Kecewa. Satu kata yang tepat untuk mendeskripsikan perasaan gue saat ini. Gue kecewa dengan Sarah. Disaat gue banting tulang demi memenuhi semua keperluannya, dia justru selingkuh dibelakang gue. Bukan cuman kecewa, gue juga marah dan sakit hati. Salah gue apa sampai ia tega memperlakukan gue seperti ini?
Sebenarnya gue masih bisa mengontrol emosi gue, tapi jika sudah berkaitan dengan Arka, maka gue lepas kendali. Bisa-bisanya dia berselingkuh hingga menelantarkan anak kandungnya sendiri. Ya, bagi gue itu sudah termasuk dalam pemelantaran anak. Dia mempekerjakan seorang babysitter buat Arka tanpa gue ketahui. Dan setelah ketahuan barulah ia mengakui semuanya.
Pada awal pernikahan kami, semuanya baik-baik saja. Pada tahun-tahun awal kami memulai rumah tangga itu, kami tinggal bersama dengan kedua orang tua gue. Bukan gue gak mampu buat beli rumah sendiri, tapi gue gak mau Sarah kesepian. Jadi kami memutuskan untuk tetap tinggal dirumah orang tua gue.
Pada tahun kedua pernikahan kami, Sarah hamil. Tentunya sebagai seorang calon ayah gue merasa sangat bahagia. Namun, kebahagian itu hanya gue rasakan sendiri, karena Sarah ternyata gak bahagia. Kariernya sebagai model harus redup. Sebelumnya ia memang seorang model.
Sebagai seorang kepala rumah tangga sekaligus sebagai seorang ayah gue mencoba memberi pengertian bagi Sarah. Namun ia tetap menolak. Ia sempat berniat menggugurkan kandungannya, tapi gue dan keluarga kami melarangnya. Gue marah saat itu. Wajar bukan jika gue marah? Ternyata amarah gue yang hanya sesaat itu berakibat fatal hingga pada akhirnya berujung bercerai.
Saat Arka lahir, Sarah ngotot buat pindah kerumah kami sendiri. Dia beralasan ingin mandiri. Dan karena alasannya itulah, gue menyetujui untuk pindah ke rumah kami sendiri. Awalnya semuanya biasa saja. Akan tetapi belakangan ini gue baru mengetahui bahwa alasan sebenarnya ia ingin pindah adalah agar ia punya waktu untuk berselingkuh dibelakang gue.
Pria itu adalah seorang photographer terkenal. Saat gue marah dengan keinginan Hyewon buat menggugurkan kandungannya, disaat itulah pria bajingan itu datang. Ia menarik hati Sarah hingga Sarah pun tertarik dengannya. Perselingkuhan mereka pun bermulai dari situ.
Kalau saja hari itu gue gak sengaja bertemu dengan Arka dan babysitternya di mall, maka gue pun gak akan mengetahui perselingkuhan itu. Hah, dunia kadang terlalu konyol buat gue. Istri yang begitu gue cintai tega-teganya bermain api dibelakang gue!
Hingga akhirnya kami memutuskan untuk bercerai. Hak asuh Arka jatuh ketangan gue. Gue gak mau mempersoalkan harta gono gini. Kalau Sarah mau mengambilnya, maka akan gue biarkan. Gue gak mau berurusan terlalu lama dengannya.
Gue pikir berpisah dengan Sarah akan membuat hidup gue jauh lebih bahagia. Ternyata pemikiran itu tak sepenuhnya benar. Gue masih bisa merasakan sakit yang sudah Sarah berikan. Luka itu masih begitu menganga buat gue. Butuh waktu buat gue untuk menyembuhkan luka ini.
"Setiap orang punya jalan hidupnya masing-masing. Kakak boleh menyesal saat ini, tapi pastikan suatu saat kakak harus bahagia. Luka yang digoreskan Sarah harus kakak sembuhkan, kakak gak boleh berlarut-larut dalam kesakitan itu. You must healing yourself first, and than, you must be happy." Kata-kata Nita, babysitternya Arka, terus terngiang dalam benak gue.
Benar katanya, gue boleh menyesal, gue juga boleh kecewa, tapi setelah itu gue harus bahagia. Hal pertama yang harus gue lakukan adalah menyembuhkan luka yang goreskan oleh Sarah.
...***...
Anita. Gadis itu sangat berbanding terbalik dengan Sarah. Ia merawat Arka seperti anak kandungnya sendiri. Saking dekatnya Arka dengan Nita, ia sampai memanggil Nita Bunda. Gue sempat agak keberatan pada awalnya, namun karena sudah terbiasa, dan Nita pun gak keberatan sama sekali, maka gue pun tak mempermasalahkan hal itu.
"Nita itu pintar yah ngurus Arka, berbeda jauh dengan ibu kandungnya sendiri." Puji Mami saat melihat Nita yang dengan cekatan mengurus Arka. Gue membenarkan ungkapan Mami, karena memang begitu kenyataannya.
"Kalo mau nikah lagi, cari istri yang seperti Nita yah." Ujar Papi. "Tapi yang cintanya sama kamu juga." Tambahnya lagi.
