"Astaga! Kenapa penuh?" Jovanka terkejut seraya memegangi kepalanya.
"Hahahaha ... iya memang penuh," sahut Aiden dengan sedikit tertawa.
"Sudah tahu sebanyak ini kenapa diam saja?" tanya Jovanka yang heran kenapa pemuda di hadapannya itu sangat menurut dengan apa yang dia lakukan.
"Kan aku nurut saja, kalau bagimu perlu ya berarti perlu," jawab Aiden.
"Busyet! Serius ini kamu mau beli semua, kalau nggak ya balikin aja ke display lagi," ujar Jovanka berusaha mengambil alih pegangan troli dari tangan Aiden.
"Ih ... mana ada di balikin lagi, udah masuk troli ya sudah bayar saja," kata Aiden mencegah tangan Jovanka.
Pemuda itu berjalan mendorong troli di depannya melewati Jovanka menuju meja kasir.
Dengan mulut yang masih menganga Jovanka tidak percaya jika Aiden akan membayar barang yang asal di ambil itu.
Mereka pun akhirnya sampai di Apartemen yang di sewa Aiden, sebelum kembali Aiden pergi ke hotel dimana ia menginap sebelumnya untuk chek-out serta mengambil barang-barangnya.
Jovanka membuka tirai jendela yang menutupi ruangan Aiden dari gemerlapnya lampu kota London, karena Apartemen itu hanya berjarak 1 km dari pusat kota membuat pemandangan dari lantai tempat Aiden tinggal bisa melihat jelas ke arah kota.
"Sangat indah," kagum Jovanka menatap ke arah luar jendela.
Aiden yang baru saja selesai memasukkan barang belanjaan ke dapur pun menyusul Jovanka yang tengah berdiri di depan jendela.
"Bukankah disini menyenangkan?" tanya Aiden ketika ia sudah berdiri sejajar dengan Jovanka.
Jovanka hanya tersenyum menanggapi pertanyaan Aiden, ia menghela nafas pelan, ia masih mengagumi keindahan kota itu hingga suara ponselnya yang terus bernyanyi membuat lamunannya terjaga.
Jovanka secepat kilat menyambar tasnya yang tergeletak di sofa, serta mengambil ponsel dari dalam tasnya. Jovanka melihat itu panggilan dari Jody, ia melihat ke arah jam tangannya dia terkejut karena waktu sudah menunjukkan pukul 9 malam.
"Astaga! Aku lupa waktu," keluh Jovanka.
Gadis itu tidak langsung menjawab panggilan dari pamannya, ia meraih blazer yang dia taruh di sisi tasnya kemudian memakainya.
"Ada apa, Jo?" tanya Aiden bingung yang melihat Jovanka panik.
"Aku lupa, paman pasti marah! Aku pergi dulu, kalau ada apa-apa kabari ya!" jawab Jovanka yang langsung berlari ke arah pintu Apartemen Aiden.
Di ruangan itu tinggal Aiden sendirian, ia menghela nafas kasar memikirkan kenapa Jovanka begitu sangat menurut pada Jody, meski dia tahu kedekatan dua orang itu namun tetap saja ada yang dia rasa janggal dari sikap Jody dan Jovanka.
Jovanka berusaha menekan tombol lift agar segera terbuka, sedangkan panggilan di ponselnya tidak mau berhenti, mau tidak mau Jovanka pun menjawab panggilan itu.
"Iya Paman! Aku sedang dalam perjalanan pulang!" kata Jovanka yang langsung bicara begitu ia menjawab panggilan itu.
"Perjalanan apanya, kamu masih di dalam gedungkan? Cepat turun! Paman ada di bawah!" suara Jody terdengar dari seberang panggilan yang kemudian langsung dimatikan.
Jovanka memandangi ponselnya, ia heran kenapa pamannya itu tahu kalau dia masih berada di dalam gedung, begitu pintu lift terbuka gadis itu langsung masuk serta menekan tombol loft menuju bawah.
Benar saja, Jody sudah berdiri di trotoar depan gedung Apartemen itu sambil melipat kedua tangannya di depan dada, dengan pakaian santai yang ia kenakan tetap saja membuat pria itu terlihat tampan.
Tampak sesekali beberapa gadis yang berlalu lalang disana menatap Jody dengan sedikit senyum yang di lempar ke arah pemuda itu.
Jovanka yang sudah sampai di depan pintu gedung pun segera berlari menghampiri pamannya itu yang sepertinya sudah lama berdiri disana.
