Ke esokan hari nya Nayla tengah bersiap- siap untuk kembali ke rumah sakit untuk menjenguk Rey, dia berniat untuk tidak masuk kuliah hari ini dengan alasan ada keluarganya yang sakit. Dia keluar dari kamarnya dan mencari sosok ibunya yang katanya mau ikut menjenguk laki-laki yang sudah menolongnya itu. Dia melihat sang ibu sedang memasukan makanan ke dalam rantang ketika memasuki dapur.
"Ibu .... Buat apa itu?" tanya Nayla sambil berjalan mendekati ibunya.
Bu Tina menoleh lalu tersenyum pada anaknya tersebut. "Mau ibu bawa buat jenguk anaknya bu Rania." Jawabnya sambil menutup rantang dan merapikannya.
Nayla mengernyitkan dahinya. "Jangan malu-maluin deh bu! Kita bukannya mau piknik." Cibir Nayla sedikit kesal. "Lagian kita mau jenguk orang sakit, mana boleh dia memakan makanan rumahan seperti itu. Gak sehat." Celetuk Nayla lagi dengan seenaknya.
Bu tina berdecak sambil mengetuk kening anaknya pelan. "Enak aja di bilang gak sehat. Tiap hari kamu makan masakan ibu sehat-sehat aja. Awas ya kalau kamu makan masakan ibu lagi!" Ancam bu Tina merasa tak terima.
Nayla menyengir. "Gitu aja ambekan, nanti cantiknya ilang loh!" Seru Nayla sedikit merayu. Bu Tina hanya mencebikkan mulutnya masih merasa kesal.
"Jadi ikut gak nih?" Tanya Nayla lagi.
"Jadi dong, sebentar ibu bilang ayah dulu!" Seru bu Tina dengan semangatnya. Nayla tersenyum melihatnya.
Ibu tina bergegas pergi menemui ayahnya Nayla ke dalam sebuah ruangan yang sedikit berantakan. Disana terdapat bebarapa alat elektronik yang sudah usang dan terlihat suaminya itu sedang memegang sebuah solder kecil dan sebuah televisi usang di depannya, dia sedang memperbaiki televisi itu karena memang itulah sekarang pekerjaannya semenjak dia menetap di Bandung bersama keluarganya, usaha kecil- kecilan yang tidak terlalu menguras banyak tenaga yang akan mempengaruhi kesehatannya.
"Yah, ibu pergi dulu ya, mau menjenguk anaknya bu Rania yang nolongin anak kita itu loh." Pamit bu Tina tanpa permisi. Sehingga membuat pak Dimas seketika menghentikan aktifitasnya dan menoleh ke arah istrinya tersebut.
"Hati - hati di jalannya! Bilangin sama Nayla jangan ngebut bawa motornya!" Pesan pak Dimas mewanti-wanti.
"Oh iya, nitip salam buat nak Rey. Bilang terimakasih karena udah nyelamatin anak kita!" Seru pak Dimas mengingatkan lagi.
"Iya Ayah tenang aja! Pasti ibu bilang terimakasih dong sama dia." Kelakar untuk Tina sambil mencium punggung tangan suaminya tersebut.
Pa Dimas juga sudah mengetahui perihal kejadian yang menimpa kakak dari sahabat anaknya itu, Nayla sudah menceritakannya saat mereka tengah sarapan pagi tadi.
Pak Dimas mengikuti langkah istrinya menuju teras rumah, terlihat Nayla sedang menyalakan mesin motornya untuk memanaskan mesinnya terlebih dulu. Saat melihat sang ayah keluar dari rumah Nayla pun bergegas menghampirinya.
"Nayla pinjem ibu dulu ya Yah! Nanti di balikin kok." Kelakarnya yang sontak mendapat ketukan pelan di kening gadis itu. Lalu tertawa pelan dan langsung menyaut tangan sang ayah dan mencium punggung tangannya.
"Hati-hati bawa motornya!" Pesan ayah lagi.
"Siap bos!" Seru Nayla memberikan tanda hormat. Pak Dimas hanya geleng-geleng kepala melihat tingkah konyol anaknya tersebut.
Setelah itu Nayla dan ibunya pergi ke rumah sakit dengan mengendarai si mocan. Tapi sebelumnya, Nayla sudah mengirim pesan singkat kepada Rere bertanya keadaan abangnya itu, Rere memberi tahunya kalau abangnya masih belum sadar tapi dia sudah di pindahkan ke kamar VVIP.
