Suasana di ruang rawat Rey terasa hening, penghuni nya tampak fokus dengan aktifitasnya masing-masing. Rey kembali melanjutkan mengecek pekerjaannya yang belum selesai, sedangkan ketiga wanita yang mengunjunginya tampak sibuk dengan ponsel mereka masing-masing. Sesekali ekor mata Rey melirik gadis pujaannya yang kadang tersenyum sendiri sambil menatap layar ponsel di tangannya. Entah kenapa hati Rey terasa panas melihat hal itu. "Apa dia sedang chattingan bersama teman lelakinya, kenapa dari tadi dia tersenyum sendiri?" Gumam Rey merasa cemburu tanpa tahu kebenarannya lebih dulu.
Hingga kedatangan Jordy perhatian Rey dan juga yang lainnya. Jordy terlihat membawa selembar kertas di tangannya. "Bos, sudah bisa pulang sekarang." Seru Jordy sambil menunjukkan kertas berupa keterangan izin pulang dari pihak rumah sakit. Ketiga wanita yang duduk di sofa pun datang menghampiri Rey di ranjangnya.
Rey mengangguk lalu meraih kertas itu dan melihatnya sekilas. Kemudian memberikannya lagi pada Jordy agar dia menyimpannya dengan baik. Rey menyelesaikan pekerjaannya, menutup laptopnya dan menyimpannya di atas meja. Ia mencoba menurunkan kedua kaki nya dari atas ranjang. Jordy dengan cepat membantu Rey untuk duduk di kursi roda yang sudah di sediakan.
Rey yang sudah duduk di atas kursi roda menoleh pada Nayla dan menatapnya dengan tatapan memelas. "Kamu mau membantu mendorong kursiku Nay?" tanya nya kemudian.
Nayla jadi kelabakan, dan membulatkan matanya dengan sempurna. "Aku?" Ucap nya sambil menunjuk dirinya sendiri.
Rey mengangguk pasti. "Siapa lagi? bukankah kau perawatku sekarang? Kau bisa mulai dengan membantuku mendorong kursi ini." Sahut Rey, bukannya minta tolong tapi lebih terdengar seperti memerintah.
Nayla menghela nafas. Kok ada orang minta tolong seperti itu. Tapi Nayla tidak mau berdebat sekarang, lebih baik ia mengiyakan saja keinginan lelaki itu.
"Baiklah, aku akan membantumu." Dengan langkah malas Nayla menghampiri Rey dan mendorong kursi yang di duduki oleh Rey .
Rere melihatnya hanya bisa terkekeh, melihat tingkah abangnya menyerang Nayla terus-terusan. Ternyata sang Abang pintar juga buat modusin cewek. "Pinter banget sih, si Abang." gumam Rere sambil menahan tawanya.
Ia pun mengikuti abangnya dari belakang, di ikuti juga oleh mama Rania dan juga Jordy yang membawakan tas besar bawaan mereka.
Mereka pun bergegas menuju lantai dasar rumah sakit kemudian masuk ke dalam mobil yang di sediakan oleh Jordy yang sudah terparkir di depan pintu rumah sakit. Jordy duduk di kursi kemudi dengan mama Rania yang duduk di sampingnya. Dan Rey duduk di belakang kursi penumpang. Jordy melajukan mobilnya menuju kediaman bosnya tersebut.
***
Setelah menempuh perjalanan yang sedikit memakan waktu karena harus terjebak kemacetan di jam aktivitas pulang kerja di kota besar itu. Akhirnya mobil tersebut sampai dengan selamat dipekarangan rumah Rey. Jordy langsung keluar dari mobil dan mengambil kursi roda yang di simpan di bagasi, Jordy hendak membantu Rey turun dan mendudukkan tubuh bosnya itu di kursi roda lagi, tapi lelaki itu menolaknya dengan tegas. "Aku masih bisa berjalan." Serunya saat kakinya sudah mendarat dengan sempurna di atas tanah yang berlapis aspal.
Jordy melongo takjub melihat tingkah bosnya tersebut, bukannya tadi di rumah sakit ia terlihat lemah dan berharap Nayla mendorongnya dengan kursi roda? Kenapa sekarang bosnya terlihat sangat kuat saat tidak ada gadis itu?
Mereka pulang memang tanpa Nayla dan juga Rere. Kedua gadis itu memilih pulang dengan menggunakan motor Nayla yang ia bawa bersama Rere ke rumah sakit tadi. Entah kemana dulu mereka, hingga mobil Rey bisa terlebih dulu sampai di rumahnya, apa iya mereka kena macet juga. Harusnya kan motor bisa lebih cepat jika jalanan sedang macet. Huh, jika ingat itu Rey semakin merasa geram. Gadis itu pasti sengaja mengulur waktu agar tugasnya menjadi perawat Rey menjadi lebih singkat hari ini.
***
"Dimana bang Rey mah?" tanya Rere ketika mereka sudah sampai di rumah Rere, dan masuk ke ruang tamu tapi tidak menemukan Rey di sana. Dia datang bersama Nayla.
"Dia di kamarnya." Jawab Rania sambil menyenderkan tubuhnya di sofa. "Mama lelah sekali Re." Imbuhnya sambil memijit -mijit bahunya sendiri lalu memejamkan matanya.
Nayla menghampiri Rania dan duduk di sampingnya, "Tante istirahat saja dulu di kamar! Biar aku yang tunggu di sini, kalau bang Rey perlu apa-apa biar aku yang bantu." Ucap Nayla sambil memegang lengan Rania.
Rania membuka matanya dan menoleh ke arah Nayla, "Baiklah Nak, tante ke kamar dulu ya, terimakasih loh." Ucap nya sambil memegang pipi Nayla, lalu pergi ke kamarnya yang berada di lantai bawah.
