Esok harinya Nayla kembali menjadi ojek pribadinya Rere, karena sang abang tidak bisa mengantarkannya lagi.
"Cepetan Re!" Teriak Nayla saat dia melihat Rere keluar dari pintu gerbang rumahnya, karena sudah hampir setengah jam Nayla menunggu di luar pagar rumah sahabatnya itu.
Rere mendesis sambil berlari kecil mendekati motor Nayla. "Ish....sabar dong Mak!" Seru Rere lalu menyahut helm yang di sodorkan oleh Nayla.
Rere memakai helmnya dan duduk di belakang Nayla di atas motor. "Ayo jalan!" Imbuh Rere lagi sambil melingkarkan tangannya di perut Nayla.
Tanpa berkata-kata lagi Nayla langsung melajukan motornya ke arah kampus, sepanjang perjalanan Nayla hanya diam saja, Rere jadi heran dengan sikap sahabatnya itu. Tidak biasanya sahabatnya itu bersikap dingin dan pendiam seperti sekarang.
"Lo kenapa sih Nay?" Rere memulai percakapan.
"Emangnya gue kenapa?" Tanyanya ketus. Mereka berbicara sedikit berteriak karena suara bising dari kendaraan lain dan angin yang berhembus kencang karena laju motornya membuat suara mereka tidak terdengar jika bicara pelan.
"Lo marah sama gue?" Teriak Rere lagi.
Nayla melirik kaca spionnya dan melihat bayangan Rere memantul di cermin kacanya, lalu menatap jalan lagi. "Enggak." Jawabnya singkat.
Rere geram dengan jawaban Nayla yang irit-irit itu, lalu dia mencubit pinggang Nayla yang sontak membuat gadis itu terkejut dan hampir kehilangan keseimbangannya. Sehingga membuat motornya sedikit oleng, untung saja masih bisa di kendalikan agar tidak jatuh.
"Lo gila ya Re, kita bisa jatuh." Teriak Nayla dengan kesal, apa-apaan bercanda di atas motor, kalau jatuh bagaimana? Nayla tak mau mati konyol di usia muda.
"Berhenti disini!" Bukannya minta maaf, Rere malah semakin menyebalkan saja. Masa iya dia minta berhenti tiba-tiba, padahal masih jauh dari kampusnya.
Dengan sangat terpaksa Nayla menepikan motornya di bahu jalan. Setelah berhenti sempurna Rere langsung turun dari motor Nayla.
Rere berdiri menghadap Nayla sambil menyimpan kedua tangannya di atas pinggang dan menatap wajah Nayla dengan tajam.
"Lo kenapa sih?" Rere bertanya dengan begitu kesal. Aneh sekali gadis ini. Kenapa dirinya yang jadi marah? Padahal Nayla lah yang hampir kecelakaan karena ulahnya barusan.
Nayla mengernyitkan dahinya. Membuka helm yang menutupi kepalanya. "Gue kenapa? Mestinya gue yang nanya gitu, lo kenapa? Tiba-tiba nyubit gue terus berhenti di pinggir jalan gini." Gerutu Nayla merasa tak terima. Sahabatnya itu kadang selalu tidak bisa di terka.
Rere berdecak. "Lo kenapa dari tadi diam aja? Biasanya juga bawel banget." Gerutunya.
Nayla terdiam, hari ini ia memang sedang malas untuk berbicara. Ia masih kesal pada Renata karena telah bekerja sama dengan kakaknya untuk memojokkan dirinya kemarin.
"Gue gak apa-apa. Lagi gak mau ngomong aja." Seru Nayla sambil melengos ke arah lain.
Rere merasa tak percaya, ia menangkup wajah Nayla dengan kedua tangannya. Hingga mereka kini saling bertatap muka.
"Coba lihat gue!" Seru Rere sambil menajamkan matanya.
"Gue kan udah bilang, lo itu bukan pembohong yang baik Nay. Bilang sama gue, lo pasti lagi ada masalah kan? Atau jangan-jangan lo masih kesal sama gue gara-gara kemaren?" Nah, dia sadar juga kan? Sahabat Nayla itu bisa peka juga ternyata. Nayla mendelikkan mata, jujur ia masih kesal tapi karena Rere telah sadar akan kesalahannya. Hatinya pun akhirnya luluh juga.
