Nayla terus menggenggam tangan Rey tanpa sepengetahuan ibunya dan bu Rania, karena ketika dua ibu- ibu itu bertemu mereka jadi sibuk dengan dunia mereka sendiri. Sedangkan Jordy masih belum selesai dengan panggilan teleponnya. Nayla menatap sendu wajah Rey, sambil sesekali mengusap air mata yang hampir jatuh dari pelupuk matanya.
"Aku gak tega lihat kamu kayak gini bang." Ucap Nayla kembali. Sambil sedikit meremas genggaman tangannya pada telapak tangan Rey yang terasa dingin.
Dalam remasan tangannya, Nayla merasakan sesuatu yang bergerak. Ya, jemari Rey sedikit bergerak, dan di rasakan oleh tangan Nayla yang menggenggam nya.
"Eh ...." Nayla terperanjat kaget.
Lalu menatap tajam jari tangan Rey, dan terasa bergerak lagi.
"Dia bergerak." Gumam Nayla senang.
"Tante ...." Nayla menoleh dan memanggil bu Rania, dengan tatapan yang berbinar.
"Ada apa sayang?" Tanya bu Rania sambil menoleh ke arah Nayla. Begitu pun dengan bu Tina yang ikut menoleh ke arah anak gadisnya.
"Tangannya bang Rey gerak." jawab Nayla girang.
"Apa...?" bu Rania langsung menghampiri Rey dan di ikuti oleh bu Tiba. Ia langsung menyentuh tangan Rey lalu menekan tombol pemanggil dokter yang ada di dekat ranjang Rey dengan begitu tidak sabar.
Nayla pun melepaskan genggamannya, dan tak lama kemudian dokter dan seorang perawat pun datang di susul oleh Jordy yang sudah selesai dengan panggilan teleponnya. Dokter pun mulai memeriksa kondisi tubuh Rey dengan teliti.
"Kondisinya mulai membaik, kemungkinan akan segera sadar. Tadi sepertinya tuan Rey ingin merespon untuk bergerak menuju ke alam sadarnya." Ucap dokter setelah memeriksa kondisi Rey.
Semua orang tersenyum lega mendengar penjelasan dari dokter, lalu dokter pun berpamitan untuk meninggalkan ruangan dan berpesan jika ada apa-apa lagi bisa menekan tombol darurat.
Setelah dokter pergi Rere datang dengan membawa dua kantong besar berisi makanan ringan, tanpa mengetuk pintu dan berucap permisi gadis itu nyelonong masuk begitu saja ke dalam ruangan tersebut.
"Eh.... Ada apa ini?" Rere begitu terkejut saat semua orang berdiri di depan ranjang kakaknya. "Terjadi sesuatu pada abang lagi?" Tanya Rere lagi dengan panik.
Rania menghampiri anak gadisnya lalu tersenyum padanya. "Abangmu tadi bergerak sayang, kata dokter sebentar lagi ia akan sadar." Ucap mama Rania senang.
Rere tersenyum lega, ia menatap tubuh abangnya dengan tatapan berbinar. Lalu beralih pada Nayla yang berdiri di samping ranjang abangnya.
"Lo udah lama Nay?" Tanya Rey setelah perasaannya kembali tenang.
"Belum lama." Jawab Nayla. "Lo bawa apa?" Imbuh Nayla saat melihat jinjingan yang di bawa sahabatnya tersebut.
Rere mengalihkan pandangannya pada jingjingan yang ia bawa. "Ini .... aku bawa cemilan." Jawabnya sambil mengacungkan sedikit kantung tersebut ke udara.
"Banyak banget." Ucap Nayla sambil mencebikkan bibirnya.
"Buat persediaan." Sahut Rere sambil tersenyum cengengesan, lalu berjalan ke arah sofa dan menyimpan kantung tersebut di meja yang berada di dekat sana. Dan mendaratkan bokongnya di sofa tersebut.
Nayla pun kembali duduk di kursi, dan bu Rania juga bu Tina kembali duduk di sofa.
"Besok lo kuliah gak?" Tanya Nayla lagi.
Rere mengedikkan bahu. "Kayaknya masih bolos deh, kasian mama gak ada yang nemenin." Jawab Rere dengan malas.
Nayla hanya mengganggukkan kepalanya dengan hanya ber Oh tanpa suara. Lalu kembali menatap Rey yang terbaring di hadapannya.
