Para pedagang yang berderet menjajakan aneka makanan mereka membuat Jovanka bingung memilih, semua tampak lezat baginya.
Jody terus mengekor pada Jovanka menunggu gadis itu memutuskan ingin makan apa, hingga gadis itu memilih sebuah menu makanan yang belum pernah ia makan.
"Kau yakin ingin makan itu?" tanya Jody ragu pada Jovanka.
Jody tahu Jovanka tidak terlalu suka mencoba makanan sembarangan, ia hanya akan makan apa yang biasa dia makan.
"Aku berada di kota yang asing bagiku, sudah sepatutnya aku menyesuaikan dengan makanan disini kan, salah satu caranya adalah dengan mencoba apa yang belum pernah aku coba," jawab gadis itu.
Jovanka mengambil makanan yang di sodorkan oleh penjual disana, ia tersenyum manis sebagai ucapan terimakasih.
Jody hanya tersenyum mendengar jawaban Jovanka, ia sadar gadis kesayangannya itu bukanlah gadis kecil lagi.
Mereka duduk di sebuah bangku yang terdapat disana, sembari menikmati makanan itu Jovanka tampak asyik memandang ke arah pemusik jalanan yang sedang mengais rezeki.
Pemusik jalanan itu tampak memainkan alat musik saksofon, dengan bersandar di dinding sebuah bangunan, salah satu kakinya ia pijakan di sisi tembok, dengan ciri khas pemusik jalanan itu memainkan sebuah lagu jazz yang begitu merdu.
Sembari mengunyah makanannya, Jovanka tampak sesekali menggelengkan dan menganggukkan kepalanya mengikuti irama musik yang ia dengar.
Jody hanya menatap Jovanka yang menikmati suasana malam itu dengan senyum yang tidak pernah pudar dari wajahnya.
Jody menarik tangan Jovanka mendekat ke arah pemusik jalanan yang masih belum lelah memainkan alat musiknya. Jovanka yang terkejut hanya bisa menahan tawanya, pamannya itu dengan usil mengajak Jovanka menari disana.
Bisa terlihat jelas Jovanka tertawa bahagia, setiap tariannya menunjukan kebahagiaannya.
Siapa sangka tarian Jody dan Jovanka menarik perhatian orang yang tengah berlalu lalang, membuat pemusik jalanan itu makin banyak mendapatkan hasil malam itu. Pemusik yang terus memainkan alat musiknya itu merasa senang dengan adanya Jody dan Jovanka, tampak sesekali seraya meniup alat musiknya pemusik jalanan yang di perkirakan berumur 30 tahunan itu mengeluarkan garis senyum di wajahnya.
"Thank you," ucap pemusik itu begitu dia selesai bermain.
Jovanka sedikit membungkuk dengan sedikit mengangkat kedua sisi roknya kesamping ala bangsawan yang baru saja selesai berdansa untuk membalas ucapan terimakasih dari pemusik tadi.
Malam itu meski terkesan sederhana namun bagi Jovanka begitu membahagiakannya, terlebih bisa berdiri bersama pamannya itu membuatnya begitu merasa bahagia. Entah kenapa namun ia benar-benar merasa nyaman dan senang jika bersama Jody.
***
Hari berikutnya Jody sudah berada di dapurnya menyiapkan sarapan untuknya dan Jovanka, pria itu sudah berpakaian rapi dengan celemek yang menutupi kemejanya agar tidak terkena kotoran saat dia membuat sarapan. Jody memang sengaja tidak menyewa pelayan karena ia lebih suka melakukan semuanya sendiri, hanya urusan membersihkan rumah yang ia serahkan pada pelayan yang hanya datang seminggu tiga kali ke rumahnya untuk beres-beres.
Jovanka tampak terburu-buru menuruni tangga menuju dapur, dia berpikir jika dia sudah kesiangan.
"Pagi, Paman!" sapa Jovanka sambil menyambar sekilas mengecup pipi pamannya itu.
Jovanka langsung menarik kursi dan duduk di kursi meja makan. Mendapat perlakuan itu dari Jovanka membuat Jody tertegun, meski dulu hal itu sudah biasa entah kenapa beberapa hari tinggal bersama gadis itu membuat sesuatu yang berbeda di hatinya.
Jovanka tampak melahap sarapan yang di sediakan pamannya itu, meski hanya roti bakar dengan telur namun itu terasa nikmat baginya.
