Aku Istri Muda
Nadia dan Rahmat sedang makan malam di rumah mereka. Mereka berdua dikejutkan oleh suara gedoran pintu disertai suara seseorang yang memekakkan telinga.
"Rahmat keluar kamu!" Rahmat membeku mengenali suara laki-laki yang memanggil namanya.
"Kenapa juragan Bondan mencari bapak?" tanya Nadia yang juga mengenali suara laki-laki paling terkenal di desa mereka.
"Kamu di dalam saja. Sembunyi di kamar mandi. Jangan keluar apapun yang terjadi." pesan Rahmat pada anak gadisnya.
"Ada apa pak?" Nadia bingung melihat bapaknya panik.
"Kamu nurut sama bapak."
Mendengar perintah dari bapaknya itu, Nadia segera berjalan menuju kamar mandi rumahnya yang berada di ujung dapur.
Rahmat segera menuju ruang tamunya setelah melihat anaknya masuk ke kamar mandi.
Dibukanya pintu yang digedor oleh anak buah Bondan dengan was-was. Setelah pintu terbuka, terlihatlah Juragan Bondan yang berdiri dengan angkuhnya di tengah-tengah antek-anteknya.
"Juragan." Rahmat mendekati Juragan Bondan.
Salah satu antek Juragan Bondan menarik kerah Rahmat dan melemparkan Rahmat di bawah kaki Juragan Bondan. Rahmat seketika memeluk kaki pria di depannya.
"Maaf juragan saya belum bisa membayar hutang." kata Rahmat gemetar.
"Tenang saja Rahmat, aku kesini bukan untuk menagih hutangmu."
Kata-kata yang keluar dari bibir Juragan Bondan bukannya menenangkan Rahmat justru membuat wajahnya memucat.
Dia ingat dulu laki-laki yang usianya beberapa tahun di bawahnya itu pernah melamar anak gadisnya saat Nadia baru lulus SMA. Kini Rahmat takut jika laki-laki itu memanfaatkan kesempatan ini untuk melanjutkan niatnya.
Juragan Bondan meraih bahu Rahmat. Pria buncit itu membantu Rahmat berdiri. Bondan melihat rumah sederhana yang ada di depannya.
Juragan Bondan menyeringai. Dia masuk seperti dialah yang punya rumah. Setelah salah satu kursi dibersihkan oleh anak buahnya, Juragan Bondan duduk di kursi tersebut. Rahmat sendiri duduk di depan kursi yang berhadapan dengan Juragan Bondan.
"Dimana dia?" Mata Bondan menelisik ke dalam rumah. Mencari tahu keberadaan gadis yang umurnya jauh di bawahnya.
"Maksud juragan siapa?" tanya Rahmat. Padahal dia tahu betul siapa yang ditanyakan oleh laki-laki lintah darat di depannya. Dia juga tahu kebohongannya mungkin tidak bisa menyelamatkan anak gadisnya. Namun tidak ada salahnya kan jika dia berusaha?
"HAHAHAHAHAHAHAHA." juragan Bondan tertawa diikuti semua anak buahnya. Tawa mereka menggema di dalam rumah kecil milik Rahmat. Menghadirkan rasa takut di hati Rahmat dan Nadia.
Tawa kesepuluh laki-laki bertubuh kekar itu terhenti seketika berhenti saat melihat tangan kanan Juragan Bondan di angkat.
"Tentu saja Nadia. Masak kamu yang sudah jelas-jelas ada di depan saya. Dan yang paling tidak mungkin adalah Jamilah. Dia kan sudsh di dalam kubur. Hahahaha." tawanya diikuti oleh seluruh anak buahnya lagi. Namun sekarang, tanpa isyarat tawa mereka berhenti saat tawa dari sang Bos berhenti.
"Nadia sudah kembali ke kota Juragan." Nadia sebenarnya kuliah di Jakarta, tapi sudah lima hari dia pulang ke kampung karena ibunya baru saja meninggal.
Bondan berdiri dari duduknya. Mendekati Rahmat yang duduk sambil meremas kedua tangannya. Diraihnya kerah baju laki-laki paruh baya bertubuh kurus itu.
"Berani kamu membohongi saya hah?!" teriak Bondan sambil mendorong tubuh Rahmat sampai terjatuh di lantai.
"Maaf juragan tapi Nadia memang sudah pulang." tangan Rahmat mengeluarkan keringat dingin.
"Jangan bohong kamu!" Kini kaki Bondan mendarat keras pada perut datar Rahmat.
"Argh." Teriak Rahmat sambil menahan nyeri di perutnya yang terkena tendangan keras dari Bondan.
Rahmat berharap agar pembicaraan di ruang tamu rumahnya tidak didengar oleh sang anak. Tapi dengan rumahnya yang kecil itu tidak mungkin jika suara mereka tidak terdengar dari kamar mandi rumahnya.
