Siang itu Jovanka bertemu dengan Aiden di sebuah cafetaria, mereka tampak duduk santai. Jovanka mengaduk-aduk jusnya dengan sedotan yang ada di dalamnya.
"Kau ini kenapa? Memintaku menemui mu tapi kau sendiri malah diam membisu bagai patung!" tanya Aiden yang sedari tadi memperhatikan Jovanka.
Jovanka mengehentikan gerakan tangannya, ia lalu menaruh kepalanya di meja.
"Huhuhu ... Aiden apa yang harus aku lakukan? Aku sudah membuat kesalahan, sekarang aku bingung jika bertemu dengannya," keluh Jovanka.
Aiden bingung dengan perkataan Jovanka, kesalahan kepada siapa dan kenapa dia bingung kalau bertemu.
"Dia siapa?" tanya Aiden.
Jovanka teringat ia tidak mungkin memberitahukan hal itu pada Aiden, itu akan membuatnya semakin malu.
"Uhh ... tidak ada," jawab Jovanka seraya bangkit.
Ia kemudian langsung menyedot jusnya yang sejak dari tadi hanya ia aduk aduk tidak jelas.
Aiden penasaran dengan perkataan ambigu yang keluar dari mulut Jovanka, namun ia juga tidak bisa memaksa begitu saja agar gadis itu mau bercerita.
***
Jovanka sudah pulang, ia mendapati Michelle tengah sibuk di dapur mempersiapkan makan malam bersama salah satu pelayan mereka.
Jovanka langsung memeluk Michelle dari belakang, serta menciumi punggung Michelle.
"Baru pulang? Dari mana saja?" tanya Michelle yang seharian tidak mendapati putrinya di rumah.
"Ketemu Aiden," jawab Jovanka.
Jovanka mencomot biskuit yang sedang di masukan ke toples, ia memasukkan ke mulutnya serta menguyah dengan pelan.
"Jo, bawa ini untuk Pamanmu!" perintah Michelle pada Jovanka.
Mendengar permintaan Michelle membuat Jovanka hampir tersedak, Michelle merasa heran karena sejak pagi Jovanka bersikap tidak seperti biasanya.
Jovanka menuju lemari pendingin, ia segera mengambil air di dalam botol dan langsung meminumnya untuk menghilangkan rasa perih di tenggorokannya akibat tersedak.
"Sudah jangan banyak alasan, antar ini ke kamar Pamanmu!" perintah Michelle pada Jovanka.
Ia memberikan nampan berisi secangkir teh dan sepiring biskuit pada Jovanka. Akhirnya mau tidak mau Jovanka membawa nampan itu menuju kamar Jody yang memang bersebelahan dengan kamarnya.
Jovanka tampak menghela nafas sebelum masuk, namun sebelum ia masuk Jovanka mendengar Jody seperti sedang berbicara dengan seseorang lewat ponselnya.
"Iya, aku akan kembali besok dengan penerbangan pagi dari sini, ya ... aku sudah memesan tiket pesawat juga, kamu jangan khawatir," Jody mengakhiri panggilan itu.
Entah kenapa ketika mendengar Jody akan kembali ke London membuat Jovanka merasa tidak senang, ia menggenggam erat nampan yang berada di tangannya.
Jovanka mendorong pintu kamar Jody dengan kasar, hingga suara pintu terbuka terdengar jelas membuat Jody terkejut. Jody melihat Jovanka yang terlihat begitu marah, gadis itu tampak menggelembungkan pipinya. Dengan kasar Jovanka menaruh nampan ke meja di hadapan Jody, yang membuat pria itu terkejut.
"Jo," panggil Jody.
Jovanka tidak menghiraukan panggilan Jody, dia langsung pergi meninggalkan kamar Jody menuju kamarnya, Jovanka mengunci pintu kamarnya.
Jody yang mengejar Jovanka hingga ke kamarnya mencoba mengetuk pintu kamar Jovanka ketika tahu pintu itu terkunci.
"Jo! Buka pintunya!" pinta Jody yang terus mengetuk pintu kamar Jovanka yang terkunci.
Jody masih berusaha mengetuk pintu kamar Jovanka, hingga Michelle yang baru naik pun penasaran kenapa Jody berada di depan kamar Jovanka.
"Ada apa?" tanya Michelle.
Jody tampak mengacak-acak rambutnya sendiri karena bingung, lalu ia berkata, "Jovanka mendengar percakapanku kalau aku akan pulang besok."
Michelle hanya bisa menghela nafas, ia sudah menduga Jovanka akan marah jika tahu Jody hanya akan tinggal sebentar.
"Pergi saja! Siapa yang peduli!" teriak Jovanka dari dalam.
