"Kita lihat saja nanti, ayo bergegas!" ujar Rylan dan langsung pergi bersama Ruby dari arah timur gedung IHS yang sangat-sangat luas.
Rylan berjalan berdampingan dengan Ruby, lalu menggenggam tangannya dengan manis.
Kenapa ada rasa sesak disini?
[Author’s POV]
Di arah utara, sudah terdapat Claire dan Jack, di arah selatan, sudah terdapat Kimberly sendirian dalam misinya, sementara di arah barat, terdapat Zav dan Val, dan di arah timur, terdapat Rylan dan Ruby. Mereka semua berpencar dengan partner masing-masing (kecuali Kimberly) jadi mereka tidak berdekatan dengan partner mereka, walaupun tetap di daerah yang sama.
□□□
Di arah utara.
Jack sudah mengaktifkan teknologi di matanya.
Mata kanannya. Sekarang dia bisa membidik orang-orang yang dicurigainya. Matanya bisa mendeteksi itu dengan mudah. Tetapi, tak lupa ia memakai kacamata hitam untuk menutupi kedua matanya yang berbeda warna.
Ia menghitung total orang yang dia curigai sebagai target di sekitarnya.
"Total targetnya 9." bisik Jack pada earzoom yang disamarkan menjadi headset hitam yang ia biarkan bertengger di lehernya.
"Darimana kau tahu tentang itu?" Suara Claire terdengar di earzoom-nya.
"Di sekitarmu terdapat 4 target." ujar Jack tidak menghiraukan pertanyaan Claire.
"Ya ya." ujar Claire dengan nada malas karena pertanyaannya tidak dihiraukan sama sekali.
Kemudian, Jack memulai aksinya dari target yang berada di tempat sepi.
Dia berjalan dengan santai ke arah seorang laki-laki yang sedang berdiri di dekat salah satu bazaar yang masih tutup.
“Hei." ujar Jack dingin.
Laki-laki itu menoleh. Tidak ada kegelisahan atau keterkejutan di matanya.
"Anak baru?" Tanya Jack dengan nada yang sama dinginnya.
"Gak. Siapa kau?" Laki-laki itu mengerutkan alisnya.
"Oh begitu.." Jack menoleh ke kanan, dan ke kiri, setelah di lihatnya tak ada orang, tanpa basa-basi, ia langsung menghajar laki-laki itu dengan tangan kosong.
Kemudian, laki-laki itu langsung mengeluarkan sebuah belati dari kantong celananya dan mengarahkannya ke arah Jack.
Jack menyeringai, ia membiarkan lelaki itu menunjukkan kemampuannya terlebih dulu. Tapi nihil, sudah berkali kali lelaki itu berusaha melukai Jack, tapi bahkan ia tidak dapat mengenai ujung baju Jack sekalipun.
“Sudah?” Jack menatap lelaki itu datar. Berbeda dengan lelaki itu yang sudah terengah-engah tak karuan.
“Baiklah.” Giliran Jack sekarang. Dengan mudah, ia menghajar lelaki itu dengan tangan kosong, membuat laki-laki itu terjatuh pingsan dengan babak belur di wajahnya.
Lalu Jack merogoh kantong laki-laki itu dan mendapati ada sebuah robot yang berbentuk seperti capung.
'Robot serangga ini belum dinyalakan.' ujar Jack dalam hati.
Setelah itu, dia menyimpan robot berbentuk capung itu di dalam kantung celananya dan kembali berjalan santai seolah tak terjadi apa-apa. Lalu Jack memilih untuk melakukan scanning di tempat yang agak ramai.
Dia menyalakan robot capung itu dari dalam kantung celananya.
Sampai pada target targetnya yang kedua, dia berpikir untuk langsung saja menghabisinya dan tidak usah mengulur waktu.
Tapi saat Jack ingin menancapkan robot itu ke tangan target kedua, ia sudah duluan mengarahkan belatinya dengan cepat kearah Jack.
Tanpa terkejut sedikitpun, Jack menghindar secepat kilat lalu menyeringai, seolah mengetahui bahwa ada lawan yang lebih pintar sedikit.
