Setelah pulang dari rumah sakit, Nayla masuk ke kamarnya dan langsung merebah kan tubuhnya di kasur, rasanya nyaman sekali seperti bebannya menghilang walau hanya sebentar saja. Dia bingung sekali, apa yang harus dia lakukan esok hari saat dia harus mulai merawat Rey. "Padahal disana banyak perawat mengapa harus meminta aku buat merawat dia." Gumam Nayla sambil menatap langit-langit kamarnya.
Nayla membalikkan tubuhnya menjadi tengkurap dan membenamkan wajahnya ke bantal. "Aaaaaargh... Kesel banget gue." Teriak Nayla begitu frustasi.
Tak lama kemudian terdengar suara orang mengetuk pintu kamar Nayla.
* TOK....TOK...TOK
Nayla mendongakkan kepala nya menatap ke arah pintu, "Masuk!" Sahut Nayla dari dalam tanpa mengubah posisi tubuhnya.
Kemudian pintu kamar Nayla terbuka lalu seseorang menyembulkan kepala nya masuk ke dalam kamar. "Ibu masuk ya?" ucap seorang wanita paruh baya yang tak lain adalah ibu kandung Nayla.
"Eh.... Ibu, ada apa?" tanya Nayla sambil duduk bersila dan menyimpan bantal dia atas pangkuannya.
Bu Tina tersenyum lalu melangkah masuk kedalam kamar. "Kamu tumben pulang sore Nay?" tanya nya heran.
"Tadi aku ke rumah sakit dulu bu, jenguk bang Rey." Jawabnya sambil memperhatikan langkah sang ibu yang mendekat dan duduk di tepi ranjang nya. "Oia bu, mulai besok juga aku bakalan pulang sore terus kayaknya deh, aku mau jadi perawat Bang Rey sampai dia sembuh." Imbuh Nayla saat ingat akan hal itu.
Mata bu Tina berdelik, dia menatap lekat anaknya. "Kenapa gitu?" tanya bu Tina heran.
"Ehm....Nayla merasa gak enak aja bu, bang Rey kan kayak gitu juga karena mau nyelamatin aku dan aku berhutang nyawa padanya, jadi.... Aku mau merawat bang Rey sampai sembuh." Nayla mencoba menutupi yang sebenernya kalau keluarga Rey lah yang meminta nya, tapi dia tidak mau ibunya berpikir kalau anaknya itu seperti di paksa oleh mereka, walaupun perkataan Nayla tidak semuanya bohong.
Bu Tina mengangguk- angguk kecil. "Jadi seperti itu." Seru bu Tina, lalu dia terdiam sejenak. Sedikit menundukkan kepalanya seperti ragu untuk mengungkapkan sesuatu.
"Ehm.... Ibu boleh tanya sesuatu gak Nay?" imbuh bu Tina sedikit ragu.
Nayla mengangkat kedua alis nya. "Apa?" Tanyanya.
"Apa kamu pacaran sama nak Rey?" tanya bu Tina sambil mendongakkan pandangannya, menatap lekat manik-manik mata anaknya.
Nayla membulatkan matanya menatap tajam ibunya juga. Tapi tak lama dia malah tertawa. "Ibu ini ada - ada saja, mana mungkin aku pacaran sama bang Rey, dia itu orang hebat dan aku cukup tahu diri." Sahut Nayla dengan merasakan sedikit sakit di dadanya. Sesuatu yang mengganjal yang tak bisa di ungkapkan.
Bu Tina tersenyum tipis. "Syukur lah kalau begitu." ucap nya lega sambil menepuk pundak Nayla, padahal dia tahu Nayla sedang berbohong dengan perasaannya, naluri seorang ibu pasti tahu dengan apa yang sedang di alami oleh anaknya sendiri. Tapi ia juga tak ingin Nayla sakit hati pada akhirnya.
"Kenapa ibu bertanya seperti itu?" Tanya Nayla sambil memeluk tangan ibunya dan menjatuhkan kepalanya di bahu ibunya.
Bu Tina mengusap rambut Nayla pelan, "Ibu cuma gak mau anak ibu mengalami masalah yang sama dengan ibu di masa lalu." Ucap nya lirih.
Nayla mendongakkan wajah nya menatap ibunya. "Masa lalu ibu? Boleh aku tahu?" tanya Nayla penasaran.
Bu Tina mengangguk. "Tentu saja, ibu akan ceritakan." Jawab nya cepat.
Nayla merapikan duduknya kembali berhadapan dengan ibu nya. Dia memposisikan dirinya menjadi pendengar yang baik.
Bu Tina pun mulai menerawangkan pikiran nya seakan dia kembali ke masa lalu nya. Masa lalu yang selalu dia tutupi, tapi tidak pernah bisa dia lupakan.
