yang Menambatkan Luka.
149
Episode 147: Rekonsiliasi Dua Dewa. (Part 1.)
150
Episode 148: Rekonsiliasi Dua Dewa. (Part 2.)
151
Episode 149: Hasrat Tersalurkan.
152
Episode 150: Mendesak Kemauan.
153
Episode 151: Menyambut Hari Yang Cerah.
154
Episode 152: Perang Dunia Adalah Bisnis.
155
Episode 153: Mendiskreditkan Lewat Pikiran.
156
Episode 154: Stabilitas Strategi.
157
Episode 155: Ini Muslihat Untuk Kemenangan.
158
Episode 156: Beban Kebingungan.
159
Episode 157: Rasa Mengutamakan.
160
Episode 158: Patriotisme Merupakan Bisnis.
161
Episode 159: Melawan Ketakutan.
162
Episode 160: Hiburan Basi Politik.
163
Episode 161: Memalukan Dan Menyedihkan.
164
Episode 162: Pengganggu Malu-Malu.
165
Episode 163: Kenyataan Menjawab.
166
Episode 164: Fakta Dan Kenyataan.
167
Episode 165: Kenyataan Dalam Perjuangan.
168
Episode 166: Perangainya Merenggut Hati.
169
Episode 167: Dalam Waktu Samar-Samar.
170
Episode 168: Kemarahan Terlupakan.
171
Episode 169: Kebencian Terkendali.
172
Episode 170: Pertarungan Terakhir.
173
Episode 171: Melampiaskan Kebanggaan Diri.
174
Episode 172: Tuntutan Profesi.
175
Episode 173: Kepatuhan Memburu Bantuan.
176
Episode 174: Firasat Jadi Beban.
177
Episode 175: Insting Sang 'Pendekar'.
178
Episode 176: Pemicu Detak Jantung.
179
Episode 177: Jumpa Pertama.
180
Episode 178: Penting Enggak Penting.
181
Episode 179: Klasifikasi Perspektif.
182
Episode 180: Provokasi Dunia.
183
Episode 181: Kedamaian Merupakan Masalah.
184
Episode 182: Penghancuran Serentak.
185
Episode 183: Eksekusi Massal. (Tamat jilid 4.)

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!