Selasa, 9 Januari 2051
Pagi ini, setelah bersiap-siap ke sekolah, aku dan Val sengaja meminta Nancy untuk pergi ke sekolah duluan, karena kita akan bertemu dengan agen lainnya untuk membuat rencana.
Aku dan Val serta yang lainnya sudah berada di taman belakang asrama sekarang.
"Pagi kalian semua!" Val menyapa karena kami baru datang.
"Pagii!" ucapku juga.
"Morning, gurls!" ujar Ruby dan Kimberly. Mereka berdua sedang bersandar di bangku taman, dengan kaki menyilang santai.
"Pagii." sahut Rylan. Ia sedang mengutak-atik jam tangan-- maksudku, earzoom miliknya.
Hm, aku sudah tak heran lagi mengapa dua orang lainnya tidak menjawab, bahkan sekarang aku curiga, mungkin mereka berdua bisu(?). Ya, karena Jack pernah berbicara, jadi aku asumsikan bahwa dia hanya setengah bisu.
Kimberly berdiri, lalu berjalan ke tengah-tengah kita, "Uhm, aku mau memberi tahu kalian sesuatu." ujar Kimberly serius.
Sekarang aku mengerti kepribadian Kimberly, dia orang yang profesional, ia bisa membedakan waktu untuk bercanda dan waktunya serius, seperti sekarang.
"Apa itu, Kim?" Tanyaku penasaran, dan kurasa yang lain juga penasaran.
"Jadi begini, tadi malam aku diberi sedikit informasi tambahan tentang pencuri chip itu oleh Kak Brian."
Apa?! Benarkah?!
Padahal ia tak bisa kuhubungi. Tapi kok Kim dapat berkomunikasi dengannya? Wah, parahnya...
Rylan berhenti berkutik dengan earzoom-nya, ia menoleh ke arah Kim. "Informasi apa?"
"Dia hanya bilang, kita harus lebih teliti saat bertemu dengan orang, kalau bisa.. ingat dimana orang itu terakhir berada, karena dia bisa berubah menjadi siapapun."
Lah, Kak Brian sudah memberitahuku tentang itu. Memangnya selama ini mereka tidak tahu? Mengapa Kak Brian baru memberitahu informasi dasar itu pada mereka sekarang?
Apa aku dispesialkan? Wahh, hahahaha. Bercanda.
"Itu berarti kita harus memperketat komunikasi." Ruby bersuara, ia masih duduk menyilang di bangku taman.
"Ya, kita harus!" ujar Rylan.
Aku hanya mengangguk setuju.
Ini akan sangat sulit. Murid sekolah ini kan banyak sekali, bagaimana bisa diingat satu-persatu mereka ada dimana...
"Oke, hari ini kita akan mulai kerjasama dengan teliti."
"Setelah ini, dimana pun kita berada, usahakan selalu berkomunikasi, tapi ingat, jangan sampai mencurigakan." Val menimpali.
"Baiklah." ucapku setuju, diikuti anggukan yang lain.
"Sepertinya sudah paham semua, waktu kita tak banyak untuk berkumpul di sini terus." Zav yang sedari tadi hanya jadi angin, akhirnya bersuara, "Ayo!"
Kami pun pergi dari sini, tentu saja satu-persatu agar tidak mencurigakan.
Sekarang semuanya sudah berjalan pergi, sebelum aku pergi, aku menekan antingku. Kurasa ini cukup bagus dan tidak mencurigakan karena bentuknya benar-benar seperti anting.
Bagian intinya berbentuk lingkaran di tengah, dan itu adalah earzoomnya, dan yang tadi kutekan adalah bagian itu, sekarang sudah aktif.
Baiklah, kita mulai.
Aku berjalan santai menuju ke kelas-- ralat... maksudku, mencoba untuk terlihat santai.
Sampailah aku di depan ruang ter-berisik yang pernah ada, '11 IPA 1'. Bahkan dari luar sudah terdengar ramainya.
Saat aku membuka pintu kelas, langsung terlihat wajah malaikat maut Alexa, ia sedang memarahi para lelaki yang keasyikkan bermain game sampai ribut. Mereka semua duduk di barisan paling belakang.
Aku berjalan ke tempat dudukku yang berada di sebelah Alexa, lalu duduk dengan hati-hati.
Ia sedang berdiri di atas bangkunya sambil membentak para lelaki di kelasku agar diam.
Seram.
"Ya ampun Lex, bangkunya sebentar lagi copot itu udah goyang-goyang begitu." ujarku tetapi tak digubrisnya.
Haloo semua, maaf sebelumnya tapi kalau aku harus berteriak-teriak seperti Alexa, aku jelas tidak bisa. Aku ini ambivert yang lebih miring ke introvert, jadi jangan harap.
Ah, tapi aku sangat tak suka kericuhan!!
