Nadia berjalan tergopoh-gopoh di lorong puskesmas. Tadi, di Saat dia sedang mengajar, Narto yang dia beri tugas untuk menemani bapaknya mengabarkan bahwa kondisi bapaknya drop dan dibawa ke puskesmas.
Air matanya lolos begitu saja sepanjang perjalanan. Ucapan Joni yang mengingatkan tentang kandungannya dia abaikan. Dia tidak bisa tenang di saat mendengar kondisi bapaknya yang ngedrop.
Untung saja puskesmas di desanya termasuk lengkap. Ada ruang rawat inap dan juga dokter jaga. Jadi memudahkan warga desa untuk berobat tanpa jauh-jauh pergi ke kota.
Tubuh kurus Rahmat terbaring lemah di atas brangkar. Wajahnya terlihat pucat. Kedua matanya terbuka saat sebuah tangan yang halus memegang tangannya. Sebuah senyum dia berikan pada putri semata wayangnya yang duduk di sampingnya.
"Bapak tidak apa-apa nak. Kenapa kamu menangis hem?" ucap Rahmat pelan. Dia mengusap air mata yang menganak sungai di pipi anaknya yang mulus.
"Hiks hiks. Maafin Nadia bapak. Nadia belum bisa jadi anak yang berbakti." Nadia memeluk Rahmat. Tubuhnya bergetar di atas tubuh bapaknya.
Bahkan Nadia tidak bisa memberitahukan pada bapaknya tentang kehamilan yang sangat dinanti oleh orang tua itu. Dia tidak mau jika hal itu bisa membahayakan janin yang dikandungnya.
"Kamu anak bapak satu-satunya Nadia. Kamulah sumber kebahagiaan bapak. Bapak akan pergi dengan tenang jika melihat kamu bahagia."
"Bapak tidak boleh bicara seperti itu. Bapak akan sembuh dan melihat... " Nadia menghentikan ucapannya. Dia hampir saja keceplosan. Untuk sementara ini bapaknya tidak boleh tahu. Setidaknya hingga kandungannya cukup kuat.
"Tubuh bapak ini sudah tua. Semua penyakit rasanya sudah pernah mampir di tubuh bapak."
"Bapak tidak boleh bicara seperti itu. Bapak akan sembuh."
Hari ini Nadia berniat untuk menghabiskan waktunya untuk Rahmat. Ini adalah hari Rabu, Juragan Bondan biasanya akan pergi ke kota.
Nadia merawat Rahmat dengan telaten. Menyuapinya. Menyeka tubuhnya di sore hari. Menamaninya berbicara mengenai banyak hal hingga bapaknya tertidur setelah minum obat.
"Nad, kamu harus pulang sekarang." ucap Joni saat Nadia keluar kamar inap Rahmat untuk pergi ke kamar mandi di malam hari.
"Kenapa? Bukannya bapak tidak pulang malam ini?"
"Juragan sudah pulang Nad. Dan dia tadi sudah menghubungiku bahwa dia sudah menunggumu."
"Tidakkah dia pernah berfikir selain urusan di bawah perut Jon?" cibir Nadia.
"Maafkan aku Nadia. Aku tidak bisa membantu. Kamu tahu sendiri bagaimana Juragan." Ya. Bandot tua itu tidak peduli hal lain selain hal yang memuaskan bawah perutnya. Apa yang diharapkan oleh Nadia? Bebas untuk merawat bapaknya yang sedang sakit? Sepertinya itu terjadi hanya dalam mimpi.
"Aku akan tinggal Jon." lirih Nadia membuat mata Joni membola.
"Nadia. Kamu lebih tahu apa yang akan terjadi jika kamu tidak pulang saat ini."
"Apa lagi Jon? Apa yang akan dia gunakan untuk mengancamnya sekarang hah? hiks hiks hiks." Nadia terduduk di lantai. Joni segera mendekatinya. Berniat membantunya berdiri. Nadia menepis tangan Joni. Untung saja puskesmas sepi. Jadi mereka tidak menjadi bahan tontonan.
"Nadia...."
"Pergilah Jon. Biarkan aku sendiri." Nadia Mengusap air matanya. Joni berjongkok di samping Nadia
"Aku mohon pikirkan anakmu." Bisik Joni. "Kamu tidak boleh mendapat hukuman dalam kondisi hamil Nadia. Itu tidak akan baik untuk anakmu."
Hukuman. Beberapa cambukan yang akan Nadia dapatkan jika Dia tidak menuruti kemauan suaminya. Dan mendapatkan hukuman di saat dirinya hamil akan sangat membahayakan janin yang dikandungnya.
Nadia berdiri perlahan. Mengusap air matanya. Menormalkan emosinya yang sempat meluap.
