"Hai, Claire." aku tersenyum kepadanya, "Hai."
"Halo, Claire!" aku tersenyum lagi, "Haloo!"
"Claire, sini yuk!"
"Uhm, nanti yah." Jawabku sambil lanjut berjalan.
"Eh? Claire? Sinii!"
"Iyaa nanti, ya!" jawabku.
"Claire, ya?" Kali ini hanya kubalas dengan anggukan dan senyuman.
Sapaan banyak orang lainnya kujawab dengan senyuman atau jika ada yang mengajakku bergabung dengan teman-temannya, kujawab seperti tadi.
"Cobalah sendiri pada lawanmu nanti." Ujar Jack baru menjawabku.
Dari kejauhan, aku melihat Nancy dan Alexa sedang berbincang seru, wahh mereka sudah akrab ternyata…
Kok bisa, ya?
Eh- tunggu..
Di belakang Alexa ada seorang laki-laki yang sedang menoleh ke sekitarnya dengan.. gelisah(?)
Aneh.
Aku memutuskan untuk berjalan mendekati mereka yang memang jauh dari jarakku saat ini.
Eh?
Lelaki itu seperti menggenggam sesuatu dari kantung celananya…
Mengapa Alexa selalu saja menjadi sasaran sih?
Waktu itu, si bom menyamar menjadi Alexa dan menipu kami, ternyata Alexa sudah pingsan di perpustakaan.
Aku mempercepat gerakanku, yang tadinya berjalan kini berlari menghampiri mereka.
"Eh, hai Alexa, Nancy.." sapaku.
Si laki-laki itu kaget, dan langsung melepas genggaman pada suatu benda di kantung celananya.
"Oh? Haii Claire!" sapa Alexa kembali. Begitu juga dengan Nancy yang tersenyum ke arahku.
"Aduh, aku mau ke toilet dulu deh, Alexa temenin yuk, Claire sepertinya sedang ada urusan." Ujar Alexa seraya menggandeng tangan Nancy ke toilet.
Alexa memberi kode mata(?) ke arahku dan laki-laki itu. Dia juga berbisik 'berkenalanlah' pada lelaki itu.Aku membaca dari gerak-gerik bibirnya.
Omong-omong... di toilet ada Chloe, kan? Yang sedang babak belur? Aduhh, sudah bangun belum ya dia? Ah, aku lupa menyembunyikan tubuhny-
"Hei." ujar laki-laki itu.
Aku punya ide.
"Iya, kenapa?" ujarku datar.
"Boleh berkenalan?"
"Boleh, aku Claire Harlyn, di panggil Claire." ucapku dengan senyum ramah.
Aku tidak sengaja melihat ada sebuah pulpen di kantung kemejanya.
Ideku bertambah.
"Aku Alvino Joe, panggil saja Al atau Vino, sayang."
Ih, najis, ih!
Tapi, target kali ini pintar juga. Lalu setelah ini dia akan mengajakku ketempat sepi untuk berbincang lebih jauh, dan baru berani mengeluarkan pisaunya begitu? Sudah tertebak olehku.
"Sepertinya di situ lebih bisa berkenalan dengan tenang ya… ayo." Ujarnya sambil menunjuk sudut ruangan yang bertempat di koridor. Ia berjalan mendahuluiku ke tempat sepi itu.
Aduhh, bodohnyaa..
Aku mengikutinya dengan santai.
Kali ini biar kubiarkan dia melakukan aksinya terlebih dahulu. Sebenarnya aku mau lihat bagaimana proses menyerap energinya, tapi kurasa bukan dia yang melakukan itu. Mereka ini hanya mengumpulkan orang, kan? Lalu nantinya mereka akan memberikan orang-orang itu pada si Bom.
"Kau cantik ya, boleh minta nomormu?" Ujarnya seraya memberikan ponselnya kepadaku dengan maksud mengetik nomor telponku.
“Siapa sih itu?”
Aku tersentak kaget. Ah, iya! Earzoom-nya belum kumatikan sedari tadi!
Ah, tapi tak ada waktu untuk menghiraukan Jack sekarang ini.
"Boleh." ujarku melanjutkan taktikku.
“Siapa itu, Claire?” Jack bersuara lagi. Nadanya serius sekali. Apa pentingnya sih?
Aku menerima ponselnya lalu memasukkan nomornya. Tentu saja nomor yang salah.
Saat aku mengetik, dari ujung mataku terlihat tangannya yang sudah mulai ingin mengeluarkan sedikit demi sedikit pisaunya.
Haha, dia ingin membuatku lengah ternyata.
BUGGH
"Aarghh!!" erangnya seraya memegangi perutnya yang kutendang dengan lutut.
"Eh, maaf... kau tak apa?"
BUGHH
"Argh!!" erangnya memegangi wajahnya yang tidak sengaja kutonjok.
