Kang Husein?

"Ajibbbb!!! Jadi sebentar lagi Mas Fahri yang tampan dan berwibawa itu akan melamarmu Bung?" Seru Rena berbinar.

"InsyaaAllah.. Mudah-mudahan dilancarkan." Ucap Bunga dengan sebuah senyuman manis yang terukir indah di wajah cantiknya.

"Aamiin... Aku benar-benar tidak bisa membayangkan apa yang terjadi pada santri putri disini saat mendengar kalian akan menikah. Wooowww.. Sudah pasti kami akan mencetuskan sebuah hari patah hati nasional sepesantren Daarul Qur'an." Cerocos Rena penuh semangat. Perhaluannya mulai berkembang biak.

"Hust! Jaga ucapanmu Ren! Kau bisa membuat mereka mendengarkan obrolan kita." Ujar Bunga mengingatkan Rena.

"Ups... Afwan Ukhty.. Aku hanya merasa bahagia." Seru Rena seraya menutup mulutnya.

"Aku yang akan dilamar kenapa kau yang bahagia?" Cetus Bunga menatap dengan tatapan tajamnya.

"Itulah nilai kesetiaan! Disaat kau bahagia aku pun ikut bahagia. Dan disaat kau bersedih, aku pun ikut bersedih." Tutur Rena penuh percaya diri.

"Ajib!!! Kheir!!! Kau memang sahabat terbaik ku Ren." Ucap Bunga seraya merangkul Rena sahabatnya itu.

"Jadi kau akan izin pulang pada Umi?" Tany Rena.

"Ya! Sepertinya aku besok harus pulang Ren. Mas Fahri memintaku pulang sebentar saja untuk membicarakan hal ini pada kedua orang tuaku." Tutur Bunga yang kini mulai kembali serius.

"Ya sudah jika begitu lebih baik kau segera meminta izin pada Umi. Besok pagi kau bisa langsung berangkat." Ucap Rena memberi saran.

"Tapi.. Aku bingung harus beralasan apa? Masak aku harus jujur soal Mas Fahri?" Bunga tampak sedikit ragu dan mempertimbangkan alasan apa yang harus dia katakan pada Guru besarnya nanti.

"Hmmmm... Bagaimana jika kau beralasan ada suatu keperluan keluarga yang mendadak. Aku yakin Umi pasti akan mengerti dan tidak akan curiga. Paling kau diberi waktu satu atau dua hari berada di rumah." Tutur Rena memberi ide yang cemerlang.

"Wow! Tak salah aku menjadikanmu sahabatku, ternyata kau berprestasi juga dalam bidang berbohong.. Hi hi hi..." Sorak Bunga diiringi tawa renyahnya.

"Sialan! Sembarangan saja kau bicara tentangku. Jika Kang Santri pujaan hatiku dengar bisa-bisa jatuh harga diri seorang Rena Pratiwi dimatanya." Sungut Rena dengan tingkah konyolnya.

"Ha ha ha ha... Memangnya kau sudah punya Kang Santri pujaan hati?" Cetus Bunga disela-sela tawanya.

"Punyalah! Memangnya kau saja yang punya cengceman. Aku juga punya doooong!" Seru Bunga membanggakan dirinya.

"Jika begitu katakan padaku siapa Kang santri itu?" Tanya Bunga menggoda sahabatnya.

"Rahasia negara!" Cetus Rena sekenanya.

"Nyeh!!!! Rahasia ilahi kaleeee.." Seru Bunga menggoda sahabatnya.

"Heiii! Bisa tidak kalian rendahkan suara kalian. Apakah kalian tidak bisa melihat hah? Lihat! Kami sedang berdiskusi!" Tegur seorang santri senior yang terlihat tidak suka pada obrolan Bunga dan Rena.

"Baik Teh, maafkan kami." Ucap Bunga mengalah. Tetapi dalam hatinya ngedumel ria.

"Berdiskusi kok didalam gurfah Teh? Kenapa tidak berdiskusi di kantin saja sekalian sambil makan." Batin Bunga ngeromet.

"Sebaiknya sekarang kau izin pada Umi, Bunga." Bisik Rena mengingatkan Bunga.

"Baiklah! Antarkan aku ke koperasi untuk membeli sebotol air mineral. Setelah itu aku akan menemui Umi untuk izin pulang." Ucap Bunga mengajak Rena mengantarnya ke koperasi.

Rena pun mengangguk mengiyakan. Kemudian kedua santri putri yang bersahabat itu pun melenggang pergi meninggalkan gurfah mereka.