"Sebenarnya gue gak marah sama lo, gue cuma kesel aja, karena kemaren lo udah ngebully gue abis-abisan di depan bang Rey dan tante Rania. Lo tahu gak sih? Gue malu banget tau!" ucap Nayla sambil mengerucutkan bibirnya. Mereka bersikap layaknya sepasang kekasih yang sedang bertengkar di pinggir jalan.
Sehingga tanpa mereka sadari, banyak orang yang melintasi jalan itu memperhatikan adegan mereka berdua dengan tatapan aneh. Terutama para pejalan kaki yang berlalu lalang di bahu jalan tersebut, mereka sesekali melirik sambil bergidik ngeri pada kedua gadis itu.
Nayla yang menyadarinya terlebih dahulu dengan cepat melepaskan tangan Rere dari pipinya. "Re, lo nyadar gak sih? Orang-orang nganggap kita aneh deh kayaknya." Bisik Nayla sambil tersenyum canggung, lalu langsung menghadap ke arah depan motornya.
Rere menoleh ke kiri dan ke kanan, melihat orang- orang di sekelilingnya, memang benar tatapan mereka begitu sinis, terlihat seperti sedang mencibir mereka berdua. Rere jadi salah tingkah dia menggaruk tengkuk leher nya yang tidak gatal dan melempar senyum nya karena merasa malu.
Rere menoleh ke arah Nayla lagi dan kemudian tersenyum menampakkan deretan gigi putihnya.
"Biarin aja lah, yang penting kita gak aneh-aneh kan?" Seru Rere merasa tak peduli. "Gue minta maaf deh, gue kan ngomongnya sesuai fakta. Waktu bang Rey belum sadar lo emang nangis-nangis kan?" Imbuh Rere merasa menyesal.
Nayla berdecak. " Tapi gak harus di omongin di depan juga kali, malu kan gue." Nayla menoleh lagi ke arah Rere yang masih berdiri di sampingnya. "Terus kenapa juga mesti jadi perawat abang lo? Gue dokter anak ya Rere, bukan bayi kolot kayak abang lo itu" Keluh Nayla sambil mengerucutkan bibir.
Dan tawa Rere pecah saat mendengar julukan yang di berikan oleh Nayla pada abangnya tersebut. "Kalau masalah jadi perawat sih itu permintaan bang Rey sendiri, dia yang minta gue buat ngomong gitu di depan mama. Jadi kan mama bisa maksa kamu buat jadi perawat abang gue sampai dirinya sembuh." Ucap Rere di sela tawanya.
"Permintaan bang Rey?" Ucap Nayla mengulangi kata-kata Rere dengan kening mengkerut dalam.
"Hmm." Rere mengangguk pasti.
Nayla sejenak terdiam. Tiba-tiba terbesit dalam pikirannya kenangan saat Rey menyatakan cinta padanya waktu itu. Bukankah Nayla sudah menolak lelaki itu. Lalu untuk apa ia menyuruh Rere untuk mencoba membuat mereka lebih dekat lagi? Apakah Rey belum menyerah dengan perasaannya sendiri? Atau dia akan membalas penolakan Nayla dengan cara menyiksanya saat menjadi perawatnya nanti?
"Heh, kenapa jadi melamun?" Seru Rere sambil mengusap kasar wajah sahabatnya tersebut.
"Lanjut kampus aja yuk!" Imbuh Rere sambil memakai helmnya kembali.
Nayla mendengus kesal, kedua bola matanya berotasi karena kesal. Tak ingin menanggapi lagi perkataan Rere, ia pun langsung memakai helm nya juga, dan memposisikan tubuhnya bersiap untuk menjalankan motornya kembali. Dengan cepat Rere naik kembali ke atas motor Nayla.
"Katanya sudah tidak akan memaksakan lagi kehendaknya untuk mendekatiku? Lalu apa maksudnya semua ini?" Gumam Nayla dalam hati.
Nayla mulai menghidupkan mesin motornya tersebut, lalu mulai melanjutkan perjalanannya menuju kampus bersama dengan Rere sahabat baiknya tersebut.
***
To be continue..
Tinggalkan jejak ya readers...dengan vote sama like nya
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 99 Episodes
Comments
༄👑💗e¢¢e ρтħš αямч💗👑࿐
permintaan Rey
2021-03-01
1
Efi Maifida Salim
nayla bingung mendengar Cerita mamanya.... tapi nyala cinta Rey
2020-08-18
0
bunga cinta
semangat thor,,keren cerita y
2020-07-16
0