Livia yang kepalang basah ketahuan pun mencoba membuat alasan.
"Ohh ... itu, emm ... kamu nglamar di mana?" tanya Livia yang ingat jika putranya memang belum mengatakan dimana dia diterima kerja.
"London," jawab Aiden.
Aiden yang menjawab pertanyaan mamanya ketika ia kembali ke meja makan, jawaban Aiden membuat Livia dan Juan membuat mulut kedua orang tuanya itu menganga tak percaya jika putranya akan bekerja sangat jauh.
"Kenapa jauh Sekali? Memangnya disini nggak ada?" tanya Livia yang seakan tidak rela.
"Eleh ... jauhpun dia datangi, Ma! Kan disana ada cewek itu," sela Susan santai.
"Dasar ember!" lagi-lagi Aiden melempar serbet ke arah Susan.
"Siapa sih? Kalian ini bikin Mama dan Papa penasaran," keluh Livia yang sedari tadi dibuat ambigu perkataan Susan.
"Ngomong lagi awas!" ancam Aiden.
Susan menutup mulutnya dengan satu tangannya tanda menggoda.
"Oke, jadi kamu yakin mau ke London?" tanya Juan yang buka suara.
Aiden menjawab pertanyaan Juan hanya dengan menganggukkan kepalanya.
"Papa sih nggak masalah, lagi pula itu akan membuatmu bisa mandiri dengan hidup dan bekerja sendiri," dukung Juan.
Mengetahui ada lampu hijau dari Juan membuat Aiden penuh semangat, sedangkan Livia tidak bisa mencegah keinginan putranya itu jika memang itu maunya.
Dua hari kemudian Aiden siap berangkat ke London, Juan serta Livia mengantarnya ke Bandara.
"Ingat untuk menghubungi Mama ketika sudah mendarat, jaga kesehatan dan jangan lupa makan dengan teratur," pesan Livia yang sebenarnya tidak rela jika putranya itu harus pergi jauh darinya.
"Iya, aku akan ingat pesan mama," sahut Aiden.
Kemudian pemuda itu memeluk mamanya tanda ia siap pergi. Dengan berat Livia melepas kepergian putranya itu, meski begitu ia berusaha merelakan karena itu demi masa depan putranya.
***
Di London baru saja malam, Jovanka baru saja selesai mandi, ia tampak memakai jubah mandi berwarna pink rambutnya yang basah ia balut di dalam handuk.
Jovanka membuka layar ponselnya, menilik apa ada pesan chat yang masuk. Benar saja pesan berjubun antri di layar ponselnya, itu pesan dari Michelle yang terus menanyakan kabar putrinya. Dengan tersenyum Jovanka membalas pesan sang mama, ia tahu meski mamanya itu terkadang suka marah-marah terhadapnya, tapi itu memang di kebaikannya, kata terakhir yang ia kirim ke mamanya adalah 'i love you'.
Jovanka menaruh ponselnya kembali ke atas meja, ia mengeringkan rambutnya dengan hairdriyer, perlahan mengurai rambutnya agar semua bisa kering.
"Jo! Makan malam sudah siap!" panggil Jody dari luar pintu.
"Oke," jawabnya dari dalam.
Jovanka mengganti pakaiannya dengan kaos polos dan celana pendek di atas lututnya. Ia bergegas turun menuju dapur karena ia juga sudah sangat lapar.
Begitu sampai di pintu dapur, Jovanka bisa mencium aroma mie kuah dari dapur, semangkuk mie sudah tersaji di atas meja.
Jovanka buru-buru menarik kursi dan duduk disana, Jody sudah duduk menantikan gadis itu.
"Aku lupa tidak berbelanja, jadi hanya membuat ini. Mau pesan food delivery takut kamu keburu lapar," ungkap Jody.
"Tidak apa, ini tampaknya enak," ucap Jovanka mencoba melegakan hati pamannya yang sudah susah payah membuat makan malam untuknya.
Jovanka mengambil sendok di sebelah mangkuknya yang memang sudah disiapkan oleh Jody, perlahan gadis itu meniup mie yang masih panas itu kemudian memasukkannya ke mulutnya perlahan, pedas gurih yang ia rasakan, Jovanka tersenyum karena ternyata pamannya itu masih ingat betul selera makannya.
"Apa ada yang kurang?" tanya Jody yang sedari tadi belum makan menunggu komentar dari Jovanka.
Jovanka menggelengkan kepalanya, tangan kanannya tampak masih menyendok mie dari mangkuk, sedangkan tangan kirinya sibuk memegangi rambutnya yang tergerai ke wajahnya.