"Dasar! Masih bocah saja sudah belagu! Sudah membicarakan nikah. Aku yakin Mas Fahri hanya mengibulinya saja." Gerutu Teh Sofi yang tak lain adalah santri senior di pesantren itu.

Teh Sofi memendam rasa pada Fahri sejak ia menempuh pendidikan Agama di Pesantren Darul Qur'an. Namun perasaannya selalu saja Fahri tolak saat diam-diam Teh Sofi mengutarakan isi hatinya pada Fahri melalui surat-surat yang ia kirim atas nama (Penggemar Rahasia).

Sampai saat ini Bunga maupun Fahri tidak mengetahui perasaan cinta Teh Sofi pada Fahri. Melihat dari sikap Teh Sofi yang lumayan cuek dan terturup membuat mereka yang berada di dekat Teh Sofi tak mampu menebak perasaan Teh Sofi.

"Benar! Baru tiga tahun dia mondok disini sudah berlagak seperti itu. Mentang-mentang Mas Fahri selaku santri putra terpopuler disini menjadi kekasihnya, si Bunga semakin besar kepala." Ini kata si Zulfa yang tak lain sahabatnya Teh Sofi.

Biasalah di Pondok Pesantren mah pasti selalu saja ada musuh dibalik selimut. Ya, begitulah kehidupan di Pesantren. Pasti ada saja yang tidak suka, tapi banyak juga yang suka pada kita.

"Aku takut Ren, bagaiman jika Umi nanti bertanya secara mendetail?" Bunga tampak masih ragu.

"Percayalah Bung! Toh kau pulang bukan karena tanpa sebab. Kau pulang karena memang ada suatu kepentingan yang mendadak.Dan usulanku tadi bukanlah ucapan yang dusta. Memang begitu kenyataannya." Cerocos Rena meyakinkan sahabatnya itu.

"Jadi jika aku izin karena ada suatu keperluan atau kepentingan yang mendadak itu bukan suatu kebohongan, ya?" Tanya Bunga.

"Ya! Itu memang yang sebenarnya." Ucap Rena.

"Hmm.. Ya sudah!" Bunga pun meyakinkan hatinya kembali.

Pada saat itu....

"Assalamualaikum Teh Bunga yang cantik.." Tiba-tiba seorang Kang Santri yang tak kalah tampan dan terpopuler kedua di Pesantren itu menegor Bunga yang sedang berjalan menuju koperasi.

"Waalaikumsalam.. Kang." Ucap Bunga seraya menundukan kepalanya.

"Teh Bunga mau kemana?" Tanya Kang santri yang bernama Husein itu.

"Mau ke depan Kang. Maaf jika tidak ada kepentingan saya permisi." Ucap Bunga seraya melangkahkan kakinya kembali.

Husein hanya tersenyum dan mengagumi Bunga dalam hati.

"Ck! Dasar Kang Husein, tidak ada angin tidak ada hujan. Tiba-tiba saja menegor kita." Gerutu Bunga.

Berbeda dengan Bunga yang terlihat kesal dan tidak suka, Rena malah terlihat bahagia dan tersenyum-senyum sendiri.

Tentu saja hal itu membuat Bunga heran dan curiga.

"Hei! Apa yang kau fikirkan?" Tiba-tiba pertanyaan Bunga membuat lamunan Rena ambyar begitu saja.

"Hng.. Apa? Ada apa Bung?" Rena tampak gelagapan.

"Kau senyum-senyum sendiri, sedari tadi aku bicara tak kau dengarkan." Ucap Bunga sembari mengerucutkan bibirnya.

"Ah! Itu.. Aku..." Rena tampak gugup dan bingung harus bicara apa.

"Kau suka pada Kang Husein ya?!" Tebak Bunga sekenanya.

"Apaaa??? Jangan asal tebak Bungaaa!" Rena tampak terjingkat kaget dan salah tingkah. Namun tak bisa disembunyikan rona merah di wajahnya.

"Ha ha ha ha... Oo'oooow kamu ketahuan." Seru Bunga berirama mengikuti lagu Mata Band.

"Ish! Sialan kau! Itu tidak benar Bung. Kau jangan fitnah!" Sangkal Rena mencoba mengelak.

"Ya ya ya... Maaf jika aku telah salah menebak." Ucap Bunga mencoba memberi jeda pada Rena untuk mengatur nafasnya.

"Ck! Sudahlah jangan dibahas." Cetus Rena seraya menepis tangan Bunga.

Bunga hanya terkekeh dan menebak-nebak dalam hati..

****

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!