Tanpa Jovanka sadari Alice sudah berada di sampingnya, ia mengeluarkan lipstik dari clutch yang ia bawa, seolah mengisyaratkan jika ia sedang membetulkan warna bibirnya.
"Betapa senangnya aku," ungkap Alice.
Jovanka yang enggan menghiraukan Alice pun segera mengibaskan tangannya yang basah ke wastafel, ia bermaksud untuk segera pergi namun terhenti karena perkataan Alice.
"Kau tahu? Nanti malam pamanmu akan menemui ayahku, akhirnya hari ini tiba, aku senang sekali dia bersedia datang sendiri kerumah," papar Alice secara sengaja.
"Lalu apa hubungannya denganku? Kenapa harus memberitahuku?" ucap Jovanka memberikan senyum sinis.
Alice memasukkan lipsticknya ke dalam Clutch jari telunjuknya tampak merapikan warna lipstick yang sudah menyatu dengan bibirnya, Alice berbalik berjalan dan berdiri tepat di hadapan Jovanka.
"Ya ... aku hanya ingin kau tahu saja, aku dan pamanmu itu pasti jadi aku ingin kau sadar diri dan tidak menghalangi hubungan antara kami," ungkap Alice menatap sinis pada jovanka.
"Apa maksudmu? Siapa yang menghalangimu?" tanya Jovanka yang sedikit mulai emosi tapi masih ia tahan.
"Apa kau kira aku tidak tahu? Pamanmu itu sedikit menjauh dariku karena kau! Dia tidak ingin kau kesal atau marah jadi dia bersikap seperti itu karena merasa kau masih seperti anak kecil yang butuh perhatian. Jody itu terlalu baik karena itu dia menyuruhku untuk lebih mengerti akan posisinya," ucap Alice penuh dusta.
Jovanka tampak tertegun dengan apa yang di ucapkan oleh Alice, ia mengepalkan tangannya yang berada di samping tubuhnya berusaha menahan emosi sebisa mungkin karena perkataan Alice.
"Aku harap kau bisa sedikit memahami perasaan Pamanmu, dan jangan terlalu membuatnya terkekang," imbuh Alice yang menepuk bahu Jovanka dan berlalu pergi.
Mengingat perkataan Alice membuat Jovanka merasa sakit dan bersalah, ia tidak sepenuhnya yakin jika perkataan wanita itu benar, namun melihat sikap Jody kepadanya jelas pria itu hanya memanjakan dirinya.
"Jo ... Jo!" panggil Jody agak keras karena Jovanka tidak menyahut panggilannya.
Jovanka yang baru saja terbangun dari lamunannya pun segera menoleh ke arah suara yang memanggilnya. Jody sudah berada tepat di depan mejanya dengan beberapa berkas di tangannya.
"Susun berkas ini seperti biasa," perintah Jody.
Jovanka menerima berkas itu tanpa menjawab, entah kenapa ia merasa tidak ingin melihat wajah pamannya, tatapannya terus tertuju pada layar laptopnya.
Jody merasa aneh dengan sikap Jovanka yang tidak seperti siang tadi, namun ia menduga jika gadis itu hanyalah sibuk.
Sepanjang sisa hari itu Jovanka sama sekali tidak bicara sepatah katapun, tangannya terus sibuk mengutak-atik keyboard laptopnya dan memilah berkas di tangannya.
"Jo! Sudah waktunya pulang," kata Jody mengingatkan Jovanka yang masih sibuk.
Jovanka yang mendengar suara Jody tidak lantas menjawab pamannya itu, ia memilih menengok ke arah jam tangannya. Merasa jika pamannya itu benar ia segera membereskan laptop dan berkas yang sedang ia kerjakan memasukkannya ke dalam tas jinjingnya. Ia berdiri dan memakai Blazernya yang sedari tadi ia gantung di belakang kursi, kemudian langsung saja berjalan melewati Jody yang masih berdiri didepan mejanya.
Jody merasa jika gadis kesayangannya itu tengah merajuk, ia menyusul Jovanka dan langsung menarik lengan Jovanka untuk menahannya agar berhenti.
"Kamu marah dengan Paman, Jo?" tanya Jody yang benar-benar tidak mengerti dengan sikap Jovanka.
Jovanka yang memang sebenarnyasedikit kesal itu tetap berusaha tersenyum ke arah Pamannya.
"Tidak! Siapa yang marah? Hanya anak kecil yang selalu marah, aku cuman lelah kok!" jawab Jovanka mencoba menyangkal apa yang di pikirkan pamannya.