Setelah sampai di rumah sakit Nayla membawa ibunya ke area parkir rumah sakit untuk menitipkan motornya, lalu mereka bergegas masuk ke pintu utama rumah sakit tersebut.
Ketika sampai di pintu rumah sakit mereka di hadang oleh seorang security dan bertanya. "Ibu dan mba ini mau kemana?" Security itu menatap remeh pada ibu Tina yang membawa rantang bekal.
"Ya mau jenguk orang sakit lah pak." Jawab bu Tina apa adanya.
Security itu tersenyum miring meremehkan kedua wanita di hadapannya. "Saya tahu bu, ibu gak mungkin mau jual makanan di sini kan?" Ucap security itu penuh ejekan. "Ibu mau jenguk siapa?" tanya nya lagi.
Nayla menautkan kedua alis tebalnya, ia merasa kesal dengan sikap security itu yang terkesan meremehkan ibunya.
"Kami mau jenguk tuan Reydian pak, katanya dia di rawat di ruang VVIP." Nayla ikut menimpali dengan nada sedikit ketus.
Security itu nyaris tertawa, dia tidak percaya dengan ucapan Nayla, bagaimana bisa orang kecil macam mereka bisa berhubungan dengan pasien yang sedang di rawat di ruang VVIP, setahu dia hanya orang - orang besar lah yang mampu membayar ruangan itu. "Ruang VVIP?" Tanyanya meyakinkan pendengarannya.
"Iya pak, pasien itu anaknya yang punya rumah sakit ini." Ujar bu Tina dengan bangganya karena yang dia tahu Bu Rania lah pimpinan Rumah sakit itu.
Security itu semakin di buat tak percaya dia terus menatap kedua orang di depannya itu dengan tatapan sinis. "Mungkin mereka pembantunya." pikirnya.
"Oh.... Kalian mau mengantarkan makanan untuk majikan kalian ya?" Tanya security itu dengan yakinnya.
Nayla mengernyitkan dahinya, sejenak berpikir mendengar ucapan security itu dia merasa dirinya sangat rendah sekali dihadapan Rey, seorang security pun bisa mengira kalau dia itu pembantu Rey sang pemilik rumah sakit saat pertama kali melihat penampilannya. Apalagi jika dia benar - benar bersanding dengan Rey nantinya mungkin semua orang akan berpikir seorang Rey telah di pelet oleh seorang pembantu. Hah, bagai langit dan bumi. Pikir Nayla.
Belum sempat Nayla memberikan komentar, tiba - tiba seseorang datang menghampiri mereka yang masih berdiri di pintu rumah sakit , security yang melihatnya langsung membungkukkan setengah badannya tanda memberi hormat pada orang tersebut. Dia adalah Jordy asistennya Rey.
"Selamat pagi tuan." Sapa security itu. Jordy menganggukkan sedikit kepalanya lalu beralih pada Nayla dan ibunya.
"Nayla, kenapa kamu masih di sini? Ayo ikut aku ke ruangan bos Rey." Ajak Jordy sambil tersenyum ramah.
Security itupun langsung membulatkan matanya penuh, lalu melirik ke arah Nayla. Tenggorokannya tiba-tiba saja menjadi kering hingga ia begitu susah payah untuk menelan ludahnya sendiri. Dia pasti akan mendapat masalah kedepannya jika nanti Nayla mengadukan sikapnya tadi pada atasannya tersebut.
Jordy yang terkenal sebagai orang yang dingin dan jarang berbicara dengan orang lain begitu sopan saat berbicara pada Nayla. Dan hal itu membuat security itu jadi yakin jika Nayla bukan gadis biasa-biasa.
Nayla tersenyum kecut pada security yang terus menatapnya dengan tatapan rasa bersalah, sebelum mengalihkan pandangannya kembali pada Jordy. "Kak Jo, kata Rere bang Rey sudah di pindahkan ke ruang perawatan. Benar begitu?" Tanya Nayla meyakinkan.
"Iya, si bos sekarang di rawat di ruang khusus dengan perlengkapan yang paling lengkap di rumah sakit ini." Jawab Jordy.
Nayla dan bu Tina tampak tertegun mendengarnya. "Orang kaya mah bebas, pasti ruangannya juga udah kayak hotel bintang lima." Gumam bu Tina dalam hati.
"Ayo kita temui bos sekarang." Ajak Jordy lagi.
Nayla dan bu Tina pun mengikuti Jordy menuju ruangan Rey. Sedangkan security itu masih tertegun menatap kepergian mereka hingga hilang dari penglihatannya.
"Astaga, sepertinya aku dalam masalah besar." Ucap security itu sambil menepuk keningnya sendiri.