"Kalau begitu saya pamit pulang dulu ya bu Rania, sebentar lagi Dio pulang dari sekolah nanti gak ada yang ngasih dia makan, ayahnya selalu sibuk sendiri dengan kerjaannya." Pamit bu Tina yang membuat Nayla seketika menoleh pada ibunya. Sebenarnya ia enggan beranjak dari tempat itu. Nayla ingin menemani Rey sampai laki-laki itu tersadar. Tapi apa daya, ia harus mengantarkan ibunya pulang.
"Ayo Nay! Anterin ibu!" Perintah bu Tina pada anaknya. Nayla mengangguk sebagai jawaban, lalu beranjak berdiri dari tempat duduknya tersebut. Sejenak menatap Rey lalu memegang tangannya dan mengeratkan genggamannya sedikit erat. Seolah memberi kekuatan agar laki-laki itu cepat tersadar.
"Hati - hati ya bu, terimakasih loh makanannya." Ucap bu Rania sambil menjabat tangan bu Tina, lalu matanya beralih pada Nayla. "Nay, nanti kesini lagi ya temenin Rere! Tante mau pulang dulu ke rumah." Pinta bu Rania lagi.
"Iya tante, setelah nganter ibu, aku langsung ke sini lagi." sahut Nayla dengan sopan.
Mereka pun berpamitan untuk pulang dan keluar dari ruang rawat Rey. Dan ketika mereka telah sampai di lobi pendaftaran dekat pintu masuk rumah sakit, mereka bertemu lagi dengan security yang menghadangnya tadi pagi, terlihat sekarang security itu tampak lebih ramah dari yang sebelumnya saat mereka bertemu, dia tersenyum hangat kepada Nayla dan ibu nya.
Ibu Tina memegang tangan Nayla dan mendekatkan bibirnya ke telinga Nayla. "Eh Nayla, tuh satpam kenapa sekarang jadi senyum-senyum gitu lihat kita, padahal tadi kan judes banget." Bisik bu Tina di telinga Nayla.
Nayla jadi melirik ke arah security itu dan melihat dia sedang tersenyum sambil melihat ke arah Nayla dan ibunya. Nayla mengganguk membalas senyum security itu dengan sopan. Walaupun tadi security itu memang menyebalkan, tapi tak membuat Nayla serta merta langsung membenci orang lain begitu saja.
"Gak boleh gitu bu! Kasihan tahu satpam nya jadi serba salah. Tadi dia judes ibu ngomel-ngomel sekarang dia ramah ibu ngomong juga. Maunya apa? " cibir Nayla sambil terkekeh pelan.
" Bukan gitu, ya aneh aja sih...kok ada ya orang berubah sikap cuma dalam hitungan jam, jadi ngeri ibu, jangan-jangan dia suka sama ibu." Bu Tina bergidik takut.
Mendengar ucapan ibunya, Nayla sontak tertawa, lalu menggelengkan kepala dan berjalan lebih cepat mendahului ibunya menuju ke parkiran motor.
"Ibu ada-ada aja deh, aku bilangin ayah loh, ibu genit -genit sama satpam di rumah sakit." ucap Nayla terkekeh saat sudah sampai di parkiran motor.
"Jangan atuh Nay! Nanti bisa - bisa perang dunia ke empat ibu sama ayah kamu." Rengek bu Tina memelas.
Nayla tertawa lagi tapi memilih diam dan tak menanggapi rengekan ibunya, ia memakai satu helm yang dia ambil dari spion motornya dan satu lagi di berikan pada ibunya.
"Pakai ini!" Seru Nayla sambil memberikan helm. Bu Tina pun menyaut nya dan memasangkan helm tersebut di kepalanya.
Setelah siap, Nayla pun melajukan sepeda motornya menuju ke rumahnya untuk mengantarkan sang ibu pulang terlebih dahulu.
****
"Nay, kemaren lo sama abang ngapain ke tempat itu?" tanya Rere sambil menguyah camilan yang di bawanya ke rumah sakit. Kini Nayla sudah berada di rumah sakit lagi. Setelah mengantarkan ibunya pulang, Nayla langsung memutar kembali motornya menuju rumah sakit sesuai dengan pesannya bu Rania.