Jody yang melihat gadis kesayangannya itu makan tanpa aturan pun ikut duduk berhadapan dengan Jovanka, ia juga mulai memakan sarapannya.
"Pelan-pelan, Jo!" Jody mengingatkan Jovanka yang tampak terburu-buru.
Jovanka yang mulutnya penuh dengan roti pun hanya mengacungkan jarinya yang membentuk huruf O ke arah Jody tanda 'Oke'.
Usai sarapan mereka pun pergi ke kantor, banyak pekerjaan menanti mereka.
***
Aiden yang mulai masuk hari itu di sambut hangat oleh karyawan yang ada di bagian kantornya. Semua tampak menatap Wapresdir baru mereka yang masih muda dan tampan, terlebih karyawan wanita yang langsung terpesona dengan senyum Aiden yang memang selalu hangat kepada siapapun.
"Hai ... saya Aiden linc, salam kenal, semoga kita bisa bekerja sama dengan baik," sapa Aiden memperkenalkan diri.
Semua orang disana tampak memperkenalkan diri mereka satu persatu. Dari bagian editor, jurnalis, desain grafis dan lainnya.
Aiden menempati sebuah ruangan khusus yang memang di siapkan untuk Wapresdir disana. Ia berjalan menyentuh pinggiran meja kemudian menyentuh kursi kerjanya seakan tidak percaya jika pekerjaan pertamanya setelah lulus adalah menjadi Wapresdir, jabatan yang memang di damba begitu banyak orang setelah lulus kuliah.
Aiden duduk dikursinya, ia mulai mengerjakan pekerjaan yang seharusnya ia lakukan. Memeriksa mahakarya karyawan disana mengecek apakah artikel yang di ajukan sesuai pasaran dan siap untuk di cetak.
Aiden tampak memegang benda pipih di tangannya ia menempelkannya di telinganya seakan sedang menghubungi seseorang.
"Ya ... bantu aku, iya itu kan sangat mudah bagimu, aku bayar jangan khawatir," ucap Aiden dalam panggilan itu.
Entah siapa yang dia hubungi hanya dirinya yang tahu.
*
*
*
*
*
*
*
*
Jovanka terlihat fokus mengerjakan berkas-berkas di mejanya, hingga suara ponsel membuyarkan konsentrasinya.
"Ya, hallo," Jovanka menjawab panggilan itu tanpa melihat siapa yang menghubunginya.
"Jo! Aku ada dilobi, bisakah kau turun? Aku ingin mengajakmu makan siang," suara Aiden terdengar dari seberang panggilan itu.
Jovanka menengok ke arah jam tangannya, itu memang sudah waktunya ia istirahat, Jovanka kemudian menoleh ke arah Jody yang tampak masih fokus dengan pekerjaannya.
"Oke, aku akan segera turun," jawab Jovanka.
Jovanka memutus panggilan itu, ia kemudian menutup laptopnya serta berdiri dan berjalan ke arah meja Jody dengan berkas yang sudah ia susun di tangannya.
"Aku ingin makan siang dengan Aiden, tidak apa kan?" tanya Jovanka sedikit ragu, ia meletakkan berkas yang ia bawa ke atas meja Jody.
Mendengar nama Aiden, Jody terhenti dari hal yang sedang ia kerjakan, kemudian mendongakkan kepalanya mengarah ke Jovanka yang berdiri di depan mejanya.
"Pergilah, asal kau kembali sebelum jam istirahat selesai," jawab Jody yang kemudian mengalihkan tatapannya kembali ke laptopnya.
"Terima kasih, tapi ... bagaimana denganmu? Kamu tidak makan?" tanya Jovanka.
Jody hanya menggelengkan kepalanya tanpa bersuara dan tanpa melihat ke arah gadis kesayangannya itu.
Jovanka mengambil tasnya dan kemudian keluar dari ruangan Jody untuk segera menyusul Aiden yang sudah menunggunya di Lobi.
Jody sekilas terdiam, ia kemudian membuka ponselnya menyisir layar ponsel itu, ada sedikit lengkungan muncul dibibirnya, kemudian ia menaruh kembali ponselnya ke meja.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 225 Episodes
Comments
Just Rara
kayaknya si jody pasang alat pelacak tu di hp nya jovanka☺️
2022-04-03
0
Virgo Girl
Aiden psti hub adeknya, secara adeknya hacker 😄😄
2021-05-20
0
🌵aidin
Jody paman yang warmt kirain orang nya dingin cool gitu
2021-04-11
0