Keesokan harinya Nayla berniat untuk pergi ke kampus, kali ini dia berangkat sendiri, Rere masih belum bisa masuk kuliah karena harus menemani mama nya menjaga Rey di rumah sakit.
Nayla sudah berada di kampusnya sekitar jam setengah tujuh pagi. Karena memang jadwal kuliahnya yang mengharuskan gadis itu tiba sebelum jam tujuh. Nayla sedang berjalan dengan santainya di koridor kampusnya, hendak menuju kelasnya pagi itu. Tapi, suara teriakan seseorang yang memanggil namanya seketika menghentikan langkah gadis itu tepat di depan kelasnya saat ini.
Nayla menoleh ke arah suara, dan menemukan sahabatnya Ardi sedang berlari kecil ke arahnya.
"Ada apa?" Tanya Nayla setelah sahabatnya itu mendekat.
Ardi mengatur napasnya yang ngos-ngosan karena habis berlarian mengejar Nayla.
Ardi menghela nafas kasar. "Gue mau ngomong, lo ada waktu gak?" tanya Ardi setelah nafasnya sudah mulai normal lagi.
"Ini kan lagi ngomong?" Kelakar Nayla sambil tersenyum kecut.
Ardi mendengus. "Ini serius." Ucapnya sambil menunjukkan wajah sebal, Nayla memang selalu saja bercanda.
Nayla tersenyum lebar, lalu merangkulkan tangannya di leher Ardi. "Iya... Iya.... Mau ngomong apa? Penting banget ya? Sampe lo lari-lari kayak gini?" Tanyanya penasaran.
"Ya gitu deh." Jawab Ardi sambil mengangguk pasti. Dan menatap wajah Nayla dengan tatapan serius. Hingga Nayla merasa aneh dan mengusap wajah sahabatnya tersebut dengan kasar.
"Gak usah gitu ngeliatnya! Jelek banget sih." Ucap Nayla sambil tertawa lucu dan melepaskan rangkulan nya.
Ardi berdecak lagi. Dirinya begitu kesal tapi tak membuatnya tersulut emosi, karena memang sudah terbiasa dengan candaan Nayla yang seperti itu. Ardi malah senang karena dia bisa sedekat itu dengan Nayla.
"Eh, dosen gue dateng tuh! Lo mau nungguin gue gak? Abis kelas aja ya ngomongnya! " Seru Nayla saat ia melihat sosok dosennya berjalan masih agak jauh menuju kelasnya sekarang.
Ardi pun menoleh ke arah dosen tersebut. Lalu beralih lagi pada Nayla. "Gak masalah, gue selalu sabar nungguin lo kok." Ucap Ardi yang terdengar aneh di telinga Nayla. Maksudnya apa? Batin Nayla.
"Gue tungguin di kantin aja ya, lo abis kelas langsung ke kantin aja. Oke!" Sambung Ardi lagi seraya pergi meninggalkan Nayla karena sang dosen sudah terlihat masuk ke dalam kelasnya mendahului Nayla.
"Oh.... Ok!" Seru Nayla sambil melambaikan tangannya, lalu melangkah masuk ke dalam kelas menyusul dosennya tadi.
***
Sesuai kelas masing-masing, merekapun bertemu di kantin. Sesuai janji mereka tadi.
Nayla dan Ardi duduk berhadapan dengan es jeruk dan beberapa cemilan yang sempat mereka pesan sebelumya sudah terhidang di atas meja yang menghalangi jarak keduanya. "Lo mau nanya apa?" Tanya Nayla setelah menyeruput es jeruk. Kedua manik-manik matanya tampak serius menatap wajah Ardi yang bersiap untuk melontarkan pertanyaannya.
Tiba-tiba saja Ardi mendongakkan tubuhnya ke atas meja lebih mendekatkan wajah nya ke arah Nayla. "Apa gosip itu benar?" bisik Ardi.
Nayla sontak memundurkan kepalanya, hampir saja ia terjengkang, tapi terselamatkan saat tangannya secara spontan memegang ujung meja untuk menahan tubuhnya tersebut.
"Ck, bikin kaget aja sih lo! Gosip apa sih?" Nayla begitu terkesiap, jantungnya terasa hampir jatuh berbarengan dengan tubuhnya itu. Hingga nada bicaranya pun terdengar agak meninggi.
Ardi mendesis pelan, "Bisa pelan gak ngomongnya! Gue aja bisik-bisik." Decak Ardi sambil mendengus kesal.
"Salah lo sendiri kenapa bikin gue kaget?" Gerutu Nayla sambil melotot tajam.
"Sejak kapan sih lo jadi penggosip kayak gini?" Imbuh Nayla penuh cibiran.
Ardi terkekeh, lalu menggaruk sebelah alisnya. "Gue gak bakal pengen tahu kalau masalahnya gak berurusan sama lo." Ujar Ardi sedikit malu.