"Eh? Tadi ada nyamuk, maaf.."
BUGGH
"Kita tetap bertemankan?" Tanyaku.
Dari mulutnya sudah mengeluarkan banyak cairan merah yang kental karena perutnya tak sengaja kupukul dua kali. Wajahnya sekali.
"Kuharap iya."
BUGHH
Saat dia sudah tertunduk lemas, aku memukul pundaknya dengan sikutku (kali ini pelan kok), lalu pingsanlah dia.
Setelah itu, aku mengambil robot capung, dan pulpennya di kantung kemejanya. Aku tahu itu pulpen perekam suara, jadi aku memilih untuk membuangnya di wastafel yang sudah kubuka airnya, agar rusak. Bukan berarti teknologi masa depan tahan air, kan?
"Yahh pingsann, maaf." ucapku seraya berjalan kembali ke tempat tadi. Ponselnya kulempar asal kebelakang.
"Di daerahku tinggal 2 lagi." aku berbisik pada earzoom-ku.
"Berarti sekarang tinggal 2 target."
Aku terbelalak.
Wow!
Baiklah, tinggal dua orang yang harus kubereskan.
Cepat sekali Jack sudah selesai dengan 5 target-nya.
Aku berjalan lagi mencari target selanjutnya.
Kurasa target itu tadinya berbincang dengan murid-murid disini dengan niat jahat. Ya, pastinya. Tebakanku, ketika lawan bicara mereka lengah, para target itu akan langsung melakukan aksinya.
Seperti yang terlihat di depan mataku sekarang.
Laki-laki bertubuh kekar sedang menggoda seorang perempuan yang kuyakini adalah teman sekelas Val (karena aku pernah melihatnya).
Kadang aku bingung, kenapa mereka bisa menyamar seolah menjadi murid di sini padahal nama dan wajah mereka tidak terdaftar disini? Apa tak ada yang menyadarinya? Apa mereka menambahkan memori palsu seperti kemampuan Val?
Aku tidak mengerti.
"Hai!" sapaku kepada… aku tidak tahu namanya.
"Eh Claire, kenapa?" Kata perempuan itu. Dari nadanya seolah aku sedikit mengganggu mereka.
"Uhm, kamu temannya Val, kan? Sepertinya tadi Val mencari kamu, deh." ucapku asal.
"Iya?” Ia mengangkat alisnya, lalu ia menoleh pada lelaki di sebelahnya, seperti tak mau meninggalkannya. “Nanti saja deh."
Aku mengerutkan alisku, keras kepala juga dia.
Sadar aku tak boleh terlihat seperti ini, aku memasang ekspresi santai lagi, "Serius, ada yang penting katanya."
Val, kalau kamu membaca pikiranku sekarang, maaf ya... hehe.
Walaupun sepertinya dia tak akan membaca pikiranku, karena dia sendiri pasti sedang sibuk.
"Kalau begitu, aku kirim pesan saja padanya, supaya ketemunya pulang sekolah nanti."
Ck.
Jangan buat aku kesal.
“Oh iya, tadi Val mencarimu bersama Jack-“
"Oke! Bye!."
Oh begitu caranya. Seharusnya sedari tadi aku mengatakan itu.
“Hei.” Jack bersuara karena kusebut. Ah, sebentar uban!
Lelaki di depanku ini menatapku tak senang, “Mengapa kau menggangguku dengannya?”
Aku berpura-pura tersenyum, "Aku hanya mau meminta nomormu, kok." ucapku mengikuti cara laki-laki yang menjadi target kedua ku tadi.
Aku mendengar Jack menghela napas kasar dari earzoom kananku. Oh, ia masih mendengarkan?
Lelaki ini langsung tersenyum, "Ohh.. di sana yuk, disini ramai. Gak terdengar jelas." Ujarnya sambil menunjuk ke arah toilet panitia.
Baiklah, siapa peduli tempat? Toh nanti kau juga akan pingsan di depanku.
Saat sudah sampai di dekat toilet panitia, aku mulai meregangkan jemariku. Persiapan untuk meninju orang ini.
Jelas aku tak ragu, di sini tak ada orang, kok.
Ia melihatku, lalu tersenyum, “Siapa namamu?”
Aku menaikkan kedua alisku, “Hah? Nama?” lalu aku melayangkan tinjuanku secepat kilat ke wajahnya.
Hidungnya berdarah. Haha. “Claire Harlyn.”
Ia mengusap darah yang mengalir dari hidungnya, lalu menatapku dengan seringaian.
Aku membalas seringaiannya, sedetik kemudian, aku melayangkan lagi tinjuanku ke perutnya.
Damn! Dia berhasil menghindar!
"Hahaha." tawanya dengan suara beratnya.
Tanpa kuduga, ia mengeluarkan pistol dari sakunya...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 81 Episodes
Comments