Mengapa dia menuruti perkataanku?
Mengapa dia seperti…
Mutan yang baru saja diprogram ulang?
Aku cepat-cepat mengaktifkan earzoom-ku.
"Rylan, jika sudah berhadapan sama musuhmu, kamu harus temukan robot berbentuk nyamuk darinya, dan jangan biarkan musuhmu menyakitimu dengan robotnya itu."
Nyamuk atau belalang.. lalat.. capung.. ya apalah itu.
"Ya, aku memang sudah menemukannya, tetapi aku belum tahu untuk apa ini."
"Coba saja kepada lawanmu."
"Oke, nanti akan kucoba."
Sementara itu, aku masih berurusan dengan orang aneh ini.
Aku menyalakan pulpen perekam suaraku.
"Hei! Jawab pertanyaanku, oke!?" Tanyaku yang terdengar sedikit memaksa.
"Baik, Ruby." jawabnya masih dengan tatapan mata yang kosong.
"Dimana tuanmu?"
"Di hadapanku, Ruby."
Tolong jangan biarkan aku bunuh diri setelah ini.
"Maksudku, orang yang menugaskanmu disini."
Dia tidak menjawab.
Oh iya!!
Jika mutan buatan (yang tadinya bukan manusia biasa) di program ulang, itu berarti ingatannya juga akan ter-reset ulang.
Yahh…
"Ruby ingin menemuinya?" ujarnya tiba-tiba.
Ah!! Syukurlah dia masih belum ter-reset ulang sepenuhnya!
"Iya, aku ingin!"
"Saya tidak tahu pasti, yang jelas dia akan menemuimu nanti, jadi berwaspadalah, Ruby."
Wahh wahh wah!!
Si pencuri chip itu akhirnya mau bertemu langsung dengan salah satu dari kita.
"Apa teman-temanmu yang ditugaskan disini itu masih banyak?" Tanyaku.
Dia tidak menjawab lagi. Sepertinya setiap dia sedang diam, dia sedang berpikir..
"Kurang lebih masih ada 3 lagi, Ruby. Tapi sebaiknya, jangan membuang energi Ruby dengan teman-teman saya, lebih baik persiapkan untuk nanti."
Kurasa dia lebih berguna dari yang kubayangkan.
Namaku di setiap kalimatnya pun seolah menggantikan kata 'Tuan' di sana.
Baiklah, kurasa ini sudah cukup. Aku mematikan pulpen perekam suaraku dan kembali menyimpannya di saku jasku.
"Kau suka melihat pemandangan?"
"Saya suka, Ruby."
"Kalau begitu, naiklah ke atap sekolah dan jatuhkanlah dirimu dari atas sana, akan banyak pemandangan yang bagus saat kau terjatuh."
"Baiklah, Ruby."
Bukan hanya memorinya yang kosong, tapi otaknya juga kosong ternyata.
Tapi jangan khawatir, mutan yang dibuat atau bukan dari manusia biasa, jika mati akan lenyap begitu saja dari muka bumi ini, jadi tidak akan ada mayat yang berceceran darah atau semacamnya.
Aku keluar dari toilet, Sheren pun juga begitu, tetapi kita pergi di arah yang berbeda. Aku akan menemui Rylan, dan... tentu saja... dia akan ke atap sekolah.
"Jangan sia-siakan energimu lagi, kita bertemu di lapangan yang berada di ujung arah timur sekarang."
"Ada apa?"
"Akan ku ceritakan nanti."
Entah mengapa perasaanku berkata bahwa sebentar lagi akan terjadi hal yang paling aku tunggu-tunggu selama hidupku di lapangan itu.
Lapangan yang jarang dipakai dan sepi itu.
○○○
Aku baru sampai dan sudah melihat Rylan sedang duduk di bangku pada sudut lapangan dengan tenang.
Jangan tanya kenapa.
"Hei."
Dia berdiri dan langsung menghampiriku dengan lari cepatnya.
"Kenapa? Kamu terluka?" Tanyanya seraya memperhatikan seluruh tubuhku dari atas sampai bawah dengan cermat.
"Aku gak apa-apa, kok.” Aku tersenyum meyakinkan. “But, listen, aku baru dapat informasi kalau si penjahat itu akan-"
Ah…
Pas sekali waktunya!
Aku menyeringai menatap si penjahat itu yang baru muncul di depanku.
Sementara Rylan mengerutkan alisnya bingung, dan sedikit… kaget.
"Haii.. senang berjumpa dengan kalian!" ujarnya dengan jubah yang bertudung, membuat wajahnya hanya terlihat setengah, sehingga saat ia mengatakan itu tadi jadi terlihat aneh.. image nya yang serba gelap itu terhancurkan dengan ucapannya tadi.
"Kau!?" Aku berpura-pura kaget (agar ekspresiku berkompakkan dengan Rylan yang tidak tahu apa-apa).
