Nadia sedang berada di tumah Rahmat. Kesehatan laki-laki paruh baya itu semakin menurun dari waktu ke waktu. Sudah satu tahun ini Rahmat tidak bisa bekerja. Selama ini kebutuhannya dicukupi oleh juragan Bondan. Tubuhnya semakin kurus. Berbagai penyakit silih berganti menggerogoti kesehatannya.
"Maafkan bapak Nadia." Rahmat memegang tangan anaknya. Mengusap punggung tangan Nadia.
"Bapak bicara apa? Kenapa minta maaf pada Nadia? Seharusnya Nadia yang meminta maaf pada bapak. Di saat bapak membutuhkan Nadia, anakmu yang durhaka ini tidak bisa melakukannya." Air mata Nadia luruh. Menyesali ketidak berdayaannya. Nadia membawa tangan Rahmat dan dia cium keduanya.
Dia sangat ingin merawat bapaknya yang sudah tua dan sering jatuh sakit. Tapi juragan Bondan tidak pernah mengizinkannya. Jangankan menginap, terlalu lama di rumah yang selama dua puluh tahun menjadi tempat bernaungnya itupun dilarang.
Nadia merasa menjadi anak yang tidak berguna. Menjadi anak yang tidak bisa membalas jasa bapaknya. Laki-laki yang telah merawatnya sedari kecil itu sekarang sangat membutuhkan perhatiannya. Namun apa yang dia lakukan? Dia hanya bisa menyewa seseorang untuk menggantikan tugasnya untuk menemani dan merawat Rahmat yang sudah tua.
"Kamu adalah anak bapak yang paling baik Nadia. Kamu sama sekali bukan anak yang durhaka."
"Bapak lihat Nadia sekarang. Dalam kondisi bapak yang seperti ini Nadia tidak ada di dekat bapak. Tidak bisa merawat bapak."
"Ini bukan salahmu Nadia. Bapak tahu pasti apa yang terjadi."
"Kamu baik-baik saja kan di sana? Setelah Sinta pergi dari rumah bapak khawatir sama kamu." Nadia tersenyum. Dia senang jika bapaknya perhatian padanya.
Nadia tidak pernah menceritakan hal buruk yang dialaminya selama berada di rumah juragan Bondan. Tapi sebagai seorang bapak, dia pasti dapat merasakan apa yang dirasakan oleh anaknya.
"Nadia baik-baik saja bapak."
Nadia keluar rumah Rahmat dengan sendu. Memikirkan keinginan Rahmat yang terasa sangat sulit dia kabulkan. Tiba-tiba saja bapaknya itu menginginkan cucu darinya. Bukannya Nadia tidak menginginkan anak. Tapi dia masih merasa belum siap. Cita-citanya belum terwujud.
Dengan hadirnya anak akan membuat konsentrasinya terpecah. Anak didiknya masih membutuhkan bimbingannya. Sanggar keterampilan juga masih belum bisa dia lepaskan begitu saja. Masih perlu bantuan dan perhatiannya.
Tapi permintaan kecil Rahmat sangat mengganggu pikirannya sekarang. Nadia sangat lumrah dengan itu. Seorang orang tua pasti mengharapkan segera menimang cucu setelah menikahkan anaknya. Apalagi Nadia sudah menikah lebih dari dua tahun. Dia takut akan terjadi sesuatu yang buruk jika dia tidak segera memberikan keturunan untuk Juragan Bondan. Padahal lintah darat itu bahkan tidak pernah mengharapkan seorang anak yang lahir. Itu akan membuat tubuh Nadia berubah.
"Kita ke telaga dulu Jon." ucap Nadia setelah mobil yang dikemudikan Joni melaju.
"Kenapa?" dia tahu betul jika Nadia ingin ke telaga, itu artinya dia sedang memikirkan hal yang berat. Tapi sayangnya, dia tidak bisa membantu.
"Aku hanya ingin menenangkan diri."
Joni menurut. Membelokkan mobilnya ke arah telaga kecil di sebelah barat desa. Tempat yang asri dan cocok sebagai tempat untuk merenung karena tempatnya yang berada di luar desa dan yang paling penting tempat itu sepi.
Walaupun berada di pinggir jalan menuju desanya, tapi sangat jarang orang yang berkunjung kesana. Warga desa terlalu sibuk untuk sekedar menikmati keindahan telaga. Sedangkan orang luar juga tidak akan tahu tempat yang indah itu karena tempat ini jauh dari kota dan terpencil.
Sesampainya disana, Nadia turun. Berdiri di pinggir telaga dengan Joni berdiri di belakangnya dengan menjaga jaraknya dua meter di belakang Nadia.
Kedua tangan Nadia bersedekap. Matanya menatap lurus air telaga yang terlihat tenang. Namun Nadia sama sekali tidak menikmati indahnya telaga itu sekarang. Pikirannya sedang berperang dengan hatinya.
Keinginan bapaknya menjadi penyebabnya. Akankah dia mengikuti pikirannya untuk tetap menelan pil kontrasepsi itu. Atau mengikuti kata hatinya untuk memenuhi keinginan bapaknya. Memberikan cucu yang sangat diinginkan oleh bapaknya.