"Daripada capek-capek cari, mending sama Nita ajah sekalian." Canda Mami yang malah disambut sama Papi. "Kalo sama Nita, Papi juga setuju."
"Apaan sih?" Tanya gue. "Gak mungkinlah sama Nita." Sanggah gue.
"Kenapa?" Tanya Mami penasaran.
"Ya enggak mungkin ajah." Jawab gue sekenanya.
"Baik loh dia orangnya. Cantik juga. Ngurusin anaknya ajah bisa, apalagi urusin Papanya." Seru Mami yang diangguki sama Papi. Orang tua gue emang suka gituh. Anaknya emang sering digodain dari dulu. Mereka itu tergolong orang tua yang gaul abis.
"Arka nyaman banget sama Nita. Gimanapun suatu hari nanti Nita pasti akan berhenti kerja. Setelah itu Arka gimana yah?" Tanya Papi dengan raut wajah serius. Ada nada khawatir dalam perkataannya. Gue pun memikirkan itu. Arka udah lengket banget sama Nita, jika suatu saat Nita berhenti kerja, lantas bagaimana dengan Arka yah?
...***...
Hari itu gue dan Arka berencana buat menjemput Nita dirumahnya. Dari kejauhan gue bisa melihat di pekarangan rumahnya terparkir mobil yang amat sangat gue kenali. Itu mobilnya Wira. Sejak kapan mereka dekat?
"Sejak semalam." Jawab Wira. "Gue ijin dekatin Bundanya Arka yah." Lanjutnya lagi. Entah mengapa gue gak suka.
Dimulai sejak saat itu Wira pun mulai mendekati Nita. Gue semakin menyadai bahwa gue gak suka dnegan kedekatan mereka. Tapi gue bukan siapa-siapa buat Nita. Gue gak ada hak buat ngelarang dia dekat dengan siapapun. Karena gue bingung dengan perasaan gue sendiri, gue memilih buat menjaga jarak dengan Nita.
Akan tetapi, semesta seolah-olah senang mempermainkan gue. Disaat gue ingin menjaga jarak dengannya, Arka justru merengek buat tidur bareng gue dan Nita. Akhirnya dengan terpaksa, kami bertiga pun tidur seranjang dengan posisi Arka berada ditengah. Jantung gue gak bisa diam sepanjang malam itu. Gue gak bisa tidur. Sedangkan dia, dia justru terlelap dengan sangat nyeyak.
Gue menelusuri wajah Nita. Dia cantik. Pipinya kadang memerah disaat ia tersipu malu. Gue suka dengan struktur wajahnya. Gue juga suka dengan sikapnya. Cara dia dekat dengan Arka, cara dia ngerawat Arka, semua hal. Gue suka semua hal yang ada padanya.
Namun sayangnya, saat itu gue masih belum yakin dengan perasaan gue sendiri. Saat itu juga gue masih memikirkan perkataan Wira yang berniat buat dekatin Nita.
"Kalo kamu mau, ya udah gak papa." Ujar gue saat bertanya mengenai tanggapannya dengan niatan Wira. "Tapi kalo kamu gak mau juga gak papa kok". Lanjut gue lagi.
"Saya gak tau Kak. Saya sendiri bingung." Jawabnya.
"Jadi Bundanya Arka ajah yah." Ujar gue spontan.
"Hah?" Kagetnya.
"Tetep jadi Bundanya Arka yah." Gue sadar itu adalah kalimat yang ambigu, sama seperti perasaan gue, gue belum tahu jelas artinya.
"Maksudnya kak?" Tanyanya kebingungan. Setelah itu gue pun menjelaskan semuanya buat dia.
...***...
Semakin hari perasaan gue kepada Nita semakin jelas, sekeras apapun gue mencoba untuk menggubrisnya. Hingga akhirnya gue gak kuat jika perasaan itu hanya gue pendam sendiri. Dengan memikirkan segala konsekuensinya, gue bertekad untuk mengutarakan perasaan gue ini. Luka yang ditorehkan Sarah udah sembuh. Gue berhasil menyembuhkan luka itu dengan Nita ebagai obatnya.
Akhirnya gue berhasil mengutarakan perasaan gue. Dia masih gak percaya. Dia juga terlihat kebingungan. Tapi gue berdoa, semoga ini awal yang bagus. Hanya tinggal memberi tahu hal ini pada Wira.
Seperti yang udah gue duga sebelumnya. Gue dan Wira pada akhirnya terlibat pertengkaran. Gue tahu, baik gue maupun Wira bukan tipe laki-laki yang mudah mengalah apalagi menyerah. Keputusan ada ditangan Nita, kami berdua hanya memperjuangan yang terbaik.
...-***-...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 29 Episodes
Comments
Fitria Sri widowati
hhmm.... senengnya jadi Anita😁😁
2022-10-24
0
Sarini Sadjam
pasti pusing 2.2 nya baik
2022-10-19
0
Meili Mekel
bundax arka pusing
2022-10-11
0