Jack memelintir tangan lelaki yang sedang memegang belati itu, dan saat itu juga, Jack menendang bagian perut lelaki itu dan menghajarnya bertubi-tubi dengan enteng, lalu ia mengambil belati dari tangan lelaki itu yang sudah lemas.
Sesaat kemudian, target keduanya itu pingsan dengan keadaan yang lebih parah dari lelaki yang pertama tadi. Kemudian Jack melempar belati itu ke semak-semak di dekatnya.
Ia mengaktifkan earzoom kanannya, "Ambillah robot berbentuk capung dari targetmu."
[Claire’s POV]
Aku sedang berjalan di tengah keramaian, tiba-tiba, ada suara di anting kananku yang sudah kupakai lagi.
"Total targetnya 9."
Aku mengaktifkan earzoom-ku, "Darimana kau tahu tentang itu?" Tanyaku.
Di depan mataku terlihat seorang perempuan yang sedang berbincang dengan Diana. Entah mengapa, feelingku mengatakan bahwa aku harus mencoba berjalan kearahnya.
"Di sekitarmu terdapat sekitar 4 target."
Ish, dia tidak menjawab pertanyaanku. Lihat saja jika dia bertanya nanti, aku tidak akan menjawabnya.
"Ya ya." jawabku malas seraya berjalan menghampiri perempuan yang sedang berbincang dengan Diana itu.
Aku menonaktifkan earzoom-ku.
"Hai, Diana." sapaku kepada Diana dan melirik sekilas perempuan yang tidak kuketahui namanya itu.
"Oh? Haii Claire." balasnya sedikit terkejut dengan keberadaanku yang muncul tiba-tiba ini.
"Penyambutannya sudah, ya?" Tanyaku.
"Iya sudah dari tadi, kamu terlambat sih, Claire…" ujar Diana.
"Yahh... Oh iya, salam kenal ya, namaku Claire Harlyn, bisa dipanggil Claire." ucapku kepada perempuan itu.
"Salam kenal juga, Chloe Everly, dipanggil Chloe." Ujarnya dengan nada ramah, tapi tak berekspresi.
Chloe? Kok sama dengan nama Professor Chloe?
"Kamu di kelas apa?" Tanyaku.
"11 IPA 1, Claire."
Aku ingin terbahak rasanya.
Aku menyeringai. Mau tahu kenapa?
"Oh oke, boleh temani aku ke toilet?"
Karena di kelasku tak ada murid yang bernama Chloe Everly.
Sesampainya di toilet, aku sudah bisa lega sekarang, karena aku bisa melakukan apapun, karena disini sepi… benar-benar tidak ada orang.
"Chloe, ini yang pertama kalinya kita berkenalan, kan? Dan kamu sudah mau menemani aku ke toilet, terimakasih ya."
Ia menatapku datar, "Ya, sama-sama." Ujarnya kaku.
Aku memeluknya sebagai tanda terimakasih.
Maksudku,
Terimakasih telah menjadi orang bodoh.
Aku mengambil belati yang dia simpan di kantung jasnya (dimana lagi terdapat kantung?), lalu kudekatkan belati itu ke lehernya.
"Atas perintah siapa kau disini?" Tanyaku dengan tegas.
Chloe yang terlihat masih terkejut itu, menutup mulutnya rapat-rapat.
"Hei, tak usah takut padaku, aku ini teman barumu kan?" Ucapku disertai seringaian.
"Tak akan kuberitahu." jawabnya. Dibalik kata-katanya yang kekeuh itu, aku dapat melihat sedikit rasa takut di matanya.
Aku melirik tempat sampah di sebelah kiriku, lalu aku melempar belatinya ke tempat sampah itu.
"Cepat jawab sekarang!!" Bentakku seraya mendorongnya hingga punggungnya bertubrukan dengan tembok, lalu ia jatuh.
Ups, terlalu kencang. Maaf!
"Jangan buat aku marah." ucapku dengan nada tegas.