Di dalam kamar mandi, Nadia berusaha mencerna apa saja yang tertangkap oleh indra pendengarannya. Dia menutup mulutnya saat mendengar teriakan bapaknya yang menahan sakit.
Susah payah dia menahan diri agar tidak keluar dari tempat persembunyiannya saat ini. Dia tak mau pengorbanan bapaknya akan sia-sia.
"Keluar kamu Nadia!" teriak Bondan. "Aku tahu kamu ada di rumah. Keluar kamu kalau kamu tidak mau bapak miskinmu ini terluka!" lanjutnya.
"Baiklah kalau itu maumu" kata Bondan saat tidak mendapati Nadia.
"Kalian semua hajar Rahmat!"
Mendengar perintah dari bosnya, sepuluh laki-laki berwajah sangar itu menghajar Rahmat. Menendang dan memukul tubuh kurus itu tanpa secara bertubi-tubi.
"Hentikan juragan. Jangan pukuli bapak saya."
"Nadia muncul dari balik kain lusuh yabg tergantung di pintu yang berguna untuk korden itu. Mendengar suara Nadia, seluruh kekejaman yang diterima oleh Rahmat seketika berhenti.
Antek-antek Juragan Bondan juga mundur dan memberi jalan untuk Nadia mendekat dan memeluk tubuh bapaknya yang sudah terkulai di lantai dengan sekujur tubuh penuh memar dan juga luka.
"Akhirnya kamu keluar Nadia."
Juragan Bondan mendekat dan meraih dagu Nadia. Seketika Nadia menepis tangan kasar yang menyentuh dagunya.
"Jangan galak-galak sayang."
Sekali lagi Juragan berusaha untuk meraih dagu Nadia, namun karena Nadia cepat berpaling, tangan Bondan menyentuh rambut panjang Nadia.
Juragan Bondan mencium tangan yang baru saja dia gunakan untuk meremas rambut halus milik Nadia. Senyum mesum terlihat di bibir tebalnya.
"Rambutmu halus sekali sayang. Harum." Nyatanya kalimat pujian yang dilontarkan Juragan Bondan tidak membuat Nadia tersanjung. Untuk pertama kalinya dia merasa lunturnya kebanggaan pada surai hitam miliknya. Nadia memalingkan wajahnya. Dia jijik melihat senyum mesum milik Juragan Bondan.
"Ah jadi tidak sabar. Rahmat persiapkan anakmu besok untuk jadi pengantinku!"
JEDAAARRR
Tubuh Nadia mendadak kaku. Titah Juragan Bondan terdengar seperti gemuruh angin topan yang meluluh lantakkan kehidupannya.
Rasanya, mimpinya menjadi seorang guru hancur oleh satu kalimat mematikan yang diucapkan sang rentenir.
"Saya akan membayar hutang saya juragan." Rahmat kembali memeluk kaki Juragan Bondan.
"Kamu mau bayar dengan apa hah? Ck. Rumahmu bahkan lebih pantas disebut kandang ayam." ejek Juragan Bondan setelah memindai rumah tempatnya berdiri Sekarang.
"Saya akan bekerja dengan sungguh-sungguh juragan."
"Aku tidak yakin kamu bisa membayar hutangmu dengan kerjamu sebagai kuli bangunan. Bahkan untuk makan saja aku yakin kamu kesulitan."
Rahmat terdiam. Itu memang benar. Apa yang dikatakan oleh Juragan Bondan benar adanya. Selama ini dia dan keluarganya memang kesulitan bahkan hanya untuk makan kadang dia bingung.
"Setidaknya kasihanilah anakmu yang cantik ini. Dia tidak pantas hidup denganmu yang miskin." Kata Bondan sambil memandang Nadia penuh nafsu.
"Sampai jumpa besok calon istriku." Juragan Bondan mencolek pipi Nadia yang terdiam mematung setelah mendengar kalimat mematikan dari mulut Bondan.
Bondan dan antek-anteknya pergi setelah memberi ketakutan kepada dua orang yang tengah terduduk di lantai dengan perasaan yang sama-sama hancur.
Hutang Rahmat untuk biaya rumah sakit Jamilah istrinya telah menimbulkan masalah yang serius pada anaknya. Sunggub dia tidak menyangka kejadian buruk ini menimpa keluarganya.
*
*
*
...Hallo Hay Reader. Ini karya Author yang ke empat. Semoga suka ya......
...Terima kasih sudah membaca 😘...
...Jangan lupa like ya 👍...
...Salam sayang 😘...
...❤️❤️❤️Queen_OK ❤❤❤...
...🌾Kediri Raya🌾...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 233 Episodes
Comments
fifid dwi ariani
trus sehat
2023-07-30
0
Dick Roell
👍👍👍👍👍👍
2022-04-15
0
Suci Nurriski
mmpiiiir
2021-10-25
0