"Kejadiannya sudah lama, sekitar 25thn yang lalu, sebelum ibu menikah dengan ayah mu, ibu bertemu dengan seorang laki-laki di tempat magang waktu kuliah, dia adalah atasan ibu sendiri, ibu pernah menolong mamanya yang hampir tertabrak mobil saat mau menyebrang jalan. saat ibu masih SMA, mamanya sangat baik pada ibu dia juga yang membiayai kuliah ibu, dan pada saat ibu magang ternyata ibu magang di perusahaan anaknya, awalnya ibu tidak tahu kalau dia adalah anak dari wanita yang ibu tolong, akhirnya ibu tahu karena suatu hari mama nya mempertemukan kami. Jadi saat itu lah kami mulai sering bertemu..Mamanya sering bawa ibu ke rumah nya dan bergaul dengan keluarganya mereka menerima ibu dengan baik. Akhirnya karena sering bertemu dan bersama kami saling jatuh cinta lalu kami berpacaran. Tapi..."
Bu Tina terdiam, lalu dia menghela nafas nya dalam-dalam.
"Tapi kenapa bu?" tanya Nayla sambil menyimpan tangannya di bawah dagu nya dan bertumpu di bantal yang dia pangku.
Bu Tina menarik nafas dalam, dan menghembuskan nya dengan kasar "Tapi... Pada hari dimana ibu akan di perkenalkan sebagai kekasih dari pria itu kepada keluarganya, pada hari itu pula di rumah pria itu sedang ada pertemuan antara dua keluarga yakni keluarga nya dan keluarga seorang gadis yang kemudian di kenalkan pada ibu oleh mama nya sebagai tunangan dari pria itu, seketika itu hati ibu sakit, ibu sangat menyesal kenapa harus jatuh cinta pada orang yang tidak seharusnya ibu cintai." Bu Tina tersenyum pelik.
"Ibu pikir kebaikan keluarga mereka seperti sebuah isyarat kalau mereka akan merestui hubungan kami, tapi ternyata mereka hanya menganggap ibu sebagai anak angkat saja. Di situ Ibu sadar jika status kami memang berbeda." Ibu Tina mulai menunduk dia mencoba menutupi kesedihannya pada Nayla.
"Ibu nangis?" tanya Nayla sambil mengangkat dagu ibunya.
Bu Tina mengusap ujung matanya. "Maaf Nay, ibu cuma terbawa perasaan. Ck, jadi malu ibu." ucap nya sambil tertawa getir.
"Gak apa - apa bu, Nayla ngerti kok pasti sakit banget waktu itu, terus apa pria itu mempertahankan ibu?" tanya Nayla lagi.
Bu Tina mencoba tersenyum lagi, lalu mengangguk dengan pasti. "Ya, Dia ingin menjelaskan pada keluarganya tapi ibu menahannya, lalu ibu meninggalkan rumah itu, dia mencoba mengejar tapi orang tua nya melarang dan ibu juga tidak mau dia meninggalkan acara itu. Setelah hari itu, ibu mulai menghindari dia, orang bilang cinta tidak memandang harta tapi kita hidup dalam realita, cinta bukan sebatas antara laki-laki dan perempuan, keluarga juga tidak bisa di jadikan sebagai pelengkap saja. Seorang pangeran yang menikah dengan gadis miskin itu hanyalah di cerita dongeng saja Nay. Kesenjangan antara si miskin dan si kaya itu pasti ada apalagi berkaitan dengan masalah cinta."
"Apa dia terima dengan sikap ibu?" Nayla menyela cerita ibunya.
Bu Tina mengedikkan bahunya. "Tidak, dia tetap mengejar ibu, malah dia menawarkan untuk kawin lari bersamanya, tentu saja ibu menolak, ibu tidak mau mengecewakan orang tuanya yang sudah sangat baik pada ibu."
"Terus?" Sela Nayla lagi.
"Ibu memutuskan untuk menikah dengan ayahmu, ayahmu adalah sahabat terbaik ibu, dia selalu mendukung ibu, dan dia juga mencintai ibu." kenang bu Tina sambil tersenyum pilu, ingat betapa besar perjuangan yang suaminya lakukan saat itu.
"Berarti ibu gak cinta dong sama ayah waktu itu, kasian dong ayah?" Nayla merajuk tak terima sambil mengerucutkan bibirnya. Ibunya ternyata hanya memanfaatkan ayahnya saja.
Bu Tina malah tertawa mendengar anaknya merajuk, lalu menyentil pelan bibir anaknya tersebut.
"Awalnya memang seperti itu, tapi ayahmu sangat mencintai ibu, lama-lama ibu jatuh cinta dengan kesabaran dan kebaikan ayahmu itu." Ucap bu Tina sedikit malu-malu.
