Kesepakatan

Happy Reading.

***

Hawa mencekam sangat terasa di dalam sebih ruangan yang berada di istana. Kedua orang itu masih saja berdebat walau perdebatan mereka tidak sampai memakai otot.

"Yang Mulia, penawaranmu memang sangat menggiurkan tapi resikonya lebih besar. Jika lengah hamba bisa saja terbunuh" Ungkap Jia geram.

Liang hanya tersenyum misterius kepada wanita keras kepala di depannya.

"Jadi kau meremehkan kekuasaanku?" Tanya tajam Liang.

"Hamba tidak berani untuk meremehkan Kekuasan Yang Mulia tapi permintaan yang mulia sangat berbahaya" Jelas Jia lagi.

Memangnya siapa yang mau masuk ke dalam bahaya walau imbalannya sangat besar sekalipun.

"Selirku kau hanya harus mengalihkan perhatian Perdana menteri dengan mengusik anaknya" Balas Liang, ia sebenarnya cukup kesal dengan perdebatan mereka tapi demi mencapai tujuannya ia harus melakukannya.

"Perdana menteri tidak akan memakai cara halus untuk menyingkirkan hamba, mungkin saja malah orang di dekat hamba yang terluka" Jelas Jia, ia sangat mengkhawatirkan orang-orang yang di dekatnya terluka.

"Untuk itu aku akan menempatkan pengamanan ekstra" Jawab Liang.

"Lalu jika hamba terbunuh, bagaimana dengan imbalannya?" Tantang Jia.

"Aku akan senang hati menguburkan jasadmu di makam keluarga kerajaan beserta imbalannya" Jawab Liang santai.

"Cih, hamba rasa ini bukan permintaan tapi perintah" Tebak Jia, ia dengan kasar langsung meminum teh untuk membasahi tenggorokannya.

"Kau cukup pintar. Pikirkanlah lagi imbalannya, selain kebebasan yang akan keluargamu dapatkan juga beserta jaminan hidup sejahtera" Rayu Liang.

Liang cukup yakin bahwa Jia tak akan menolak kebebasan untuknya dan keluarganya. Memasukan selir Liu juga termasuk agar rencana ini bisa berjalan lancar.

Mengekang Kedua saudara Li, lalu memancing mereka untuk menuruti perintahnya dengan iming-iming kebebasan.

Katakanlah Liang seorang Tirani, tapi ia melakukan semua ini untuk rakyatnya yang sedang dimonopoli oleh Perdana Menteri.

"Anda tak lain seperti kaisar Tirani" Ucap Jia rajam.

"Hahaha, selirku yang manis terlalu memuji. Jadi bagaimana?" Tanya Liang dengan seringai yang sialnya sexy di mana Jia.

Jia berfikir untuk segala kemungkinan, hidup di istana juga tidak seaman kehidupan di luar. Lagipula Liang sudah bersedia untuk melindungi kakaknya beserta orang terdekatnya.

"Baiklah, hamba menerimanya" Putus Jia walau berat.

"Pilihan yang bagus Selirku" Puji Liang.

"Ah, perdebatan kita sangat membuatku kelelahan. Selirku bisa kau memijat badanku" Pinta Liang menyeringai.

"Heh, kenapa anda tak memanggil orang lain" Tolak Jia, ia langsung berdiri dari duduknya dengan pipin yang bersemu merah.

"Tidak selirku, aku tidak ingin orang lain menyentuk tubuhku" Goda Liang, ia mulai melepas pakaian atasnya dan menampakkan tubuh tegap nan kekar hasil kerja keras Liang.

Jia mulai salah tingkah saat melihat kelakuan Liang, seumur-umur belum pernah ia melihat seorang pria bertelanjang dada.

"Selirku kenapa wajahmu merah?" Goda Liang, ia berjalan menghampiri Jia yang berdiri dengan wajah terduduk.

Jantung Jia menjadi mengila, bagaimana tidak. Kini Liang sudah berdiri dihadapannya dengan telanjang dada.

"Hamba tak pandai memijat yang mulia" Kilah Jia.

"Ah, bagaimana ku beri dua pilihan kau yang memijatmu atau aku yang memijatmu?" Tanya Liang dengan seringai yang semakin lebar.

Sementara Wajah Jia semakin bersemu merah.

"H-hamba akan memijat yang mulia" Jawab Jia dengan gugup.

"Pilihan yang tepat walau aku sedikit kecewa" Balas Liang, ia memberi isyarat kepada Jia untuk mengikutinya

Liang memposisikan tubuhnya tertelungkup, sementara Jia masih mencoba berkonsentrasi.

"Ayo cepat!" Titah Liang tak sabar.

"B-baik yang mulia" Jawab Jia.