"Gimana? Gue gak ngerti? Memangnya gue ada masalah?" Tanya Nayla benar-benar tidak bisa mencerna maksud dari ucapan sahabatnya tersebut.
Ardi menghela nafas kasar, lalu ia mencondongkan kembali sedikit tubuhnya pada Nayla, tapi kali ini Nayla tidak kaget seperti tadi, kepalanya tetap tegak mendengarkan ucapan Ardi yang berbisik di telinganya.
"Lo tahu dari mana?" Tanya Nayla dengan raut wajah datar, setelah mendengar bisikan Ardi yang ternyata bertanya tentang kejadian penusukan Rey waktu itu.
"Jadi itu benar?" Melihat raut wajah Nayla yang tiba-tiba berubah datar, Ardi bisa menyimpulkan jika hal itu benar adanya.
Nayla sejenak terdiam,sebenarnya ia enggan bercerita tentang masalah itu kepada orang lain. Tapi karena Ardi adalah sahabatnya, Nayla memberikan pengecualian. "Benar!" Jawab Nayla. Ia menarik nafas panjang sebelum ia melanjutkan lagi kata-katanya "Lo mau tahu siapa orang yang nyuruh preman- preman itu buat nyerang kami?" Ardi mengangguk pasti merasa tak sabar dengan siapa yang Nayla maksud.
"Mantan lo." Jawab Nayla dengan tatapan penuh kekecewaan.
Ardi terperangah, mulutnya terbuka secelah. "Echa?" Tanyanya meyakinkan.
Nayla mengedikkan bahunya "Siapa lagi? Emangnya ada lagi mantan lo yang lain?" cibir Nayla.
"Kenapa dia bisa sejahat itu?" Ardi menggaruk keningnya merasa tak percaya dengan yang dia dengar.
Nayla minum jus jeruknya lagi untuk menghilangkan rasa kering di tenggorokannya.
"Mana gue tahu, mungkin dia dendam sama gue, karena waktu itu gue udah bikin malu dia di sini." Ujar Nayla mengingat kejadian bersama Echa tempo lalu.
"Tapi dia salah sasaran, dan membuat orang yang gak tahu apa- apa jadi terluka." imbuh Nayla lagi dengan begitu sedih.
Ardi menunduk dia tahu apa yang di maksud Nayla. "Maafin gue Nay." Ucap Ardi lirih.
Nayla menautkan kedua alisnya. "Kenapa jadi lo yang minta maaf? Jangan bilang kalau lo yang nyuruh Echa buat ngelakuin itu!" Tanya Nayla dengan serius.
Ardi mendongakkan kepalanya begitu cepat lalu satu pukulan kecil mendarat di keningnya tapi tak membuat gadis itu merasa kesakitan. Ia hanya terperanjat saja karena merasa kaget.
"Ish.... Apa sih?" Desis Nayla sambil memegang keningnya.
"Lo jangan gila! Mana mungkin gue nyuruh orang buat nyakitin lo, kan lo tahu sendiri kalau selama ini gue ...." Ardi menghentikan ucapannya saat dia tersadar kemana arah ucapannya tersebut.
Nayla menatap Ardi dia tahu apa yang sebenarnya ingin Ardi katakan selanjutnya. Hening seketika.
"Ar...." Panggil Nayla membuka suaranya.
"Apa?" Sahut Ardi, ia pura-pura fokus dengan minuman yang sedang ia mainkan sedotannya. Lalu menyedot nya sesekali.
"Apa lo masih menyimpan rasa buat gue sampai sekarang?" Tanya Nayla sedikit ragu.
Pertanyaan itu sontak membuat Ardi tersedak minumannya sendiri. Ardi sedikit terbatuk menahan rasa sakit di tenggorokannya.
"Kenapa lo nanya kayak gitu?" Tanya Ardi sambil menelan berdehem pelan karena tenggorokannya masih sedikit gatal.
"Gue cuma ngerasa aja kalau lo masih menyimpan perasaan suka lo sama gue, dan itu membuat gue merasa bersalah." Nayla memberi jeda sebentar. Lalu dia menggenggam sebelah tangan Ardi dengan lembut. "Gue minta maaf, lupain gue Ar! Cinta itu gak bisa di paksain.Gue yakin masih ada cewek lain yang lebih cocok sama lo." Ujar Nayla dengan tatapan penuh harap.
Ardi pun melakukan hal yang sama, ia menatap manik-manik mata Nayla dengan begitu dalam. Tapi sayangnya ia tak menemukan cinta untuknya di mata itu.
"Gue tahu, lo bener cinta itu gak bisa di paksain, jadi lo gak bisa maksain gue buat ngebuang rasa ini di hati gue, gue gak pernah berharap rasa ini hilang. Gue cuma ingin lihat lo bahagia aja Nay." Tutur Ardi terdengar begitu tulus. Yaelah Ardi kenapa sih dirimu begitu tulus seperti itu. Tapi sayangnya Nayla gak bisa membuka hatinya untukmu.