Jody dan Michelle sama-sama menghela nafas, Jody pun hanya bisa memegangi keningnya.
"Sudahlah! Biarkan dia sendiri, nanti kalau lapar juga dia akan keluar," gurau Michelle.
"Iya kak," sahut Jody.
Michelle meninggalkan Jody di sana, Jody masih memandang pintu kamar Jovanka, berharap gadis itu mau membuka pintu.
Di dalam kamar Jovanka terlihat duduk di atas tempat tidur seraya memukul-mukul bantal yang ada di pangkuannya, ia terus menggerutu dan menggerutu.
"Dasar Paman jelek! Jahat! Aku benci! Kenapa datang kalau langsung pergi! Tidak usah datang sekalian!" gerutu Jovanka.
"Aku kesal!"
Jovanka merebahkan tubuhnya, dia bahkan menendang nendang kan kakinya ke arah angin seperti anak kecil.
***
Hingga makan malam tiba, Jovanka tidak turun untuk makan malam, bahkan saat di panggil Michelle maupun pembantunya Jovanka tidak menjawab.
Jody merasa khawatir, Jovanka tidak bisa menahan lapar bagaimana bisa dia melewatkan makan malamnya. Jody membawa sepotong roti dan segelas susu menuju kamar Jovanka, tapi Jovanka masih tidak ingin membuka pintu itu.
"Masih ngambek ya dia?" tanya Michelle yang melihat Jody membawa kembali makanan yang ia bawa ke dapur.
"Ya begitulah!" jawab Jody.
Jody menaruh roti dan susu itu di meja. Michelle tahu Jody mengkhawatirkan putrinya, tapi Jovanka juga sudah terlalu manja.
"Sudahlah, jika dia lapar pasti akan turun juga," pesan Michelle seraya menepuk bahu Jody.
***
Malam semakin larut, waktu sudah menunjukkan pukul satu malam, Jovanka yang masih marah tampak membolak-balikkan badannya di atas tempat tidurnya, perutnya terus bernyanyi membuatnya tidak bisa tidur.
"Aku lapar!" keluhnya yang tiba-tiba duduk di atas tempat tidur.
Jovanka turun dari tempat tidurnya, ia membuka pintu kamarnya perlahan kemudian mengintip keluar, setelah merasa bahwa semua sudah tidur, Jovanka mengendap-endap menuruni anak tangga dalam kegelapan.
Jovanka sudah sampai di dapur, ia mencoba mencari makanan di lemari penyimpanan tapi tidak ada apa-apa, kemudian gadis itu membuka lemari pendingin disana juga tidak ada apa-apa hanya ada sayuran mentah dan telur.
"Apa-apaan ini, kenapa tidak ada apa-apa?" gerutunya.
Jovanka terkejut ketika lampu dapur tiba-tiba saja menyala, ia menengok ke arah saklar lampu ia pikir itu pelayan rumahnya namun ternyata bukan.
Jody terlihat berdiri bersandar di dinding sebelah pintu dapur, kedua tangannya ia lipat di depan dada serta tidak lupa ia tersenyum ke arah Jovanka.
Jovanka yang masih kesal pun pura-pura mengabaikan pamannya itu, ia segera menutup pintu pendingin kemudian berjalan ke arah pintu.
Jody yang menyadari gadis kesayangannya itu masih merajuk pun mencoba menahan lengan Jovanka ketika hendak melewatinya.
"Masih marah?" tanya Jody pelan.
Jovanka tidak menjawab, dia hanya memalingkan wajahnya dari Jody.
"Lapar ya?" tanya Jody kemudian.
"Mau mati kelaparan pun bukan urusanmu!" jawab Jovanka ketus.
Jody hanya menghela nafas, ia kemudian menarik Jovanka serta memaksanya duduk di kursi meja makan. Dengan sigap Jody memakai celemek serta meracik ini itu untuk membuatkan Jovanka makanan.
"Aku tidak lapar, tidak usah repot-repot membuat makanan untukku," ucap Jovanka ketus.
"Sudah tau kelaparan tapi masih saja menjaga gengsi, sudah duduk saja sebentar lagi siap," kata Jody.
*
*
*
*
*
*
*
...Mohon Bantuannya ya...
...Bantu like Koment meski sekedar up...
...Like Koment kalian berarti buat Autor...
...Terimakasih...
...😘😘😘...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 225 Episodes
Comments
Just Rara
ternyata jovanka keras kepala kyk si jihan ya,malah lebih parah jovankan ☺️☺️
2022-04-03
0
Erika Darma Yunita
apa mungkin ada paman yg seperti itu......kok aku iri ya.....
2021-09-27
0
Warni Wahyudha
lanjutin ajadeh...
2021-04-24
0