Melihat gadis kesayangannya itu terganggu oleh rambutnya sendiri saat makan, Jody pun berdiri mengambil sesuatu dari laci meja dapur, ia kemudian berjalan ke belakang kursi Jovanka yang tampak masih membungkuk menikmati mie nya. Jody meraih rambut Jovanka yang tergerai kemudian mengikatnya dengan rapi.
Jovanka tampak mengabaikan apa yang di lakukan pamannya itu, karena yang terpenting baginya adalah mengisi perutnya.
Jody kembali duduk di kursinya, melanjutkan makannya yang tertunda.
"Ahh ... ini enak sekali," puji Jovanka.
Gadis itu tampak kekeyangan, ia menyandarkan tubuhnya di sandaran kursi tak lupa ia mengambil selembar tisu untuk mengelap bibirnya.
"Apa kau sudah menhubungi Mama mu hari ini?" tanya Jody yang ia lanjutkan memasukkan sesuap mie kemulutnya.
"Sudah," jawab Jovanka.
"Bilang apa dia? Aku kira kau lupa?" tanya Jody lagi.
"Biasalah, bicara ini itu, bla bla bla," jawab Jovanka yang tampak enggan membicarakan mamanya yang selalu cerewet.
Jody hanya tersenyum mendengar jawaban Jovanka, ia melanjutkan lagi makannya hingga semangkuk mie tidak bersisa sedikitpun.
***
Aiden sudah sampai di London, begitu sampai disana ia menyewa kamar Hotel untuk sementara waktu karena ia belum sempat mencari tempat tinggal yang bisa ia sewa.
Aiden merebahkan tubuhnya di atas tempat tidur, tangannya sibuk mengutak-atik layar ponselnya untuk mengirimkan pesan kepada livia jika dirinya sudah sampai di kota itu, perjalanan selama berjam-jam membuatnya merasa lelah, tanpa ia sadari matanya mulai tertutup. Karena CV tentang dirinya akan diserahkan di hari berikutnya membuatnya bisa santai dan beristirahat sejenak, ia bahkan sampai belum sempat mengirimkan pesan pada Jovanka jika ia ada di kota itu.
*
*
*
*
*
*
Keesokan harinya Aiden pergi ke perusahaan yang menerimanya bekerja, tanpa rasa ragu dia masuk ke loby perusahaan yang terlihat begitu mewah, bertanya pada bagian Customer service kemana dia harus memberikan CV nya.
Aiden menaiki lift menuju lantai 5 di mana ruang humas berada, ketika tengah berada di dalam lift ia bertemu dengan seorang yang tidak asing baginya.
"Paman Nath!" sapa Aiden begitu melihat sosok lelaki dengan jas hitam tengan berbincang dengan seorang wanita yang tampaknya itu adalah sekretarisnya.
Nathan yang hendak masuk lift seketika memasang senyum di wajahnya begitu melihat siapa yang dia temui.
"Aiden! Apa yang kamu lakukan disini?" tanya Nathan.
Nathan berdiri mensejajari Aiden, sedangkan sekretaris Nathan tampak berdiri di belakang bosnya itu.
"Saya mendapat panggilan kerja disini, hari ini saya mengirimkan CV lamaran kerja saya," jawab Aiden.
"Oh benarkah? Senang rasanya tahu pemuda berbakat dan pandai sepertimu mau bekerja di perusahaan milikku yang biasa ini," kata Nathan merendah.
"Ini perusahaan Paman?" tanya Aiden yang memang tidak tahu.
Tentu saja The Beauty adalah majalah jebolan perusahan Nathan, bahkan hingga sekarang majalah itu masih terus menempati peringkat top nomor satu disana.
"Iya tentu saja, selamat bergabung," jawab Nathan dengan sedikit tawa.
"Omong-omong, kamu bekerja di bagian apa?" tanya Nathan balik.
"Wapresdir bagian majalah Beauty," ungkap Aiden.
"Oh iya, aku ingat Wapresdir disana baru saja mengundurkan diri," ulas Nathan.
"Semoga kamu bisa terus membawa The Beauty berada di posisi teratas," imbuh Nathan penuh harap.
Aiden membalas perkataan Nathan dengan seulas senyum, tentu saja dia akan berusaha keras untuk bisa selalu bekerja dengan baik demi kariernya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 225 Episodes
Comments
Qaisaa Nazarudin
Ke london ngejar2 Jo tapi malah nikah dgn org lain,Aiden..Aiden..😅
2023-08-07
1
Just Rara
perasaan dibab sebelumnya,bukanya aiden cuma nganggep jovanka adiknya ya?🤔🤔
2022-04-03
0
Fitria Kie
menurut q manggilnya jgn paman lh thor kesannya Kya tua gitu mnding uncle secara Jody kn ganteng heeee
2021-04-26
0