Nadia mengobati luka Rahmat yang baru saja dipukuli oleh anak buah Bondan. Dengan telaten Nadia mengoleskan krim di atas luka yang terlihat. Rahmat diam mengamati anaknya dengan tatapan yang sulit diartikan.
Rahmat kecewa terhadap dirinya sendiri. Sebagai seorang bapak, dia merasa gagal menjadi bapaknyang baik untuk Nadia. Bahkan dirinya sendirilah yang telah membawa sang anak yang seharusnya ia lindungi menjadi terancam hidupnya.
Semua orang di kampung ini tahu siapa Juragan Bondan. Pria paruh baya yang walaupun sudah mempunyai istri namun tetap suka jajan di luar. Tapi jika untuk memuaskan nafsunya belaka itu mudah dia lakukan, kenapa dia harus merusak masa depan gadis yang seumuran dengan anaknya?
Rahmat yakin kehidupan Nadia di rumah Bondan kedepannya tidak akan seindah apa yang dihayalkan para wanita yang sering berandai-andai menjadi istri dari orang terkaya di kampungnya itu.
Di sawah, Rahmat sering mendengar para janda, ibu-ibu bahkan para gadis yang berandai menjadi salah satu istri Juragan Bondan. Mereka bilang pasti kehidupan mereka akan bahagia karena hidup dalam gelimang harta yang kata orang tidak habis tujuh turunan. Tapi apakah rasa bahagia itu cukup hanya dengan harta yang berlimpah?
Menurut kebanyakan orang di kampung kecil seperti kampung Nadia itu memang benar. Harta merupakan indikasi kebahagiaan seseorang. Orang yang banyak harta akan dihargai dan disegani. Mereka dihormati layaknya seorang raja. Sedangkan orang yang mempunyai perekonomian di bawah garis kemiskinan dipandang paling rendah di antara masyarakat. Dihina dan dicaci yang harus mereka terima.
Hidup di kampung yang masih kolot serta kesulitan mencari nafkah membuat orang berlomba-lomba untuk mengumpulkan harta dengan berbagai macam cara. Banyak gadis di desa itu yang sudah tidak perawan. Dan siapa lagi pelakunya jika bukan Juragan Bondan dan Antek-anteknya yang telah mengambil kesucian mereka.
Bahkan beberapa gadis rela datang ke tempat juragan Bondan untuk menawarkan tubuh mereka dengan imbalan beberapa lembar uang bergambar proklamator. Harga sebuah keperawanan yang sangat rendah di mata orang kampung yang kurang pengetahuan.
Tapi Rahmat selalu mengajarkan kepada anak dan istrinya bahwa kebahagian itu terletak dalam kepuasan hati setiap manusia. Nadia selalu di ajarkan untuk puas dengan apa yang diraih dengan usahanya sendiri.
"Maafkan bapak Nadia." kata itu keluar memecah keheningan yang melanda.
"Kenapa bapak minta maaf?." Nadia mendesah. Dia tahu bapaknya merasa bersalah terhadap dirinya. Menikah bukanlah sesuatu yang sederhana. Bahkan Nadia dipaksa menikah dengan orang yang berumur dua kali umurnya. Sungguh bukan sesuatu yang sepele.
"Sebenarnya bapak meminjam uang pada juragan Bondan Untuk biaya ibumu di rumah sakit." Nadia bergeming. Kini dia tahu apa yang membuat Juragan Bondan bisa berbuat sejauh itu. Juragan Bondan memang kejam. Tapi jika tidak membuat masalah dengannya, dia juga tidak akan membuat masalah.
"Tidak apa-apa bapak. Semuanya demi ibu." kata Nadia sambil terus mengompres memar di tubuh Rahmat dengan air hangat agar rasa sakitnya berkurang.
"Tapi walaupun begitu ibumu tidak dapat selamat. Kini ayah menyesal pernah meminjam pada juragan Bondan."
"Ibu meninggal itu sudah menjadi takdir ibu Pak. Kalau ibu sekarang masih hidup, ibu belum tentu sehat seperti dulu. Ibu sekarang bahkan sudah terbebas dari rasa sakit yang beberapa tahun ini menyiksanya Pak."
"Kamu benar nak. Ternyata anak bapak ini sudah dewasa." Rahmat membelai lembut surai hitam milik Nadia.
Sudah dua tahun Jamilah, istri Rahmat menderita gagal ginjal. Harta keluarga mereka yang tak seberapa sedikit demi sedikit terkuras untuk biaya Jamilah yang harus bolak-balik cuci darah.
Setelah dua tahun melawan penyakitnya, tiga bulan lalu tubuh Jamilah drop dan kembali menjalani rawat inap di rumah sakit kota. Dokter menyarankan untuk melakukan pencangkokan ginjal. Kebetulan ada donor ginjal yang sesuai dengan Jamilah.
Dengan membawa harapan besar, Rahmat akhirnya memberanikan diri meminjam uang pada Bondan. Lintah darat di kampungnya yang terkenal kejam.
Saat itu tak terfikirkan oleh Rahmat bagaimana cara dia untuk membayar hutang yang jauh di atas kemampuannya. Tiga puluh juta bukanlah uang yang sedikit bagi orang desa seperti dirinya. Apalagi pekerjaannya hanyalah seorang kuli bangunan dan serabutan.