Bapaknya tidak pernah meminta apapun darinya sebelumnya. Tapi apakah ini waktu yang tepat.
Sebagai wanita yang sudah bersuami tentu saja Nadia juga menginginkan seorang anak sebagai pelengkap dalam keluarga kecilnya. Tapi bisakah Nadia merelakan rahimnya mengandung benih dari laki-laki yang tidak dia cintai sama sekali?
"Nad, ada telfon dari Dokter Wati."
Suara Joni membuat Nadia keluar dari perang batinnya. Mengambil handphone yang ada di tangan Joni. Bu Wati memintanya untuk ke rumahnya. Ada sesuatu yang penting yang akan dia sampaikan.
Nadia sudah duduk di sofa ruang tamu rumah dinas Dokter Wati. Di atas meja sudah ada banyak bungkus pil yang Nadia kenali sebagai pil kontrasepsi. Benda kecil itu sangat akrab dengan Nadia dua tahun ini. Pil yang membuat rahimnya tidak tersentuh oleh benih dari suaminya.
Nadia memandang heran. Baru dua minggu dia meminta pil kontrasepsi dari dokter muda itu. Dan masih ada banyak yang tersisa. Kenapa di depannya sudah ada banyak pil yang mungkin bisa digunakan selama satu tahun?
"Nad. Aku akan segera menikah." ucap dokter Wati. Nadia tahu sekarang. Itu artinya dokter itu akan segera pindah.
"Selamat ya Dokter." Nadia tersenyum dan mengulurkan tangannya. Memberi selamat walaupun pernikahannya belum berlangsung. Tapi, ini merupakan kabar yang sangat baik.
"Terima kasih Nadia. Aku juga sekalian mau pamit padamu." Dokter Wati menjeda. Mengambil nafas untuk melanjutkan ucapannya. Sebenarnya dia berat meninggalkan desa itu.
"Aku sudah mempersiapkan pil yang akan cukup kamu gunakan selama satu tahun kedepan."
Nadia tersenyum. Dia merasa beruntung mengenal dokter Wati. Dokter muda itu juga menyayanginya. Menganggap Nadia sebagai adiknya.
"Sepertinya aku tidak membutuhkan pil ini lagi dok." ucapan Nadia membuat Dokter Wati kaget. Dia memandang lekat-lekat wanita di depannya itu.
"Aku tidak bisa terus-terusan egois dokter. Bapakku tiba-tiba menginginkan cucu dariku." Nadia menutup matanya. Mencoba Menahan air mata yang hendak keluar. Dokter Wati memegang tangan Nadia. Memberi kekuatan untuk Nadia. Dia tahu alasan Nadia menunda kehamilan sejak awal pernikahannya. Dia tahu tujuan mulia Nadia.
"Jika kamu yakin itu keputusan yang terbaik untukmu. Aku juga akan mendukungmu Nad. Setidaknya jika ada anak yang lahir dari rahimmu, kamu tidak akan kesepian lagi."
"Dokter benar. Selama ini akulah manusia paling kesepian di dunia." Nadia tersenyum hambar. Hidupnya memang penuh drama.
Hidup di tengah keluarga yang saling menjatuhkan. Di sekolah, guru yang lain memperlakukan dia dengan istimewa. Padahal dia tidak menginginkan itu. Dia ingin diperlakukan seperti orang lain pada umumnya. Tapi mereka takut pada juragan Bondan dan menjauhi Nadia.
Dia dikelilingi banyak orang. Tapi entah mengapa dia selalu merasa sendiri. Selama ini dia menyibukkan diri dengan berbagai kegiatan untuk mengusir kesepian yang melanda dirinya. Semenjak Sinta meninggalkan rumah, hidupnya mendadak suram. Tidak ada yang mengajaknya bicara sebagai orang normal.
Semua orang berbicara dengannya dengan menunjukkan ketakutan yang dibalut apik dengan rasa hormat. Nadia bahkan tidak bisa bicara dengan santai dengan para warga. Mereka semua terlalu takut berbicara pada Nadia yang berstatus istri Muda juragan Bondan. Apalagi dikabarkan bahwa Nadia lah wanita yang paling disukai oleh Juragan mereka. Mereka tentu saja akan menjaga mulut mereka agar tidak mengeluarkan kata-kata yang dapat menyinggung Nadia. Jika itu sampai terjadi, mereka tidak akan bisa membayangkan apa yang akan dilakukan juragan Bondan pada mereka.
*
*
*
^^^~***Aku Istri Muda***~^^^
...Terima kasih sudah mampir 😍...
...Jangan lupa Like ea 👍...
...❤❤❤Queen_Ok❤❤❤...
...🌾Kediri Raya🌾...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 233 Episodes
Comments
fifid dwi ariani
trus ceria
2023-07-31
0
Merlya Yunita
thor jgn jahat2 bgt thor kasian nadia jd pemuas nafsu bpknya mi ta cucu jg
2021-11-01
0
Desi Ummu Ihsan
Hhh sepi dan di sunyi ditengah keramain kasian Nadia..
2021-10-03
0