Nayla meletakan kedua tangannya pada kedua pipinya. "Owwww... co cweat, ayah emang terbaik." Seru Nayla sambil mengacungkan kedua jempolnya ke udara.
"Setelah ibu menikah, apa ibu pernah bertemu dia lagi?" tanya Nayla lagi setelah ia menurunkan kedua tangannya.
Bu Tina menggeleng. "Tidak, dia datang saat acara akad nikah dan ibu telah resmi menjadi istri dari ayah mu, dia pergi tanpa kata, ibu tidak bisa mengejarnya karena ibu sudah sah menjadi istri orang. Beberapa hari kemudian ibu tahu dari mamanya kalau dia pergi keluar negeri dan menetap disana. Sampai sekarang ibu tidak tahu dia ada dimana." kenang bu Tina lalu termenung entah memikirkan apa.
"Kenapa ibu tidak berjuang dengan cinta kalian? Nayla pikir pria itu kecewa karena dia hanya berjuang sendiri mempertahankan cinta nya, harus nya ibu jug bertahan." Seru Nayla sedikit gemas dengan sikap ibunya yang cenderung pasrah.
Dan hal itu cukup membuat Bu Tina sontak memukul kening anaknya itu, "Sakit atuh bu!" Pekik Nayla sambil memegang kening nya yang terasa perih.
"Kalau ibu bertahan dengan cinta ibu dulu, gak akan pernah ada kamu sama Dio." Bu Tina mendengus kesal, tapi kemudian tertawa juga.
Lalu mengelus pipi anak perempuannya. "Semua ini sudah di takdirkan sesuai jalan hidup yang sudah di tentukan. Karena memang jodoh ibu itu ayahmu. Sekeras apapun ibu bertahan kalau bukan jodoh ya mau gimana lagi." Jelas bu Tina telah mengikhlaskan semuanya. Inilah takdir cinta yang harus dia terima.
Nayla melemaskan pundaknya dengan tawa kecil terukir di bibirnya. "Haha.... Iya juga ya bu?" Nayla tersenyum lebar menunjukkan deretan gigi putihnya.
"Terus, terus?" Imbuh Nayla semakin penasaran.
Bu Tina mengernyitkan kening, anaknya ini keponya bukan main. "Terus...terus, kayak tukang parkir aja kamu ini." Hardik bu Tina sambil mencebik dan Nayla kembali tertawa karenanya.
Nayla sedikit mencondongkan kepalanya mendekati wajah sang ibu. "Kalau misalkan ya bu, misal ini mah. Ia balik lagi terus ketemu ibu, gimana?" Nayla memainkan kedua alisnya bertanya usil pada ibunya.
Bu Tina beranjak berdiri dia malah tersenyum sambil melangkah pergi, membuat anaknya mengangkat wajahnya tinggi-tinggi. "Masa lalu gak akan pernah kembali nak, biarkan takdir menjalankan tugasnya dengan baik. Jangan suka menerka-nerka masa depan! Jalani saja hidupmu yang sekarang!" ucap Bu Tina sambil melangkah menuju pintu.
"Udah mau magrib, ibu mau mandi dulu." imbuhnya sambil membuka pintu kemudian keluar dari kamar Nayla.
Nayla melongo dia tidak percaya jika ibunya bisa juga berkata puitis seperti itu, bahkan dia juga tidak pernah menyangka bahwa pengalaman cinta ibunya sangatlah pahit dan berliku, dan tak habis pikir juga kalau ayahnya bisa sedermawan itu menikahi gadis yang tidak pernah mencintainya dulu. "Hah... Hidup ini memang penuh misteri." Gumam Nayla sambil membaringkan tubuhnya ke atas kasur dengan posisi telentang, sejenak dia berpikir dan menerawang, menatap langit -langit kamarnya yang terlihat terang karena sebelum keluar bu Tina sempat menekan saklar lampu untuk menerangi kamar putrinya itu. Nayla berharap nasib percintaannya tidak serumit kisah ibunya, tapi tiba-tiba terlintas wajah Rey dalam lamunannya. Dan hal itu membuatnya menggelengkan kepala.
"Ish.... Kenapa jadi mikirin dia sih?" Decak Nayla kesal.
Kemudian dia beranjak berdiri, mengambil handuk dan pergi ke kamar mandi, rasanya badannya sudah lengket sekali seharian terus beraktifitas.
****
sambung lagi nanti ya,
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 99 Episodes
Comments
maura shi
apakah nay akan bertakdir sm dgn ibunya???
2021-03-15
0
༄👑💗e¢¢e ρтħš αямч💗👑࿐
Takdir hidup
2021-03-01
1
Aniek Syifa
bpknya rey kali manatan si ibu
2021-01-31
1