***
Mereka pun sampai di ruangan Rey, setelah mengetuk pintu Jordy langsung membuka pintu nya, lalu mendorong masuk tubuhnya kedalam ruangan tersebut di ikuti oleh Nayla dan ibunya. Terlihat bu Rania sedang duduk di samping ranjang Rey yang sontak menoleh karena kedatangan mereka. Rere belum kembali dari rumahnya saat dia minta ijin untuk pulang dulu pagi-pagi sekali. Rey masih menutup matanya dengan selang yang menempel di hidung dan tangannya. Nayla terpaku melihat Rey. Dia tidak tega melihat Rey seperti itu rasa bersalah nya semakin menjadi - jadi.
"Tante ...." panggil Nayla.
Bu Rania tersenyum saat melihat Nayla datang. Ia langsung berdiri dan menyambut kedatangan Nayla dan juga ibunya tersebut.
Pandangan mata Nayla masih tertuju pada tubuh Rey yang masih terbujur kaku. "Dia masih belom sadar ya tante?" tanya Nayla begitu sendu.
Bu Rania menggeleng, ikut menatap anaknya dengan perasaan sedih. Harusnya Rey sudah sadar sejak semalam. Tapi ia juga tidak tahu kenapa anaknya belum bangun juga. Padahal kata dokter kondisi tubuhnya sudah mulai stabil.
"Yang sabar ya bu Rania! Sebentar lagi pasti nak Rey akan sadar." Ucap bu tina mencoba menenangkan.
Bu Rania tersenyum pelik. "Terimakasih ya bu Tina, karena sudah mau menengok anak saya, mari duduk disana! " ajak bu Rania menunjuk ke arah sofa yang berada tidak jauh dari ranjang Rey.
"Bu Tina bawa apa?" imbuhnya saat melihat rantang yang di bawa untuk Tina.
Bu Tina menunduk, melihat kearah rantang yang ia bawa. "Oh iya, ini saya sengaja bawa makanan buat bu Rania dan juga Rere. Kalian pasti butuh tenaga buat jagain nak Rey. mudah-mudahan suka." Jawab bu Tina sambil memberikan rantangnya dan tersenyum lebar pada bu Rania. "Maaf Dio dan ayahnya tidak bisa ikut kesini soalnya motornya gak muat." Kelakarnya lagi sambil terkekeh lucu.
Bu Rania tertawa kecil mendengar celotehan bu Tina. "Gak apa - apa bu, ini juga sudah merepotkan membawa makanan kesini. Makasih loh." Ucap bu Rania senang.
Nayla tersenyum miring sambil menggeleng-gelengkan kepalanya pelan mendengar celotehan ibunya, dia menjadi sangat yakin bahwa sikap konyol nya selama ini menurun dari ibunya itu.
Nayla duduk di samping Rey menggantikan posisi bu Rania sedangkan bu Rania dan bu Tina masih asyik berbincang di sofa.
Jordy masih masih berdiri di samping Nayla, tiba - tiba ponsel nya berbunyi dan dia segera keluar untuk menerima panggilan tersebut.
Nayla menatap sendu wajah Rey, tanpa sadar tangannya menggenggam dengan erat sebelah tangan Rey yang tidak ditusuk oleh jarum infus. Sambil mengusapnya dengan lembut. "Bang Rey bangun! Aku minta maaf." Ucap nya begitu lirih, karena tak ingin terdengar oleh ibunya dan bu Rania.
Rey masih bergeming, tampak bulir-bulir air mata menggenang di kelopak mata Nayla, kedua bola matanya berkaca-kaca tapi ia tak mungkin membiarkan cairan itu keluar dari sudut matanya, Nayla sedikit mengangkat wajahnya ke atas. Agar cairan itu tidak jadi keluar membasahi pipinya.
Nayla mencoba terlihat tegar padahal hatinya sangat hancur, entah kenapa dadanya terasa sesak ketika melihat Rey tak berdaya, selintas bayangan saat Rey menyatakan cinta padanya muncul dalam benak Nayla. Ada sedikit penyesalan dalam hatinya saat melakukan itu. Tapi, ini adalah keputusan yang terbaik menurutnya. Nayla berpikir jika dirinya tidak pantas bersanding dengan orang hebat seperti Rey.
****
bersambung...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 99 Episodes
Comments
maura shi
merasa rendah diri si nay
2021-03-15
0
༄👑💗e¢¢e ρтħš αямч💗👑࿐
Bangunlah
2021-02-27
1
Ririn Satkwantono
perbedaan kasta.......
2021-02-11
1