Namun setelah menjalani pencangkokan ginjal, keadaan Jamilah tidak lebih baik dari sebelumnya. Jamilah bahkan terkena komplikasi setelah itu, hingga satu Minggu yang lalu Jamilah menghembuskan nafas terakhirnya.
Nadia yang sekarang semester Empat jurusan PGSD di salah satu universitas negri di Jakarta pun terpaksa harus mengambil cuti karena kematian sang Ibu.
Nadia kuliah dengan jalur beasiswa. Dan untuk mencukupi kebutuhan hidupnya selama di kota, Nadia bekerja sebagai pelayan kafe setelah pulang dari kampusnya.
Selama di kota, Nadia hanya fokus untuk belajar dan bekerja. Sehingga dia tidak begitu mengenal teman-temannya. Dia bahkan tidak bisa menikmati masa-masa remaja seperti mahasiswa pada umumnya yang hobi nongkrong di kantin ataupun ikut dalam acara yang di adakan pihak kampus ataupun organisasi mahasiswa disana.
Kehidupan Nadia berjalan monoton. Berangkat ke kampus langsung menuju ke kelas atau ke perpustakaan jika ada waktu senggang. Dia juga lebih senang membawa bekal daripada membeli makan di kantin. Itu dia lakukan untuk menghemat biaya kehidupannya.
Setelah pulang dari kampus dia langsung pergi ke kafe tempatnya bekerja. Nadia hidup mengandalkan gaji yang didapat dari sana. Sebagian dari gajinya ia sisihkan untuk dia kirim kepada orang tuanya di kampung.
Satu-satunya teman Nadia di kota adalah Deby. Teman satu kelas dan juga satu tempat kerja dengannya. Dialah satu-satunya orang yang mengetahui beban hidup yang harus ditanggung Nadia.
Tapi untuk masalahnya sekarang, Nadia memutuskan untuk menyimpan rapat-rapat untuk dirinya sendiri. Tidak ada bedanya jika dia berbagi cerita dengan sahabatnya itu. Yang ada malah rasa kasihan yang mungkin akan menimbulkan rasa bersalah dari teman yang teramat baik itu dikarenakan tidak mungkin untuk membantu Nadia keluar dari masalahnya.
Nadia terkenal udik dan aneh di kampus. Wajah cantiknya tertutup dengan penampilan culun dan kampungannya. Dia tak peduli apa yang dikatakan orang lain tentang penampilan nya. Memang dia anak kampung. Jadi dia tidak pernah marah diolok-olok seperti itu.
Deby lah yang selalu membelanya dari gangguan mahasiswa kurang kerjaan yang suka membully Nadia. Deby selalu menjadi tameng Nadia jika ada mahasiswa julid padanya.
"Kamu harus pergi dari sini nak." Rahmat berfikir itulah satu-satunya cara agar masa depan anaknya terselamatkan.
"Jika aku pergi. Bapak juga pergi." Nadia memegang lengan ayahnya.
"Tidak nak. Jika kita pergi berdua bapak rasa itu tidak akan berhasil."
"Tidak pak. Kita akan Keluar dari desa ini bersama. Kita akan menjauh sejauh-jauhnya dari sini. Kita akan ke kota yang jauh. Aku akan mencari kerja disana. Kita mulai kehidupan kita berdua disana." tak mungkin jika dia kembali ke Jakarta. Juragan Bondan pasti akan dengan mudah menebak jika mereka disana.
"Bapak lebih rela mendekam di jeruji besi daripada menikahkanmu dengan juragan Bondan."
"Bapak tidak boleh bicara seperti itu. Nadia tidak akan membiarkan bapak dipenjara. Ayo kita bersiap-siap."
Nadia berdiri dan memasukkan bajunya dan baju bapaknya ke dalam tas masing-masing karena mereka memandang tidak banyak memiliki baju. Mereka juga tidak punya barang berharga untuk mereka bawa. Hanya baju dan juga foto-foto keluarga mereka yang bisa dihitung sebelah jari saja.
Rahmat mengamati anaknya yang tengah bersiap. Dia berharap anaknya selamat. Dia sendiri tidak yakin bisa keluar dari desa ini karena tubuhnya lemah dan jalannya pun pincang karena tendangan keras anak buah Bondan mengenai tulang kakinya.
Nadia dan Rahmat mengendap-endap lewat pintu belakang rumah mereka pada tengah malam. Mereka pergi seperti seorang pencuri yang telah berhasil mencuri dengan yang dimasukkan ke dalam dua tas yang dibawa Rahmat dan Nadia dengan susah payah.
Keduanya celingukan mengamati sekitar agar tidak ada satu orangpun yang menyadari kepergian mereka.
Untung tak dapat diraih, malang tak bisa ditolak. Ternyata pergerakan mereka sudah diketahui oleh salah satu anak buah Bondan.
*
*
*
...Terima kasih sudah membaca 😘...
...Jangan lupa like ya 👍...
...Salam sayang 😘...
...❤️❤️❤️Queen_OK ❤❤❤...
...🌾Kediri Raya🌾...
"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 233 Episodes
Comments
Elfin Carolina Arikalang
aduh ... smoga ada yg bantu Nadia dri Bondan
2022-07-27
0
Sri Soedarta
kasihan Nadia thor
2022-06-26
0
zoya cantik
hadiiir
2021-11-05
0