Tangannya mulai menyentuh tubuh kekar Liang secara perlahan dan tak lupa dengan gemetar.

"Tanganmu lumayan kasar untuk ukuran seorang wanita" Komentar Liang.

"Hamba lebih suka berlatih pedang daripada mempercantik diri. Apa Yang Mulia terganggu?" Balas Jia, tangannya masih memijat bahu Liang dengan selembut mungkin.

"Tidak masalah, malah aku suka sensasinya" Balas Liang dengan nada menggoda.

Liang kadang merasa aneh pada dirinya, kenapa saat bersama Jia ia sangat menyukai kegiatan menggoda wanita itu. Padahal Liang sangat membentengi dirinya dari para selir.

Ia bahkan selalu memanipulasi seolah selir yang melayaninya benar-benar melayaninya, padahal Liang sama sekali tak menyentuh mereka.

"Y-yang Mulia?" Ucap Jia saat Liang meraih tangan kanannya dan mencium tangan tersebut.

Liang menatap Jia dengan intens seolah ingin melahapnya, bibirnya masih setia mencium tangan Jia.

Pipi Jia kembali bersemu merah, apalagi saat Liang mulai merapatkan duduknya ke arahnya.

Perlahan tangan Liang meraih pinggang Jia dengan lembut dan menarik ke arahnya.

Tubuh mereka bersentuhan walau masih terhalang Hanfu Jia.

"Yang Mulia Hamba belum bisa melakukan" Ungkap Jia berusaha menghindari tatapan ganas Liang.

"Aku tak akan memaksamu, tapi jangan pernah mencoba menjaga jarak dariku" Balas Liang sambil menjauhkan badannya.

Liang segera berbaring di ranjang itu, sementara Jia masih pada posisinya.

"Mau ke mana?" Tanya Liang saat melihat Jia berdiri dan hendak pergi.

"Hamba akan tidur di kursi agar tidak menganggu Yang Mulia" Jawab Jia.

"Tidurlah di sini aku tak akan macam-macam" Ucap Liang yang membaca niat Jia.

"Tapi..."

"Ini perintah" Tungkas Liang.

Mau tidak mau Jia segera berbaring di sisi Liang, ia berbaring sejauh mungkin dari Liang.

"Ck, jika kau berbaring terlalu jauh kau akan terjatuh" Guma Liang, ia langsung menarik Tubuh Jia ke dalam pelukannya.

Jia langsung merasakan bahwa tubuhnya menegang saat Liang Menariknya ke dalam pelukan dan menenggelamkan wajah cantik itu di dadanya.

Padalah Jia sudah bertekad tidak menunjukkan sisi seperti ini kepada Liang, tapi saat bertemu dengan Liang pertahanan itu seolah runtuh.

"Yang Mulia" Guma Jia, ia sangat risih dipeluk erat seperti ini.

"Diamlah" Titah Liang.

Liang perlahan mengelus surai hitam nan lembut itu, ia sangat menyukai tekstur dan aroma Rambut Jia. Ia kembali mengingat pertemuan pertama dengan Jia, pada saat itu ia habis dari kediaman Permaisuri lalu seorang gadis menabraknya.

Awalnya ia tak terlalu peduli tapi saat tau siapa gadis itu, Liang terpaksa mengajaknya masuk ke dalam rencana.

"Selirku" Panggil Liang.

Namun tak ada yang menjawab.

Liang segera memeriksa wanita di dalam pelukannya dan ia sedikit terkekeh geli saat melihat Jia sudah terlelap.

Perlahan dengan penuh kehati-hatian ia melepaskan pelukan pada Jia, Liang duduk dan segera memakai kembali baju yang tadi ia lepas.

"Cheng!" Panggil Liang

Tak lama Cheng keluar dari persembunyiannya.

" Hormat Hamba Yang Mulia" Hormat Cheng sambil berlutut.

"Cheng, kau jaga Jia Li. Aku akan ke sana" Titan Liang, kini ia sudah beediri di hadapan Cheng.

"Hamba Mengerti Yang Mulia" Jawab Cheng lalu ia segera kembali.

Setelah kepergian Cheng, Liang berbalik dan memastikan bahwa Jia terselimuti dengan baik.

Jia sedikit bergerak namun tak menunjukkan tanda akan segera bangun dan itu membuat Liang tersenyum geli.

Setelah memastikan Jia terselimuti, Liang segera bersiap untuk pergi ke suatu tempat.

***

Terpopuler

Comments

senja

senja

hmmmm makanya blm ada anak, ternyata mmg Kaisar blm niat

2020-05-25

2

Hesti Khoiriyah

Hesti Khoiriyah

uuppp...

2020-03-25

6

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!