"Gak ngapa-ngapain, cuma lihat pemandangan aja." Jawab Nayla sedikit salah tingkah, gak mungkin kan ia jujur pada Rere jika abangnya abis mengutarakan perasaannya terus di tolak mentah-mentah oleh Nayla. Yang ada Rere akan ngamuk-ngamuk gak jelas saat ini juga. Apalagi setelah di tolak abangnya harus masuk rumah sakit karena di tusuk orang. Malang benar nasibmu bang....
Rere mengernyitkan keningnya, merasa tak percaya dengan ucapan Nayla. "Aaaaa .... lo bo'ong ya?" Tanya Rere penuh selidik.
"Gue tau, kalau muka lo udah kayak gitu berarti lo bo'ong, lo bukan pembohong yang baik Nay." Cibir Rere
Nayla terkekeh. "Gue ga boong emang jalan-jalan doang."
"Ish...maksud gue abang gue ngapain ngajak jalan-jalan lo ke situ, katanya tempat nya bagus ya, terus romantis gitu? " Rere mencoba menggoda Nayla
Nayla tersipu, pipinya terlihat memerah "Biasa Aja.." jawabnya singkat
"Jiah.....biasa aja tapi muka nya merah gitu." Rere tertawa terbahak- bahak sampai menggema di ruangan itu. Nayla semakin salah tingkah. "Ngeselin banget sih." Rutuk Nayla
"Nayla...." tiba -tiba terdengar suara lirih seseorang dengan suara berat.
Nayla terhenyak meyakinkan pendengarannya dengan suara itu, begitupun Rere dia langsung menghentikan tawa nya yang mulai melemah..mereka saling bertatapan kemudian menoleh pada Rey
"Bang Rey." Teriak mereka bersamaan
Lalu keduanya menghampiri Rey, terlihat Rey sedang mengerjapkan matanya berusaha menyesuaikan matanya dengan cahaya lampu di ruangan itu. Lalu membuka matanya dengan sempurna.
"Bang Rey udah sadar?" Ucap Nayla senang.
Rey tersenyum melihat Nayla lalu memegang kepala nya yang terasa sangat berat. Rere langsung menekan tombol darurat untuk memanggil dokter.
Dokter datang dan memeriksa kondisi Rey
"Kondisi tuan Rey sudah sangat baik tinggal menunggu pemulihannya saja." ucap Dokter
Nayla dan Rere tersenyum senang, sedangkan bu Rania masih di perjalanan setelah di beritahu oleh Rere melalui telepon kalau abangnya sudah bangun. dia langsung bergegas kembali ke rumah sakit.
"Aku haus." ucap Rey
"Bang Rey mau minum?" tanya Nayla
"Hemn." Rey mengangguk
"Sebentar ya!" Nayla mengambilkan gelas yang berisi air dari atas meja dan memberikan sedotan diatasnya agar Rey mudah untuk meminumnya.
Rere tertegun melihat adegan itu, rasanya seperti melihat sepasang kekasih yang sedang bermesraan di depannya. "Ish...gatel banget ni mata gue, lihat orang bermesraan gitu." gumam Rere, tapi masih bisa terdengar oleh Nayla.
Nayla melirik Rere kemudian menyimpan kembali gelas ke atas meja. Lalu Nayla memundurkan tubuh nya menjauhi Rey.
"Ada apa?" tanya Rey sambil mengkernyitkan dahinya
"Tidak apa- apa." Jawab Nayla datar
Rere menutup mulutnya dengan telapak tangannya. "Astaga...mulut gue, masa sih Nayla tersinggung sama ucapan gue barusan, dia kan bukan tipe orang yang mudah ngambek?" gumam Rere dalam hati
Tak lama bu Rania datang dan langsung memeluk Rey dengan begitu heboh sampai Rey meringis kesakitan.."Eh...maaf sayang mama terlalu senang kamu udah sadar..Sakit ya?" ucap bu Rania sambil memeriksa tubuh Rey
"Sedikit." sahut Rey sambil tertawa kecil, Rey melirik Nayla yang ikut tertawa dengan Rere melihat tingkah bu Rania. Kemudian tersenyum penuh arti.
***
Bersambung...
Dukung author terus ya readers.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 99 Episodes
Comments
༄👑💗e¢¢e ρтħš αямч💗👑࿐
Segera terbangun
2021-02-27
1
Kenzi Kenzi
nay,....benih2 bucin mulai....
2020-08-01
0
bunga cinta
asiikkk
2020-07-16
0