"Narto." panggilnya lirih.
"Saya nyonya muda." Narto mendekat. Daritadi dia hanya bisa mengamati tanpa bisa membantu.
"Aku pulang dulu. Tolong jaga bapak."
"Baik nyonya muda."
Nadia masuk ke dalam kamar inap Rahmat untuk berpamitan sekaligus mengambil tas miliknya. Mencium pipi bapaknya yang sedang tertidur.
"Nadia pulang dulu bapak. Maafkan Nadia tidak bisa menemani bapak lebih lama."
Sepanjang perjalanan, tidak ada yang dilakukan Nadia selain hanya menangis. Joni yang berada di balik kemudi pun tidak bisa banyak membantu. Mau menghibur pun ia tidak bisa. Ia tahi jika apapun yang akan ia katakan, tidak ada yang bisa mengurangi kesedihan Nadia.
Joni merasa tidak berdaya.
...*****...
...Hohoho Area 21+...
...Yang tidak memenuhi syarat harap skip bagian episode ini.......
Benar apa yang dikatakan oleh Joni. Saat tiba di rumah, Nadia mendapati juragan Bondan yang terlihat masam. Dia sudah meminum obat kuatnya satu jam yang lalu. Tapi Nadia belum juga pulang. Sebenarnya dia sudah menyalurkan hasratnya pada Devi, tapi tubuh Devi yang sudah mulai renta tidak dapat mengimbangi kekuatan Juragan Bondan. Dia terlihat kesal saat keluar dari kamar istri pertamanya.
Nadia ditarik begitu saja ke dalam kamar. Bajunya dilepaskan dengan paksa. Tubuh Nadia segera dia lemparkan di atas ranjang setelah semua kain yang dipakai Nadia dia lepas begitu saja. Nadia menggigit bibir bawahnya, berharap jika Juragan Bondan melakukannya dengan pelan sehingga tidak membahayakan anak mereka.
Tubuh Nadia sudah berada dalam kungkungan juragan Bondan dan segera melakukan penyatuan. Nadia patut bersyukur bahwa juragan Bondan melakukannya dengan pelan seperti yang diharapkan Nadia.
Juragan Bondan tersenyum puas. Dia menciumi setiap jengkal tubuh Nadia. Setelah menikmati tubuh Devi yang mulai keriput, jelas dia merasa senang saat menikmati tubuh Nadia yang masih kencang dan mulus.
Juragan Bondan mengerang setelah mendapatkan pelepasan pertamanya. Juragan Bondan mencium kening Nadia. Berhenti sejenak untuk mengatur nafasnya.
Juragan Bondan melakukannya hingga dia merasa puas. Semakin lama tubuh Nadia semakin nikmat menurutnya. Dia melakukannya hingga merasa lemas. Dia menjatuhkan tubuhnya di samping Nadia. Meraih tubuh Nadia ke dalam dekapannya sebelum dia tertidur karena kelelahan.
Di sampingnya, wanita yang baru saja dia nikmati tubuhnya itu meneteskan air matanya. Meratapi ketidak berdayaannya. Di saat dia seharusnya menemani bapaknya yang sedang sakit, dia malah berada di sini. Di dalam pelukan suaminya yang tidak bisa memikirkan hal lain selain memuaskan nafsunya.
Nadia merasa menjadi wanita paling malang sekarang. Dia tidak pernah merasa dicintai. Juragan Bondan? Dia tidak mencintai Nadia. Jika juragan Bondan mencintainya, dia tidak akan menghukum Nadia hanya karena kesalahan kecil yang dilakukan wanita itu. Dia juga tidak akan menolak permintaan kecil Nadia.
Juragan Bondan hanya mencintai tubuh Nadia. Membutuhkan tubuh istri mudanya itu untuk memenuhi nafsu biraninya yang semakin tua semakin tidak terkontrol. Juragan Bondan hanya menganggap Nadia pemuas nafsu belaka.
Dan Nadia tahu betul hal itu. Itulah mengapa dia masih takut jika dia sampai mengecewakan laki-laki tua itu. Nadia tidak pernah merasa nyaman.
*
*
*
^^^~***Aku Istri Muda***~^^^
Terima kasih sudah mampir 😘
...❤❤❤Queen_OK❤❤❤...
...🌾Kediri Raya🌾...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 233 Episodes
Comments
fifid dwi ariani
trus Sukses
2023-07-31
0
Desi Ummu Ihsan
Sudah tua bangkotan tapi pikirannya tidak pernah lepas dari se**ngkang**...amit2
2021-10-03
0
Syafrida Kadir Ida
Nadia km harus berani dan jujur ke juragan bondan klo bapakmu lg sakit...ancam p'bondan klo tdk mengizinkanmu merawat bapakmu
2021-07-31
0