Mau tidak mau... "PAGI SEMUA!" Aku berdiri (tapi di lantai kok, tidak naik ke atas bangku).
Hening!!
Seisi kelas langsung hening!!
Semua yang berisik tadi langsung menjadi tenang, semuanya melihat ke arahku.
Wah apa aku punya kekuatan super tersembunyi?
Aku tersenyum, "nah bagus," gumamku. "Tolong jangan berisik, ya." aku melanjutkan.
Salah satu lelaki itu, yang bernama Ja.. Jason, kalau tidak salah. Ia malah tersenyum padaku, "Okay, but first, lemme have your number." ujarnya dengan aksen Amerika-nya (terkadang aku lupa kalau ini adalah sekolah internasional).
Belum sempat ada jeda beberapa detik, kata-kata semacam itu disusul oleh temannya yang lain. Dan lama-lama semakin ribut.
Aku menghela napas kasar, lalu kembali duduk. "Aduuh!" gerutuku.
Alexa turun dari bangkunya, ia mengusap-usap bekas yang ia injak, lalu duduk. "Baru dua hari padahal." ujarnya yang kubalas anggukan. "Semoga aku tidak lulus dari sini dengan kewarasan yang tinggal seperempat." Aku menutup wajahku frustasi.
Tiba-tiba, malaikat datang dari surga membawa kelegaan untukku dan Lexa. Bu Tiffany!
Akhirnyaa!! Seisi kelas menjadi tenang seketika!
Nah, begini baru aku bisa bernapas.
Bu Tiffany datang dengan senyuman cerah. Benar-benar malaikat.
"Selamat pagi semua!"
○○○
Sekarang sudah jam istirahat, dan tentunya akan menjadi susah untuk memperhatikan mereka semua karena mereka akan berpencar kesana-kemari entah untuk mengobrol dengan temannya atau pergi keluar kelas.
Aku sudah menghitung tadi. Isi kelas ini adalah 14 laki-laki dan 11 perempuan (termasuk aku).
Oke, mari kita mulai dengan Diana, untuk informasi, dia bendahara kelasku, dia pergi keluar kelas... kurasa aku harus melakukan sesuatu.
"Ehm, Diana!"
"Kenapa?" Katanya sambil berbalik kearahku.
"Kamu mau ke perpustakaan tidak? Kalau iya, aku mau nitip buku biologi, dong!"
"Uhmm... aku mau ke toilet sih, tapi kalau mau nitip gak apa-apa, nanti aku ke perpustakaan, kan bersebelahan." ujarnya sambil menaikkan posisi kacamatanya.
"Ohh, gak usah deh kalau gitu, nanti merepotkan..."
"Hahaha gak masalah kok."
"Terimakasih tapi gak jadi deh Na, lagipula aku gak buru-buru sekali kok membacanya, hehe."
"Oke deh." ucapnya lalu pergi.
Aku sebenarnya hanya perlu mengetahui kemana ia akan pergi.
Hmm, kalau sekedar ke toilet tidak perlu diikuti kan?
"Claire masuk, Diana kelas 11 IPA 1 pergi." bisikku.
"Jane kelas 11 IPA 3 pergi." Kim ikut melapor melalui earzoom.
"Claire," Alexa menghampiriku, "kamu mau ke perpustakaan? Aku juga mau ke sana, yuk!" kata Alexa tiba-tiba. Mungkin dia mendengar percakapanku dengan Diana tadi.
Ya ampun... kenapa jadi serius begini, itu kan hanya alasan, aduh.
"Tidak deh Lexa, aku mau baca buku disini saja." tolakku sambil menyengir.
"Ih serius nih gak mau sekalian?"
"Iyaa serius, kamu sendiri aja gak apa-apa, yaa."
Alexa mengangkat jempolnya dengan maksud 'Oke!', lalu keluar kelas.
Begitu keluar, ia langsung dirangkul teman-temannya yang lain sambil berbincang-bincang asik.
Wajar, mengingat ia adalah anak lama (yang kelas 10 nya sudah di sini).
"Nancy kelas 11 ipa 2 pergi." suara Val memasukki indra pendengaranku lewat earzoom.
Aku sendiri memutuskan untuk tidak kemana-mana, karena yang berada di dalam kelas lebih banyak, dan harus kuperhatikan.
BRAKKH
Pintu kelasku didobra--
EH! Dia yang menumpahkan minuman ke bajuku kemarin! Ah, mau apa lagi dia kesini?!
Ia berjalan ke arahku dengan raut wajah penuh amarah.
Apa?? Apa yang kuperbuat sampai dia semarah itu? Harusnya aku yang marah kepadanya karena kejadian kemarin, kan?
"Hei! Kau apakan Jack sampai ia menolakku?! Pasti ini semua karena kau, kan?!" Bentaknya menggebu-gebu.
