Dua tahun sudah Nadia terjerat dalam pernikahan paksanya. Nadia juga sudah mendapatkan gelar sarjananya. Dia sekarang sudah bekerja menjadi seorang guru di SD di desanya.
Selama dua tahun ini Nadia berusaha menjalani hidupnya dengan baik. Berbaikan dengan takdir nyatanya membuat dirinya lebih bahagia.
Sinta juga sudah menikah dan pergi dari rumah satu bulan yang lalu. Tepat setelah dia diwisuda. Dan dengan kepergian Sinta dari rumah, itu artinya tidak akan ada lagi yang akan membelanya di rumah itu. Nadia harus melindungi dirinya sendiri mulai sekarang. Dia harus menjadi berani untuk membela dirinya.
Yuli dan Devi selalu berusaha untuk menyiksa Nadia. Tapi sekarang Nadia bertekad akan melawannya. Tidak ada yang bisa menyelamatkannya selain dirinya sendiri. Menjalani hidup menjadi istri kedua memang berat. Apalagi hidup berdampingan dengan istri pertama dan juga anak tiri yang selalu mencari masalah dengannya.
"Apa yang kalian lakukan?" tanya Nadia ketika dia mendapati bekal yang sudah disiapkan oleh pembantunya tersebar di atas meja makan. Bekal itu seharusnya dia bawa ketika berangkat mengajar karena setrlah mengajar di sekolah, dia juga akan mengunjungi sanggar kerajinan yang dia dirikan untuk memberi lapangan pekerjaan untuk para wanita di desa itu.
Devi dan Yuli menggedikkan bahunya. Juragan Bondan sedang berada di kota. Jadi mereka berniat untuk mengerjai Nadia pagi ini.
"Sepertinya sekarang kamu menjadi lebih berani ya." Yuli mendekat dan mengangkat tangannya. Kemudian mengayunkan tangan itu ke pipi Nadia. Dengan sigap, Nadia menangkap tangan Yuli. Yuli dan Devi tersentak mendapati keberanian Nadia. Mereka tidak menyangka jika wanita yang selama ini mereka anggap lemah berani melawan mereka.
"Selama ini aku diam bukan karena aku tidak mampu melawan. Aku diam karena menghargai Sinta. Tapi sekarang, kesabaranku sudah habis." Nadia menghempaskan tangan Yuli dengan keras. Membuat wanita yang usianya lima tahun di atas Nadia itu terhuyung ke depan hingga kepalanya menabrak meja.
"Aku akan mengadukan perilaku burukmu pada bapak. Sekarang sifat aslimu sudah keluar. Dasar Jal*ng busuk!"
"Silahkan adukan saja kalau berani. Kalian pikir aku takut hah?"
"Baiklah. Kamu tunggu saja bapak akan mengusirmu." ancam Devi. Nadia tersenyum miring.
"Kalian kira aku tidak akan senang jika aku keluar dari rumah ini hah? Aku akan berlutut di bawah kaki kalian jika kalian bisa melakukannya."
"Tunggu saja. Aku akan mengadukanmu."
"Ck ck ck. Dasar pengadu. Kalian kira juragan Mesum itu akan percaya begitu saja dengan apa yang akan kalian laporkan hah? Aku sarankan agar kalian diam saja. Aku khawatir malah kalian yang akan keluar dari rumah ini."
"Apa maksudmu sebenarnya?"
"Coba kalian fikir. Jika juragan mesum itu disuruh memilih antara anda yang sudah tua dan tidak bisa memenuhi kebutuhan ranjang juragan Bondan dengan aku yang Ehm... masih menawan ini. Kira-kira siapa yang akan dipilih? Tentu saja aku bukan?" Nadia segera berjalan menjauhi keduanya dengan senyum oenuh kemenangan. Dia yakin dua wanitanitu tidak akan berani lagi menganggunya.
Devi dan Yuli mengepalkan tangannya. Memang benar apa yang dikatakan oleh Nadia. Tentu saja juragan Bondan akan lebih memilih Nadia. Mereka ingat sudah berapa kali mereka memfitnah Nadia. Tapi juragan Bondan tidak percaya begitu saja dan menganggap masalah itu merupakan angin lalu.
Nadia memijat pelipisnya ketika keluar dari rumah. Dia merasa pusing jika setiap hari harus menerima perlakuan kasar mereka. Dia harap apa yang dia lakukan hari ini akan membuat Devi dan Yuli berhenti mengganggunya. Lagipula Nadia juga tidak berniat untuk menikmati harta juragan Bondan di sisa hidupnya nanti.