"Tapi lo bisa sakit Ardi, dan gue bakal ngerasa lebih bersalah lagi nantinya." Keluh Nayla merasa tak tega.
"Itu cuma masalah waktu Nay, lo tahu cinta itu bukan sekedar hanya ingin memiliki dan hidup bersama selamanya, tapi lebih kepada bisa membahagiakan dia dan melihat dia selalu bahagia walaupun cuma bisa melihat dari jauh saja. Jadi, buang jauh-jauh rasa bersalah lo, karena ini adalah pilihan gue " ucap Ardi sambil tersenyum tipis.
"Tapi.... " Ardi ingin berucap lagi tapi ia sangat ragu untuk melanjutkan ucapannya tersebut.
"Tapi apa?" Tanya Nayla penasaran.
"Memangnya gak ada sedikitpun kesempatan buat gue bisa masuk ke dalam hati lo ya Nay?" Lanjut Ardi dengan sedikit ragu.
Nayla terdiam dia hanya menatap Ardi yang kembali makan dengan tatapan sendu. "Lo udah ada di hati gue Ar, tapi sebagai sahabat terbaik gue. Dan lo tahu, posisi seorang sahabat tidak akan pernah tergantikan oleh orang lain. Dan sahabat tidak pernah ada putusnya." Tutur Nayla membuat Ardi kembali mengulas senyumnya.
"Ga apa-apa, gue udah seneng udah dapat posisi itu di hati lo. Makasih ya!"
Nayla terdiam, menatap Ardi dengan tatapan penuh iba. Kenapa ia tidak bisa jatuh cinta pada laki-laki baik macam Ardi itu?
"Lo jangan natap gue kayak gitu , gue udah kayak orang yang paling menyedihkan di dunia ini." Ucap Ardi sambil tersenyum getir.
"Tapi kalau cara gue ini bisa buat lo jatuh cinta sama gue, boleh di coba." Imbuh nya sambil terkekeh lucu.
"Ardi...." Nayla berdecak dan membulatkan kedua matanya. Mereka pun tertawa karenanya.
"Lo jangan khawatir, kalau gue udah nemuin cewek yang bisa menemani lo di hati gue, lo orang yang pertama gue kasih tahu." Ucap Ardi begitu yakin.
"Menemani?" Nayla mengernyitkan keningnya dan menekankan ucapan Ardi barusan.
"Ya... gue kan udah bilang, posisi lo di hati gue gak bakal tergantikan " Ujar Ardi dengan gaya genit. "Jadi cewek itu cuma bisa menemani nama lo di hati gue." Imbuhnya dengan lebih serius.
Nayla bergidik ngeri. "Kok gue jadi takut sama lo Ar?" Dan Ardi malah tertawa melihatnya.
"Aku bercanda." Kelakarnya sambil tertawa.
"Sialan lo.." Umpat Nayla sambil memukul lengan Ardi dengan pelan.
Tiba - tiba ponsel Nayla berdering, Nayla langsung mengambil ponsel nya dari dalam tas dan melihat layar ponsel yang menunjukkan panggilan suara dari Rere. Ia lalu menekan tombol hijau dan mendekatkan ponselnya ke telinga.
"Iya Re." Sahut Nayla.
"Nay, pulang kampus langsung ke rumah sakit ya, bang Rey nanyain lo terus nih, gue udah bosen ngejawabnya. Udah kayak bocah di tinggal emaknya ke pasar, ngoceh terus." celoteh Rere yang langsung nyerocos di seberang telepon.
Nayla terkekeh mendengarnya. Walau tak mengerti kenapa Rey melakukan hal itu. "Iya, nanti gue langsung kesana." Sahut NaylaNayla.
"Jam berapa? Biar dia gak banyak tanya lagi pusing gue." Suara Rere terdengar lagi.
"Gue selesai jam satu an lah, abis itu langsung kesana. Memangnya mau ngapain sih?" tanya Nayla penasaran.
"Gak tahu, dia nya gak mau jawab. Pokoknya lo cepetan kesini! Udah ya gue tutup dulu, jangan lama- lama kesini nya!" Ucap Rere begitu memaksa. Terus langsung mengakhiri panggilannya.
Nayla mengedikkan bahunya sambil mencebikkan bibir, lalu menyimpan ponsel nya kembali kedalam tas.
"Siapa?" Tanya Ardi.
"Rere." Jawab Nayla.
***
bersambung
mohon dukungannya ya kasih vote sama like ya..thank's
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 99 Episodes
Comments
maura shi
ardinya dewasa bgt laah si rey kyk bocah d tinggl emaknya ke pasar ngoceh mulu
hhhhhhh
2021-03-15
0
༄👑💗e¢¢e ρтħš αямч💗👑࿐
menyimpan rasa
2021-03-01
1
Amy Lim
seru cerita ya bagus
2020-10-19
0