"Kalau begitu akan kubuat kau marah." Ujarnya dengan nada menantang, dia mengeluarkan sebuah pisau dari kaus kakinya.
APA?!
Ditaruh di kaus kaki?!
Lebih baik aku ditembak di kepala daripada ditusuk pisau yang disimpannya di kaus kaki...
Dengan cepat ia menusuk perutku dengan pisaunya.
"Aarghh.." erangku kesakitan.
Sangat sakitt!
Aku akan mati…
Tidak. Aku bercanda. Hahaha.
Tadinya dia memang ingin menusukku, tapi aku bisa secepat cheetah, ingat?
Jadi aku bisa menghindarinya dengan mudah.
Karena dia perempuan, aku tidak tega untuk menyakitinya… aduh, tapi kalau tidak kubuat pingsan, dia yang akan membuatku pingsan. Kill or being killed. Itu adalah kata pelatihku di AOM.
Maka dari itu, aku meninju wajahnya sampai cairan merah keluar dari mulutnya. Setidaknya tidak kutusuk dengan belati, kan?
Saat ia sedang lengah seperti sekarang, aku mengambil pisau di tangannya dan kulempar lagi ke tempat sampah di depan salah satu bilik.
Aku menyeringai, "Silahkan diambil pisau dan belatinya, nyonya."
Dia masih meringis kesakitan. Astaga, bom itu tidak becus memilih penjaganya, ya? Hanya ditinju wajahnya saja langsung lemah begini.
"Sekali lagi, jawablah."
Ia tetap tak menjawabku. Huh! keras kepala!
Aku meninju lagi wajahnya di sisi sebelah kiri. Tapi tak sekeras yang tadi, aku tahu dia sudah kesakitan.
Tadi kan di sebelah kanan yang memar, sekarang di sebelah kiri agar orang melihatnya seperti habis memakai blush on warna biru saja… benar, kan?
Ia terpental lalu jatuh ke lantai, ia memegangi pipinya. Aduh.. jangan dipegang dulu.. nanti sakit.
"Dia... disekitar sini." ujarnya lalu pingsan.
Ya!! Pingsan!
Ck ck ck..
"Ambillah robot berbentuk capung dari lawanmu." ujar Jack dari earzoom-ku.
Tak lain dan tak bukan, pasti ada di kantung jasnya.
Aku merogoh kantung jasnya..
Kok.. tak ada apa-apa, ya?
OH NO!
JANGAN BILANG…
Tidak, tidak, tidak. Kalau ia menyimpannya di dalam kaus kaki, aku tak mau mengambilnya.
Aku melihat Chloe yang sudah tergeletak pingsan. Lalu arah pandangku mengarah ke kaus kakinya. TIDAK MAUU!
T-tapi…
Ini kan misiku…
Aku menghela napas, mau nangis rasanya.
Baiklah..
Aku merogoh kaus kakinya dengan satu tangan, tanganku yang kanan kubuat menutup hidungku.
Ah, dapat!
Parah, dia benar-benar menyimpannya di dalam kaus kaki…
Aku langsung mengeluarkan tanganku dari kaus kakinya.
Oh, ternyata seperti ini bentuknya yaa..
Bentuknya benar-benar capung…
Hei! Harusnya tadi kita namai ‘capung’ saja, jangan ‘target’.
Oh iya... katanya, si bom itu ada disekitar sini, ya? Wahh ini sih pasti seru.
Kemudian aku mencuci tanganku (tentu saja!) di wastafel, lalu berjalan keluar dari toilet seraya menyimpan robot capung itu di kantung rokku.
(Aku sudah lupa dimana kuletakkan tasku tadi, tapi tak ada barang penting selain ponsel).
Aku mengaktifkan earzoom-ku, "Apa fungsinya ini?" Tanyaku seraya berjalan kembali di keramaian.
Kata Jack ada sekitar 4 target di daerahku.
Berarti sekarang tinggal 3.
Baiklah aku akan mencoba berjalan di tengah orang banyak saja, dan jika memang takdir, target itu akan datang sendirinya padaku, kan?
Haha, takdir..
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 81 Episodes
Comments