Vino sudah menunggu di lobby tempat Inka bekerja dengan wajah berseri.
"Maaf, nunggu lama ya Vin."
"Tak apa, kamu mau menjenguk mama saja, aku sudah sangat senang." Senyum Vino dan dibalas dengan senyjman yang sama oleh Inka.
Ketika inka hendak membuka pintu mobil Vino, tiba-tiba tangan Inka ditarik dari belakang.
"Mau kemana?" Suara tegas pria itu yang tak lain adalah Mario.
Inka bingung dan berkata "hmm... itu, aku mau menjenguk mamanya Vino."
Vino pun lansung berlari memutar, menghampiri Inka dan berkata "ada apa In?"
Bugh.. tonjokan keras Mario tepat diwajah Vino, membuat tubuhnya terhuyung hingga terbentur kap mobilnya sendiri.
"Jangan ganggu calon istri gue." Mario langsung menarik lengan Inka, berjalan cepat menuju mobilnya.
"Lepas kak, apa-apaan sih." Kesal Inka, setelah mereka sampai didalam mobil. Mario tidak menjawab, dengan wajah dingin dan penuh amarah, ia tetap memakaikan Inka seatbelt.
"Kak, kita mau kemana? Ini bukan jalan kerumahku."
Mario masih terdiam, hingga mobilnya terparkir disebuah basemant.
"Kita ke apartemenmu?" tanya Inka bingung. Tak satupun pertanyaan Inka yang dijawab Mario.
"Turun!" hanya kata itu keluar dari mulut Mario.
Sesampainya di dalam apartemen, Mario langsung membuka lemari es dan mengambil air mineral. Rasanya tenggorokan begitu kering karena menahan amarah.
Inka menghampiri Mario dan berkata "kak, aku mau pulang."
"Ini akan menjadi rumahmu juga." Inka menggeleng "Maaf, kalau aku berbuat kesalahan. Tapi tadi itu, Vino menjemput untuk mengantarkanku menemui ibunya yang sedang sakit."
"Alasan." jawab Mario sambil meletakkan botol yang tadi ia minum.
"Aku pernah dekat dengan ibunya kak, itu saja." Wajah Inka sudah memerah, antara kesal dan jngin menangis.
"Kita sudah buat kesepakatan, tidak ada pria yang boleh dekat denganmu, itu tertera dikesepakatan dan sudah kamu tandatangangani." Suara Mario meninggi.
"Pernikahan kita tinggal menghitung hari, aku juga sudah membeli butik beserta isinya untukmu. Bagaimana jika papa atau mamaku tau, kamu jalan dengan pria lain, apa kamu tidak berfikir hah!"
"Maaf" lirih suara Inka seraya menundukkan kepalanya.
Mario mendekati Inka, kemudian wajahnya didekatkan pada wajah Inka sambil menarik dagunya. Sungguh dari pertama bertemu Inka, Mario selalu tergoda dengan bibir merah Inka yang terbelah dan agak tebal.
Cup..
Mario mencium Inka dengan penuh kelembutan, hingga mel*matnya dengan sedikit kasar. Mario menggigit kecil bibir Inka agar terbuka dan memberi jalan untuk mengakses setiap hal yang ada didalamnya.
"Hmm..." Inka ingin melepas pangutan dengan durasi yang sudah agak lama itu. Membuat bibir Inka sedikit membengkak karena Mario melakukannya beberapa kali.
Inka mengeluarkan suaranya "bukankah, kak Rio janji tidak akan menyentuhku? Walaupun itu tidak ada dikesepakatan."
"Ya aku berjanji, kita tidak melakukan hubungan badan, namun aku tidak berjanji untuk tidak menciummu, terlebih setelah ini."
Mario membersihkan sisa saliva dibibir Inka dengan ibu jarinya sambil berkata "manis, bibirmu rasa coklat." Wajah Inka merona, memang tadi dikantor sebelum berpamitan pulang, ia menyempatkan diri ke pantry untuk meminum coklat hangat kesukaannya.
Mario mengusap rambut Inka "kamu sudah makan?." Inka menggeleng. "Aku akan membuatkan makanan, sekarang mandilah!"
"Aku mau pulang," rengek Inka.
"Aku sudah memberi kabar papamu bahwa malam ini, kamu menginap dirumah mamaku untuk urusan pernikahan kita."
Inka menghela nafasnya dengan kasar, ia malas berdebat karena pastinya Mario yang akan menang.
"Besok pagi, aku akan mengantarmu kerja"
Mario tersenyum licik, setelah melihat Inka pergi menuju kamarnya. Ia paling suka melihat perempuan yang lemah. Karena menurutnya, dengan kesepakatan itu, Inka akan selalu menurut padanya.
Selesai menyegarkan diri, Inka memakai piyama milik Laras yang memang sudah tersedia di lemari Mario. Perlahan Inka melangkahkan kakinya menuju dapur, terlihat sudah ada beberapa makanan dimeja makan.
"Makanlah!" Suara lembut itu persis ditelinga Inka spontan membuatnya menoleh. Wajah keduanya begtu dekat. Inka segera berlalu dan menarik kursi.
"Kamu ga ikutan makan?" Inka melirik ke arah Mario.
"Aku?" tunjuk Mario pada dirinya.
"Hmm... siapa lagi," jawab Inka.
"Aku lebih suka makanan yang lain"
"Apa? mengapa tidak dibuat sekalian?"
"Hmm..." Senyum Mario, karena 'makanan' yang dimaksud Inka dengan yang ada dipikiran Mario sangatlah berbeda.
"Enak," ucap Inka setelah mencicipi makanan buatan Mario.
"Kalau begitu habiskan! setelah itu tidurlah." Mario hanya menatap Inka yang sedang memakan makanannya sambil menyesap kopi ditangannya.
"Kamu tidurlah didalam, aku tidur disini." Tunjuk Mario pada sofa yang ada diruang tengah. Inka mengangguk, kemudian segera menuju kamar Mario. Karena sudah sangat lelah, setelah sampai diranjang, Inka langsung memejamkan matanya.
Inka terbangun oleh suara alarm ponselnya. Ketika hendak bangun, tubuh Inka terasa berat. Ternyata ada tangan besar yang melingkar dipinggangnya.
"Oh ya ampun, dia tidur disini." Kesal Inka sambil memutarkan bola matanya.
Tangan kekar itu, Inka pindahkan perlahan agar si empunya tangan tidak terbangun. Walaupun Mario sebenarnya merasakan gerakan tangannya dipindahkan. Mario hanya tersenyum, setelah Inka berlalu dari hadapannya.
Inka berwudhu dan melakukan sholat subuh. Inka belum mengenakan hijab, namun setelah bersahabat dengan Cinta, Inka sudah mulai melaksanakan sholat walau masih belum lima waktu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 142 Episodes
Comments
Suharnani
Dasar cewek plin plan
2024-06-07
0
Suharnani
secara tidak langsung itu peluang buat Vino Inka
2024-06-07
0
Suharnani
Inka juga bego. udah tau udah di lamar, masa masih jalan laki lain alias mantan. orang kl memang mau jenguk, ajak tuh calon luh
2024-06-07
0