16 - Choice (2)

Setelah kejadian malam itu, gue dan Kak Ares semakin menjaga jarak. Adakalanya ketika kami tidak sengaja berpapasan, salah satu diantara kami pasti langsung berbalik. Terasa dingin memang hubungan diantara kami. Gue sendiri tidak berminat untuk memperbaiki hubungan kami. Sebutlah bahwa gue sudah mantap dengan pilihan yang gue ambil.

Sejujuenya, gue sudah berencana buat mengudurkan diri dari pekerjaan ini. Tetapi ketika mengingat kebutuhan hidup gue dan adik gue, membuat gue mengurungkan niat. Terlebih lagi adik gue itu kuliah kedokteran. Biayanya sangat besar. Bahkan terkadang gaji gue gak cukup buat biaya hidup kami. Jadi, jika gue mengundurkan diri, entah sesulit apa nanti kehidupan kami.

Selain itu, juga karena Arka. Gue gak bisa jika harus meninggalkan dia. Bukankah dulu ia sempat sakit karena merindukan gue? Gue gak mau membuat dia sakit lagi. Arka itu udah gue anggap sebagai anak gue sendiri.

Gue bahagia bisa melihat dan menikmati tumbuh kembangnya. Mengantarnya ke sekolah, membantunya mengerjakan PR, mendengar celotehannya tentang teman-teman sekolahnya, dan masih banyak lagi yang begitu gue suka dari Arka. Dia masih terlalu kecil buat terlibat dalam permasalahan orang dewasa. Cukup baginya untuk merasakan perpisahan antara kedua orang tuanya. Jangan lagi gue melibatkan dia kedalam masalah gue dan Kak Ares.

"Bunda..." Panggil Arka.

"Ya sayang?" Jawab gue.

"Bunda sama Papa kenapa?" Anak kecil memang memiliki insting yang sangat bagus. Melihat gue dan Papanya menjauh bisa memunculkan rasa penasaran bagi Arka.

"Enggak kok." Bohong gue.

"Kenapa Papa gak sama Bunda lagi? Bukannya Papa selalu main sama Bunda juga yah?" Yang dimaksud Arma dengan kata main adalah, ketika Kak Ares sering menggoda gue. Kak Ares emang sering godain gue, dulu. Selalu saja ada hal yang dia lakukan buat bikin gue seneng.

Misalnya ketika dia pulang kerja, pasti langsung nyariin gue. "Nita.. gawat." Pekiknya yang tentu saja membuat gue panik. Mana dia sambil lari-lari gituh. Tuh kan jadi engap-engap.

"Kenapa?"

"Kangen..." Astaga. Dihadapan gue ini duda atau anak kecil sih? Tadinya engap-engap, eh sekarang malah senyum-senyum gituh.

"Ye.. udah sana. Aku mau urusin Arka dulu." Ujar gue. Sebenarnya itu alasan gue aja, soalnya kalau dekat-dekat sama Kak Ares hati gue kayak lagi maraton, berdebar terus.

"Aku juga mau diurusin sama kamu dong." Manjanya yaampun. Gue kan jadi pengen ngurusin Papanya Arka juga. Eheheh..

Otak gue seakan menolak melupakan segala hal yang pernah terjadi antara gue dan Kak Arka. Semakin kesini, semakin gue menyadari jika gue pernah salah menafsirkan perasaan gue sendiri.

Saat itu, ketika gue hampir memilih Kak Wira. Ya, gue memang sempat memantapkan hati gue buat milih Kak Wira. Perhatian dan keromantisan yang ia berikan buat gue membuat gue terbuai. Hingga realita menampar gue dengan telak. Mamanya Kak Wira menolak gue. Sampai saat itu gue masih salah mengartikan perasaan gue sendiri.

Sampai akhirnya gue menyadari, perasaan gue gak sepenuhnya buat Kak Wira. Selama ini gue terlalu takut buat menyukai Kak Ares. Ketakutan ini muncul karena gue takut Kak Ares membutuhkan gue hanya karena Arka masih kecil dan juga karena anak itu udah dekat banget sama gue. Hingga akhirnya ketakutan itu membutakan perasaan gue sendiri. Gue udah terlambat buat menyadari semuanya.

Hubungan kami sudah sangat jauh. Kak Ares semakin menjaga jarak dengan gue. Sedangkan gue, gue terlalu malu buat dekat dengan Kak Ares. Gue malu karena gue bodoh. Gue bodoh untuk menyadari perasaan gue sendiri.