Jody melepas lengan Jovanka, gadis itupun melenggang berjalan meninggalkan Jody di belakangnya.
"Aku bukan anak kecil, aku sudah dewasa dan sudah seharusnya aku bersikap layaknya wanita dewasa," gumam Jovanka dalam hati.
Jovanka sebenarnya benar-benar tersinggung ketika sifat manjanya di jadikan alasan pamannya bersikap baik padanya, ia ingin membuktikan jika ia tidaklah seperti itu.
Sepanjang jalan pulang, Jovanka hanya diam memperhatikan jalanan dari jendela mobil, ia tidak mengajak bicara Jody ataupun sekedar berbasa-basi seperti biasanya.
"Paman malam ini ada acara diluar, apa kau tidak apa-apa jika sendirian di rumah?" tanya Jody yang menjadi khawatir karena perubahan sikap Jovanka yang mendadak.
"Atau kau ikut saja!" imbuh Jody.
"Tidak! Jika Paman ingin pergi ya pergi saja, aku masih ada pekerjaan yang belum selesai," tolak Jovanka.
Mendengar penolakan dari Jovanka membuat Jody terdiam, ia benar-benar merasa Jovanka berubah.
***
Jovanka berada di kamarnya dengan layar laptop yang terbuka, dengan rambut yang ia gulung di atas kepala dan duduk bersila diatas kursi Jovanka terlihat begitu serius.
Jody mengetuk pintu kamar Jovanka yang terbuka, gadis itu pun menoleh ke arah pintu.
"Paman pergi dulu," pamit Jody.
Jovanka yang mulutnya sedang mengulum ujung pensil pun hanya menganggukkan kepalanya, kemudian ia memutar kursinya lagi menghadap ke layar laptopnya.
Entah kenapa Jody malah merasa aneh, tidak ada sikap manja dari keponakannya membuatnya merasa ada sesuatu yang kurang.
Suara deru mobil Jody terdengar menjauh dari rumah yang mereka tinggali, Jovanka menatap mobil itu hingga berlalu meninggalkan bayangannya di belakang. Gadis itu benar-benar ingin merubah apa yang seharusnya ia rubah. Jovanka kembali ke kursinya menatap ke layar laptopnya yang sebenarnya sangat malas ia pandang.
*
*
*
*
*
*
Jovanka tampak sudah berdiri di depan sebuah pintu, dengan membawa tas jinjingnya yang berisi laptop dan beberapa berkas ia mengetuk pintu itu. Ya karena masih merasa kesal yang tidak tahu apa penyebabnya Jovanka memilih pergi ke tempat Aiden.
Aiden pun tampak membuka pintu untuk Jovanka, Aiden terlihat senang melihat Jovanka datang kesana.
"Ayo masuk," ajak Aiden.
Beberapa menit yang lalu setelah Jody pergi, Jovanka merasa kesal dan malas ia hanya menatap layar laptopnya yang menyala. Hingga akhirnya ia memilih untuk menghubungi Aiden menanyakan apa pemuda itu bisa membantunya mengecek berkas.
"Minum," Aiden menyodorkan kaleng minuman dingin ke meja dimana Jovanka sudah fokus pada laptopnya, gadis itu benar-benar kesana untuk mengerjakan pekerjaannya.
"Terimakasih," ucap Jovanka. Gadis itu menenggak minumannya kemudian menaruh kaleng itu di samping laptopnya, jarinya mulai mengutak-atik lagi keyboard laptopnya.
Aiden duduk di sebelah Jovanka, melihat berkas yang sudah bertumpuk di meja ruang tamunya, melihat apa yang di kerjakan temannya itu.
"Bantu aku memilah data itu!" pinta Jovanka.
Aiden hanya mengangguk. Entah sudah berapa lama mereka membereskan pekerjaan yang di bawa Jovanka, hingga tanpa Aiden sadari gadis itu tertidur di sofa.
Aiden menyimpan file yang baru saja di kerjakan Jovanka kemudian mematikan layar lapton itu serta menutupnya, hingga ia melihat layar ponsel jovanka yang berada di meja terus berkedip.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 225 Episodes
Comments
Just Rara
si jody gsk peka bgt sih jadi cowok,dan si jovanka juga selalu bersikap kayak anak2
2022-04-03
0
Heny Ekawati
jodi sih kelmaan ngomongx ke jova
2021-04-16
1
🌵aidin
jangan gitu dong jovanca
2021-04-11
0