Merasa aneh, Jody pun menatap Jovanka yang masih berdiri di hadapannya, ia menjadi curiga jika Aidenlah yang meminta gadis itu untuk bersikap seperti itu.
"Apa Aiden yang mengajarimu bersikap seperti ini?" tanya Jody dengan sedikit menyipitkan matanya tanda tak percaya Jovanka bersikap seperti itu.
Jovanka langsung menatap ke arah Jody begitu ia mendengar pertanyaan yang menurutnya aneh keluar dari mulut pamannya itu.
"Apa maksud Paman? Kenapa jadi menuduh Aiden?" tanya Jovanka yang heran.
"Kalau bukan dia lalu siapa? Setelah dari tempatnya kau jadi bersikap aneh!" keluh Jody.
Jovanka tampak menghela nafas, ia bingung harus bagaimana. Perubahan sikapnya ini karena pamannya, tapi bisa bisanya pria itu malah menuduh orang lain.
"Paman jangan menuduh orang sembarangan, kita sedang di tempat kerja, Paman! Sudah selayaknya aku menghormatimu sebagai atasanku," ujar Jovanka.
Jody terdiam mendengar pernyataan Jovanka, ia hanya tidak menyangka jika Jovanka yang selalu manja kepadanya kini tampak terasa asing baginya.
Enggan membahasnya lebih dalam, Jovanka pun langsung duduk lagi dan fokus mengerjakan tugasnya. Jody pun tidak ingin berdebat tentang perubahan sikap Jovanka, ia akhirnya kembali ke meja kerjanya.
Beberapa jam duduk dengan menatap layar laptopnya, sesekali Jody terlihat melirik ke arah Jovanka, gadis itu benar-benar fokus dengan pekerjaannya hingga dia bahkan tidak menoleh sedikit pun ke arah Jody seperti yang biasa gadis itu lakukan.
Hingga makan siang tiba, Jovanka terlihat menengok ke arah jam tangannya, gadis itu membereskan berkas serta menutup layar laptopnya bersiap untuk pergi ke kantin.
Jody yang menyadari jika Jovanka sudah bersiap untuk pergi pun ikut bangkit dari tempat duduknya, segera mengambil jas yang sedari pagi dia gantung di sandaran kursi.
"Jo! Mau makan siang?" tanya Jody yang agak terburu-buru memakai jasnya seraya mengejar Jovanka yang sudah siap memutar gagang pintu.
"Iya," jawab Jovanka singkat.
Jovanka memutar gagang pintu dan berjalan keluar, Jody hanya mengekor di belakangnya.
Bahkan saat makan pun Jovanka berusaha untuk tidak bermanja dengan pamannya itu, ia makan tanpa berbicara dengan pamannya. Jody yang benar-benar merasa aneh dengan perubahan sikap Jovanka pun hanya bisa sedikit mencuri pandang ketika mereka makan.
"Boleh ikut gabung?" tanya Nathan yang ternyata sedang di perusahaan itu untuk meninjau.
Jovanka yang sadar akan kedatangan pamannya itupun tampak senang, ia langsung menggeser posisi duduknya untuk bisa mempersilahkan pamannya itu duduk.
Nathan yang sudah membawa nampan ditangannya langsung duduk di sebelah Jovanka, sedangkan sekretarisnya tampak duduk di sebelah Jody.
Begitu ada Nathan, Jovanka langsung bicara seperti kereta yang panjang tanpa bisa di rem, Nathan yang merasa keponakannya itu sangat lucu dan menggemaskan pun terlihat sesekali tertawa menanggapi pertanyaan juga pernyataan gadis itu.
Jody yang sedari tadi merasa atmosfer di sekitarnya terasa dingin, akhirnya merasakan sedikit hangat begitu ada Nathan di sana.
"Okelah, Paman harus kembali melakukan peninjauan ke pabrik, kalau kau butuh apa-apa bisa segera beritahu Paman," pesan Nathan, tangan kanannya tampak mengusap ujung kepala Jovanka.
"Siap, Paman!" sahut Jovanka mengiyakan dengan senyum yang menampakan deretan giginya yang rapi.
Nathan pun pergi dari perusahaan itu, sebagai seorang CEO tugasnya kini hanyalah memantau jalannya kedua perusahaan yang menjadi tanggung jawabnya.
Begitu Nathan berlalu, Jovanka pun segera menuju pintu lift untuk naik ke lantai tempatnya bekerja. Jody yang menyadari Jovanka sudah hampir masuk lift, ia pun bergegas menyusul Jovanka.