Rylan yang sudah berubah menjadi tenang itu menoleh kearahku.
"Ini yang kamu maksud?"
Raut wajahku yang berpura-pura kaget ini kuubah menjadi seringaian kecil karena mengetahui bahwa Rylan sudah tenang juga.
"That's it!"
Lalu kita berdua kembali menoleh ke depan, melihat si penjahat itu di depan kami.
"Lalu kau ingin apa? Memancing sebuah perkelahian?" Tanya Rylan sambil menahan tawanya.
"Kurasa kita harus menyerangnya duluan." ujarku kepada Rylan.
Ia tertawa renyah. "Seranglah aku kalau berani, orang lemah!"
"Excuse me!?"
Dari awal saja sudah meremehkan begini… ck ck ck.
"Aarghh!!" Erangan Rylan mengalihkan perhatianku.
Aku melihat sesuatu di sekitar telinganya...
KADAR SUPERSONIK!!
Aku segera membuat pelindung di tubuhnya dengan supersonikku, karena jika supersonik dari arah lain menyatu dengan supersonikku, supersonik si penjahat itu yang akan memantul.
"Kau tak apa!?"
"Aku baik-baik saja." katanya singkat menahan sakit yang masih terasa.
Setidaknya jika dia terserang lagi, aku yang akan merasakannya, karena pelindung dari ultrasonik di tubuhnya sudah aktif.
"Rub-"
Eh?
Mengapa dia memelukku?
"Hati hati." ucapnya dengan nada tegas.
Apanya yang hati-hati?
Saat aku melepas pelukannya, sekitarku bukan di tengah lapangan lagi seperti tadi, melainkan sudut lapangan.
Ia menatapku serius, membuatku terkunci sepersekian detik dengan manik hazel-nya. "Tadi dia ingin menyerangmu."
Ah, fokus!
"Terimakasih." Ujarku lalu kembali menoleh kearah penjahat itu, dia sedang bersiap menyerangku dan Rylan dengan supersoniknya lagi.
Baiklah. Aku tak mengerti mengapa ia bisa mempunyai kekuatan yang sama denganku, tapi mari kita adu! Aku tidak takut!
"Jangan, biar aku saja." ucap Rylan seolah membaca pikiranku.
'Biar aku saja' bagaimana!? Lagipula jika dia yang terkena serangannya juga aku yang merasakan sakit.. jadi lebih baik aku melawannya sendiri dengan jaminan menjaga Rylan dan diriku sendiri.
Aku memutar mataku, "Kau menjauhlah." ucapku kepada Rylan yang dibalas elakkan.
Sebelum dia mengelak aku sudah lebih dulu mendorongnya hingga menjauh dariku, sekitar.. satu meter.
Lalu si penjahat itu mengeluarkan supersoniknya kepadaku, aku menutup telingaku serapat mungkin, setelah kadarnya sudah memudar, aku membalasnya dengan supersonikku.
Dan jadilah adu kekuatan.
Saat tudungnya terkibas angin, wajah si penjahat itu sedikit terlihat di bagian matanya.
Hei!
Mengapa sekilas wajahnya familiar ya?
Ah... entahlah, intinya dia perempuan.
Tanpa kusadari, aku terdorong mudur karena adu kekuatan ini.
Kurasa aku harus sedikit lebih kuat melawannya.
Aku menambah kadar supersonikku, lalu kukeluarkan dari tanganku, sehingga dia tidak kuat lagi dan terjatuh.
□□□
Di arah barat.
[Valerie’s POV]
"Kita akan berpencar kan?" Tanyaku setelah sampai di kerumunan orang-orang di arah barat ini.
"Iya, tapi kuubah sedikit rencananya, kamu mulai dari sini, aku mulai dari ujung sana."
Aku mengikuti arah telunjuknya.
Baiklah, berarti aku di ujung sini dan dia di ujung sana. Ide yang bagus!
Ya, Zav. Dengan seragam sekolah dilengkapi headset putih yang cocok dengan image-nya, membuatnya lebih terlihat keren. “Be careful, darl.”
Aku tersenyum lalu menganggung mantap.
Kami pun langsung berjalan berlawanan arah.
Aku masih memperhatikan Zav, menunggu saat-saat yang kunantikan. Yaitu melihat dia berteleportasi.
Dia berjalan ke arah pohon yang cukup besar di tepi jalan gedung ini, lalu dia menoleh ke kanan dan ke kiri seperti ingin menyeberang, arah matanya menangkap kehadiranku yang sedang memperhatikannya, saat melihatku, dia tersenyum hangat, ia melambai-lambaikan tangannya, lalu… menghilang.
Aku tersenyum, walau kadang menyebalkan, tapi dia tetap tak pernah berubah.. dari dulu sampai sekarang.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 81 Episodes
Comments