...***...

Gue terbangun terlalu pagi, dan gue memutuskan untuk bangun. Entah apa yang akan gue lakukan diluar. Menghirup udara pagi sepertinya bukan ide yang buruk.

Gue memutuskan untuk berjalan sekitaran kompleks perumahan Kak Ares. Udara pagi memang selalu menyegarkan. Gue terus melangkah, hingga gue berhenti di taman kompleks. Mendudukan diri pada salah satu ayunan yang ada ditaman tidak ada salahnya bukan? Gue memejamkan mata sebentar. Meratapi betapa bodohnya gue.

"Kamu ngapain disini?"

Jantung gue hampir copot rasanya ketika mendengar suara itu. Untungnya gue gak sampai jatuh dari ayunan ini. Ternyata itu Kak Ares. Sepertinya dia lagi jogging kemudian melihat gue, dan menghampiri gue.

"Lagi hirup udara pagi ajah Kak." Jawab gue seadanya.

Kak Ares kemudian mendudukan dirinya pada ayunan yang ada disamping gue.

Tak ada pembicaraan diantara kami, yang ada hanya keheningan. Cukup lama memang keheningan itu berlangsung. "Anita?" Hingga akhirnya suara Kak Jinhyuk memecah keheningan itu.

"Ngelepasin kamu ternyata berat juga." Ucapnya. Gue menoleh dan menatap Kak Ares.

"Kak.." Panggil gue seraya mengumpulkan keberanian gue. Kak Ares menoleh. "Kalau aku minta Kakak buat gak ngelepasin aku, gimana?" Tanya gue.

"Maksud kamu gimana?"

"Aku terlalu bodoh buat menyadari perasaan aku sendiri, Kak." Ungkap gue. Tak ada lagi keragu-raguan dalam hati. Gue harus berani mengutarakan apa yang gue rasakan.

"Sama seperti Kakak, aku ngerasa, aku juga udah jatuh cinta sama Kakak." Akhirnya kata-kata itu keluar dari mulut gue. Ada kelegaan tersendiri dalam hati gue.

Kak Ares terlihat sangat terkejut dengan penuturan gue barusan. Ia menatap gue, mencoba mencari kebohongan dalam diri gue. Nyatanya dia gak menemukan itu, karena pada dasarnya, gue gak berbohong.

"Anita... please jangan mainin perasaan aku."

"Kak." Gue berdiri menghampirinya. "Aku gak main-main. Udah cukup buat aku untuk terlambat menyadari perasaan aku sendiri, aku gak mau menyia-nyiakan waktu aku lagi." Ungkap gue.

Kak Ares berdiri. Ia menggenggam tangan gue. "Jadi?"

"Jadi apa Kak?"

"Mau dong kamu jadi bunda beneran buat Ares." Kak Ares terlihat happy banget. "Jadi istri aku."

"Jalanin ajah dulu yah Kak." Ujar gue. Bukannya apa. Ini masih terlalu cepat buat gue. Umur gue masih 23 tahun, jadi gue masih belum berani buat langsung nikah.

"Iya, gak papa. Kamu jadi pacar aku sekarang ajah, aku udah seneng kok."

"Sejak kapan kita pacaran? Perasaan gak ada tuh." Heran gue.

"Ya sejak sekarang lah. Pokoknya kamu jadi pacar aku mulai sekarang." Posesifnya.

"Ok?"

Baru ajah gue mau jawab, eh Kak Ares udah menyela duluan. "Ok lah! Siapa sih yang gak mau sama duda tampan kayak aku?"

"Ih muji diri sendiri." Ledek gue.

Akhirnya. Perasaan gue jadi lega. Gue menyadari sungguh jika sejak awal gue emang udah jatuh hati sama Kak Ares. Hadirnya Kak Wira memang sempat mengalihkan semuanya, tapi gak berlangsung lama. Karena pemilik sesungguhnya dari hati gue adalah seorang Antares Bagaskara.

...-***-...

Terpopuler

Comments

Fitria Sri widowati

Fitria Sri widowati

YES,,, YES,,,

2022-10-24

0

Sarini Sadjam

Sarini Sadjam

langsung tanya donk klo ga yakin klo cuma baby sister yakin cinta..

2022-10-19

0

Meili Mekel

Meili Mekel

💗💗💗💗

2022-10-11

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!