Yang menjadi ketakutan utama Devi dan Yuli adalah mengenai harta. Mereka takut jika kelak Nadia akan mengambil semua harta dari juragan Bondan. Sudah berapa kali Nadia mengatakan bahwa dia tak menginginkan warisan dari Juragan Bondan. Tapi mereka tidak pernah percaya dan masih saja mencari masalah dengan Nadia.
"Pagi nyonya." sapa Joni. Bodyguard sekaligus sopir yang dipekerjaakan untuk mengikuti Nadia. Nadia hanya menganggukan kepala dan tersenyum.
"Hari ini anda mau jalan kaki atau naik mobil?" tanya Joni. Jarak antara sekolah dan rumah cukup dekat. Hanya setengah jam jika berjalan kaki sudah sampai. Jadi, Nadia lebih memilih jalan kaki untuk menikmati pemandangan dan bertegur sapa dengan warga desa. Gosip miring tentang Nadia juga sudah terlupakan selama perjalanan waktu. Apalagi mereka mendapatkan kebaikan Nadia dengan menampung para wanita untuk bekerja di sanggar keterampilan. Mengajari mereka berkreasi dan membantunya menjual hasilnya. Ekonomi keluarga mereka juga terbantu berkat sanggar itu.
"Hari ini naik mobil saja Jon. Nanti setelah dari sekolan kita mampir ke sanggar sebentar."
"Baik nyonya. Mobilnya akan segera saya siapkan." Joni berlalu untuk mengambil mobil. Nadia duduk di kursi teras untuk menunggu Joni.
Nadia segera masuk ke dalam mobil ketika mobil Joni mendekat. Nadia menyandarkan kepalanya. Memejamkan kedua matanya. Joni melirik nyonyanya dari spion. Mendesah. Ia tahu betul seperti apa nyonya yang dia ikuti. Nadia sangat baik padanya.
"Memangnya aku terlihat sangat jahat ya Jon?" tanya Nadia. Matanya masih terpejam. Mengingat kembali kata-kata sebutan untuk dirinya yang terlantar dari mulut istri pertama dan juga anak tirinya.
"Maksud nyonya?"
"Berhenti memanggilku nyonya Jon. Telingaku gatal mendengarnya."
"Hahaha. Nyatanya anda adalah nyonya saya."
"Berhenti memanggilku nyonya saat tidak ada orang lain Jon. Aku sangat tidak suka mendengarnya"
"Baiklah Nad."
"Begitu lebih baik." Joni memang teman sepermainan Nadia saat masih kecil. Dia juga menikah dengan teman Nadia.
"Kamu adalah orang yang baik Nad. Tidak jahat."
"Tidak Jon. Aku memang jahat. Aku ini pelakor, jal*ng."
"Itu tidak benar Nad. Aku tahu persis apa yang terjadi dalam hidupmu."
"Hahahaha. Bukankah hidupku sangat menyedihkan Jon?"
"Semangatlah Nad. Aku yakin semua akan segera membaik."
"Jon, Kira-kira juraganmu itu kapan matinya?"
"HAHAHAHAHAHAHAHA." Joni tertawa mendengar pertanyaan konyol Nadia. Memangnya dia malaikat pencabut nyawa yang sudah diberi list nyawa mana saja yang harus dia ambil.
"Kenapa malah tertawa?"
"Sudah berapa kali kamu tanyakan itu padaku hah?"
"Memangnya sudah pernah ya?" Nadia memasang wajah cengonya. Mengesalkan.
"...." selama mengikuti Nadia, sudah ratusan kali wanita cantik itu bertanya hal tidak masuk akal seperti itu.
"Kamu itu istri yang aneh yang mengharapkan suaminya mati. Kamu mau jadi janda? Jadi janda itu tidak mudah lo Nad."
"Tahu apa kamu kalau jadi Janda itu tidak mudah. Bagiku lebih baik jadi janda dari pada menjadi istri kedua seperti sekarang."
"Sudah sampai Nad." Dia tidak mau meneruskan pembatasannya lagi. Tidak akan ada habisnya membahas hidup Nadia yang rumit.
Mobil itu berhenti. Joni segera turun dan membukakan pintu untuk Nadia. Nadia segera turun. Melenggang masuk ke halaman SD tempatnya mengabdikan diri. Sudah dua tahun ini dia menjadi guru magang disini. Menjalani kehidupan normal barang sejenak. Kehidupan yang memang dia inginkan sebelum dia menjadi orang lain saat sudah berada di rumah.
Terima kasih sudah mampir 😘
^^^~***Aku Istri Muda***~^^^
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 233 Episodes
Comments
fifid dwi ariani
trusberkarya
2023-07-31
0
Yunia Afida
semangat terus👍💪💪💪💪💪
2021-11-06
0
Desi Ummu Ihsan
Harus kuat Nadia...bagaimana ya nasib Pak Rahmat ayah Nadia?
2021-10-03
1