"Kenapa Paman menyusulku? Lalu bagaimana bisa Paman mengetahui lokasiku? Bukannya aku tidak memberitahu Paman lokasi Apartemen ini?" tanya Jovanka bertubi-tubi pada Jody.
"Kenapa? Tentu saja karena ada seseorang yang lupa akan janjinya pulang sehingga aku harus bersusah payah kesini sendiri, lagipula sebagai lulusan ahli teknologi terbaik bagaimana mungkin aku tidak sanggup menemukan seorang gadis nakal yang membuat orang khawatir," Jody bicara dengan sedikit menyombongkan diri.
"Cih ... apaan coba? Di tanya malah jawaban gitu," protes Jovanka yang ia lanjutkan dengan melipat tangannya di depan dada serta menggelembungkan kedua pipinya.
Jody sedikit melengkungkan bibirnya melihat ekspresi kesal gadis kesayangannya itu, entah kenapa sudah menjadi kesenangan tersendiri ketika melihat gadis itu kesal.
"Merajuk?" tanya Jody yang lebih terdengar seperti menggoda.
"Hmm Bodoh!" Jovanka memalingkan wajahnya kesisi lain.
"Bukannya seharusnya Paman yang marah ya? Kan kamu yang sudah melanggar janji, kenapa sekarang kamu yang marah?" tanya Jody mencoba menggoda Jovanka.
Jovanka teringat, ia lalu memutar kepalanya melihat ke arah pamannya itu, dengan senyum manja dia mencoba merayu pamannya.
Jovanka memegang lengan pamannya itu yang sedang pura-pura marah kepadanya, ia kemudian menengok ke wajah pamannya yang tampak enggan melihat ke arah Jovanka.
"Paman," panggil Jovanka dengan nada manja.
"Hmm,"
"Maaf, ya ...." Jovanka masih memasang wajah memelas nan manja.
*
*
*
*
*
*
Jody masih saja berpura-pura marah untuk mengerjai gadisnya itu. Hingga Jovanka berdiri didepan pamannya memasang mimik wajah memelas, bahkan ia memegang kedua telinganya seperti anak SD yang tengah di hukum.
"Paman ... maaf," pintanya sekali lagi.
Melihat ekspresi Jovanka membuat Jody tidak tahan lagi untuk mengerjainya, pria itu langsung menyentil hidung Jovanka dengan tertawa.
"Lihat lucunya dirimu!" kata Jody tertawa terbahak-bahak.
Menyadari kalau dirinya sedang di kerjai, Jovanka pun langsung memukuli lengan kekar pamannya itu berulang kali.
"Paman jahat! Jahat!" rengeknya.
Jovanka yang awalnya benar' takut jika pamannya marah karena kesalahannya, akhirnya menjadi kesal karena kejahilan Jody.
Dari balkon kamarnya, Aiden melihat tingkah laku Jovanka dengan Jody, ia menggenggam erat pagar pembatas ketika melihat Jovanka yang mengejar Jody dengan gelak tawa.
"Apa? Apa sebenarnya hubungan antara kalian berdua? Apa benar-benar sebatas saudara?" pikiran Aiden penuh tanda tanya.
Jovanka dan Jody sudah berada dalam mobil, entah kenapa suara nyanyian perut Jovanka berbunyi tidak pada waktunya.
"Kamu lapar? Apa tadi belum makan?" tanya Jody yang mendengar suara perut Jovanka yang menyanyi.
Jovanka menganggukkan kepalanya dengan mimik memelas. Melihat wajah memelas Jovanka membuat Jody ingin tertawa, ia kemudian tampak menengok ke arah jam tangannya, waktu sudah menunjukkan pukul setengah sepuluh.
Jody memutar balikan mobilnya, ia mengemudikan mobilnya menuju arah pusat kota, karena dia hanya memakai kaos dan celana pendek serta jaket tidak mungkin baginya mengajak Jovanka makan di resto atau cafe. Foodstreet yang buka di malam hari yang jadi pilihan Jody.
Para pedagang yang berderet menjajakan aneka makanan mereka membuat Jovanka bingung memilih, semua tampak lezat baginya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 225 Episodes
Comments
Just Rara
udah pastilah aiden ngerasa ada yg jangal antara jovanka dan jody😁
2022-04-03
0
Erika Darma Yunita
orang yg jatuh cinta tentu peka Ama orang yg jatuh cinta juga...Aiden curiga Ama Jody......dah paastiiiii.....
2021-09-28
0
Ayra
pilih semua aja jo😁😁
2021-09-22
0