Apa?! Jack lagi?!
Apa sih, aku saja tidak tahu apa-apa!
Siapa nama perempuan ini saja aku tidak tahu, apalagi masalahnya dengan si datar itu?!
Hm, tapi kurasa dia salah paham karena waktu itu aku diantar si datar itu ke taman belakang. Seperti kata Nancy kemarin.
Tapi ini tetap tidak masuk akal! Kenapa aku yang disalahkan sih?!
"Apa-apaan sih?" Sadar bahwa aku memakai nada tinggi, aku menenangkan diriku, "Kau salah orang apa bagaimana?"
"Sudah lah, jawab saja! Tak usah pakai basa-basi!" Ia malah semakin melotot.
Aku diam. Bingung. Kok malah dia yang semakin galak?
Aku sangat tidak ingin hilang kendali sekarang.
"Aku tak tahu!" ujarku lantang akhirnya.
"Arghh!" erangnya kesal, lalu ia mendekatiku.
Aku tak takut! Kalau mau berkelahi, ayo kuladeni! Dia belum tahu saja, aku sudah menekuni karate sampai sabuk hitam.
Ia semakin mendekat, aku mulai ancang-ancang.
Tiba-tiba, ia menggapai kalungku.
Kalung... pemberian mendiang ibuku.
Oh tidak.
"LEPASKA-"
Ia menariknya--
-- dan putus.
Aku akan membunuhnya.
[Author's POV]
Gadis itu menarik kalung pemberian mendiang ibunda Claire yang telah meninggal pada hari ulang tahunnya.
Detak jantung Claire meningkat.
Dan benar, sesuatu yang ditakutkan Claire benar-benar terjadi..
Iris matanya berubah menjadi merah gelap, seolah bagian tergelap dalam dirinya meronta keluar.
Ia mencekik gadis itu kuat dengan amarah yang sudah memuncak, dengan tatapan kosong.
Semua murid di sekitarnya yang sedari tadi memperhatikan mereka berdua, menjadi terkejut dan ketakutan karena perubahan drastis yang terjadi pada Claire.
Gadis itu dicekik sampai kakinya tidak lagi menginjak lantai, Claire melepaskan cekikannya. Tapi ia menggunakan kekuatannya untuk menjaga gadis itu tetap terangkat..
... amat tinggi...
... sampai hampir menyentuh langit-langit kelas.
Kemudian, Claire menghempaskan tangan kosongnya, gadis itu jatuh terbanting seketika.
Ia gemetar, menangis ketakutan melihat tatapan kosong Claire.
Aura merah gelap disekitar tubuh Claire menyala-nyala, senada dengan iris matanya. Membuat siapapun yang melihatnya akan berlari ketakutan.
Claire membuat meja di sebelahnya terangkat tanpa menyentuhnya, ia bersiap melempar meja itu ke arah perempuan di hadapannya.
Sementara itu, seorang laki-laki berlari secepat yang ia bisa ke kelas dimana Claire berada.
Lelaki itu berhenti tepat di ambang pintu. Ia terbelalak. Tak percaya atas apa yang ia lihat.
Ia menatap lekat-lekat manik merah gelap milik Claire.
Perempuan yang sudah hilang kendali itu menoleh ke arah si lelaki dengan tatapan kosong.
Tatapan itu bisa saja membuat orang pingsan ketakutan melihatnya. Tetapi tidak untuk lelaki ini. Ia tetap menelusuri manik matanya semakin dalam.
Tiba-tiba, meja itu terhenti. Hanya berjarak dua puluh senti dari tubuh gadis itu yang sudah gemetar ketakutan.
Kesempatan ini digunakan orang-orang di sekitar gadis itu untuk memopong tubuhnya, walau mereka juga ketakutan.
"Tenanglah." ujar laki-laki itu sambil tetap menatap mata Claire.
Tak ada tanggapan. Claire tetap menatap manik mata laki-laki itu dengan tatapan kosong.
Di dalam matanya, tersirat sebuah emosi yang sangat berlimpah, mengisi penuh seluruh jiwanya dengan murka.
Hening tercipta di antara mereka. Tak ada yang berani bergerak.
Tetapi, lelaki itu tetap yakin ia bisa mengembalikkan jiwa Claire yang sebenarnya.
Perlahan, iris mata Claire berubah seperti semula.
BRUKH
Meja yang sedari tadi melayang, sekarang sudah jatuh, tanda bahwa Claire sudah melepaskan kekuatannya.
Kemudian tubuhnya melemas, laki-laki itu langsung sigap menopang tubuh Claire sebelum dia terjatuh.
Lelaki itu menghela napas lega, melihat iris coklat terang Claire yang sudah kembali, sebelum akhirnya matanya terpejam.
Gadis itu kehilangan kesadarannya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 81 Episodes
Comments