Nayla tampak terpaku dia seperti memikirkan sesuatu. "Lo kenapa Nay? diem aja." Tanya Rere sambil menjentikkan jari nya di depan wajah Nayla.
Nayla terkejut, seketika sadar dari lamunannya. "Eh..gak apa-apa Re, gue bingung aja mesti ngapain disini." Sahut Nayla.
Rere tersenyum tipis. "Gak usah di pikirin, lo cuma merawat lukanya bang Rey dan ganti perban aja kok." Rere berucap sambil melangkahkan kakinya menuju dapur dia hendak mengambil air di kulkas. Setelah itu dia kembali ke tempat Nayla dengan membawa dua gelas yang sudah berisi air minum di dalamnya.
"Nih..minum! Lo haus kan?" Rere memberikan satu gelas pada Nayla.
Nayla menerima gelas itu, lalu meminum airnya dengan cepat sampai habis.
"Aih, bocor tuh gelas? Udah abis aja." Seru Rere ketika melihat Nayla menyimpan gelas yang sudah kosong di atas meja.
"Haus gue." Seru Nayla sambil mengelap bibir nya.
Rere terkekeh, kemudian mengambil gelas yang kosong itu dan menyimpannya di dapur.
"Nay, gue mau mandi dulu ya, hari ini panas banget, lengket badan gue kebanyakan keringat." Ucap Rere sambil mengibas-ngibaskan baju depannya.
"Iya..sana!" Usir Nayla.
Rere beranjak pergi ke kamarnya lalu menoleh lagi setelah sampai tangga, "Kalau bang Rey butuh sesuatu dia pasti bakal teriak-teriak gak jelas, manggil siapapun yang ada di rumah ini. Jadi lo langsung ke kamarnya aja, kamar nya yang itu." ucap Rere sambil menunjuk sebuah kamar yang menghadap ke arah tangga di lantai atas.
Nayla mendongak melihat ke arah kamar yang di tunjuk Rere. "Siap!" Saut Nayla sambil menyimpan tangannya di kening membentuk tanda hormat pada saat upacara. Rere terkekeh melihat tingkah Nayla, lalu bergegas ke kamarnya.
Nayla mengambil remot TV di atas meja dan menyalakan TV disana, dia pun menyandarkan tubuhnya di sofa.
Tiba-tiba suara teriakan seseorang seakan memenuhi telinga Nayla. "Mama , Rere, bi Ijah ...." Suara Rey memanggil siapa saja yang ada di bawah, sepertinya dia lupa Nayla juga ada disana. hihihi.
Rey berteriak berkali- kali, hingga membuat Nayla kesal sendiri. "Berisik banget sih tuh orang." Decak Nayla sambil menutup telinganya, dia pun berdiri lalu menarik napas panjang dan mengeluarkannya perlahan. "Sabar Nayla, anggap saja latihan saat nanti udah jadi dokter anak, dan sekarang lagi ngerawat seorang bayi." gumam Nayla sambil mengelus dadanya. tapi dia teringat sesuatu "Bayi..? Ish...bayi kolot dong, dia." Imbuh Nayla sambil bergidik.
Dia pun bergegas naik ke kamar Rey, dengan setengah berlari karena dia takut teriakan Rey akan mengganggu istirahat Rania.
Setelah sampai depan pintu Rey, Nayla mengetuk pintu Rey "Masuk!" perintah Rey di dalam kamar.
Nayla memutar gagang pintu dan membuka nya,dan melangkahkan kakinya masuk ke dalam kamar.
Rey menoleh ke arah pintu, matanya membulat. "Kamu?" Seru Rey sambil menunjuk Nayla dengan jarinya. "Mana mama?" tanya nya kemudian.
Nayla tersenyum getir, "Tante Rania lagi istirahat, bang Rey ada perlu apa? biar aku bantu." Nayla bersikap seperti pelayan.
Tiba - tiba muncul ide usil Rey, terlihat dia menarik salah satu sudut bibirnya dan membentuk senyum miring disana. "Bener kamu mau bantu aku?" tanya nya seperti menggoda.
Deg... Jantung Nayla seakan merasakan sesuatu yang aneh dengan pertanyaan Rey, "Ada apa ini? kenapa jantungku berdebar seperti ini?" gumam Nayla dalam hati.
Rey mengernyit heran melihat Nayla hanya diam saja sambil memegang dadanya. "Kamu memikirkan apa?" tanya Rey dengan nada lebih tinggi.
Nayla tersadar "Ah... Gak bang, gak memikirkan apa-apa. Bang Rey butuh bantuan apa, aku bisa bantu kok." Ucap Nayla begitu yakin.
Rey tersenyum miring lagi. "Bantu aku mandi!" Pintanya cepat yang sontak membuat Nayla membulatkan matanya dengan sempurna. "Maksudnya?" Nayla terperangah hingga mulutnya terbuka secelah.
Rey nyaris tertawa saat melihat reaksi Nayla seperti itu. Raut wajah Nayla tampak lucu, dengan mata bulatnya yang terbuka sempurna. Hingga membuat Rey semakin gencar untuk menggoda gadis bermata indah tersebut.
***
bersambung
Tinggalkan jejak ya para reader, kasih vote sama like nya dong biar kenceng terus update nya...makasih.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 99 Episodes
Comments
💃💃 H💃💃💃
next
2021-03-06
1
༄👑💗e¢¢e ρтħš αямч💗👑࿐
Bantu aku mandi
makin ngelunjak aja nih Rey
2021-03-01
1
Aniek Syifa
bang rey..ngingetin aq sama renan
2021-01-31
1