Di dalam lift Jovanka kembali bersikap acuh pada pamannya itu, seolah-olah ia sedang berhadapan dengan atasannya yang tidak pantas untuk dia ajak bercanda.
"Kamu marah sama Paman, Jo?" tanya Jody yang tidak tahan dengan sikap acuh Jovanka.
"Tidak!" jawab Jovanka singkat.
"Kalau tidak kenapa tidak mau bicara dengan paman?" tanya Jody lagi.
"Siapa yang nggak mau ngomong? Lah ini lagi ngomong kan?" jawab Jovanka datar.
Jody benar-benar merasa jika gadis kesayangan itu berubah, ia langsung menggenggam lengan Jovanka, menarik lengan gadis itu yang sedari tadi menatap pintu lift hingga berhadapan dengannya.
Jovanka tampak terkejut melihat sikap pamannya, mereka kini beradu pandang namun Jovanka mencoba mengalihkan tatapannya dari Jody.
Belum sempat Jody membuka mulut untuk bicara, pintu lift sudah terbuka lebih dahulu, Jovanka melepaskan tangan pamannya dari lengannya yang kemudian keluar dari lift, hingga ia menjumpai seseorang yang enggan ia lihat.
Melihat Jody yang ingin keluar dari lift, Alice langsung menahannya dengan dalih ingin membicarakan sesuatu dengan pria itu. Jody yang sebenarnya ingin mengejar Jovanka pun jadi tertahan hingga pintu lift kembali menutup.
Jovanka tidak memperdulikan pamannya itu, meski ingin namun ia sudah berjanji jika ia tidak akan bersikap seperti dulu, sekilas Jovanka memalingkan kepalanya melihat pintu lift yang tertutup dengan Alice dan Jody di dalamnya.
"Apa yang ingin kau bicarakan?" tanya Jody ketika mereka berada dalam lift.
"Ayahku ingin membahas masalah semalam lebih lanjut, ia ingin kau datang ke kantornya," jawab Alice dengan nada yang penuh manja.
Jody sedikit berdecak, ia sebenarnya masih ingin bicara dengan Jovanka, membahas apa yang terjadi padaq gadis itu hingga membuatnya merasa asing.
Jovanka berjalan ke ruangan Jody dengan posisi tangan mengepal, ia sedikit kesal karena Jody lebih memilih bersama wanita bernama Alice dari pada mengejar dirinya, suatu pemikiran akhirnya muncul dalam otaknya.
*
*
*
*
*
*
Berjalan dengan melonggarkan dasinya, Jody menuju ke ruang kerjanya, begitu melihat Jovanka tidak berada di kantornya jody pun langsung bertanya kepada sekretarisnya yang tengah bersiap untuk pulang.
"Mel, apa kau tahu dimana Jovanka?" tanya Jody yang terlihat khawatir.
"Oh ... dia sudah pulang sekitar 15 menit yang lalu dan berpesan agar Anda tidak perlu khawatir terhadapnya," jawab Melisa.
Jody terlihat berpikir, ia benar-benar bingung dengan sikap Jovanka.
"Saya permisi, Pak! Jam kerja saya sudah usai," pamit Melisa.
Jody hanya menganggukkan kepalanya, ia kembali ke ruangannya menatap kursi yang sudah kosong dimana Jovanka biasa bekerja, perasaan bingung bercampur penasaran menggelayuti hati Jody.
***
Aiden mengambil ponsel Jovanka, ia tampak mengutak-atik ponsel itu, begitu selesai ia segera memberikannya pada gadis itu lagi.
Jovanka yang pulang bersama Aiden pun terlihat duduk di sebuah cafe, Aiden mengungkapkan jika Jody memasang sistem pelacak di ponsel Jovanka.
"Sudah aku hilangkan, itu sebabnya dia tahu kau berada di tempatku karena dia melacak ponselmu," ungkap Aiden.
Mendengar penjelasan temannya itu, Jovanka tidak habis pikir dengan maksud Jody, ia tidak menyangka jika Jody mengawasinya sampai seperti itu.
"Terimakasih, bolehkah aku meminta bantuanmu sekali lagi?" tanya Jovanka.
"Tentu saja," jawab Aiden mengiyakan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 225 Episodes
Comments
Just Rara
duh tu si aiden ngapain sih ngotak ngatik hp jovanka🙄🙄
2022-04-04
0
Erika Darma Yunita
klo penasaran itu ya nanya jova....jgn main ddiem aja
2021-09-28
0
Ayra
Kok jadi sebel aku ma aiden
2021-09-22
0